ATT dibatasi oleh Mt sebesar 47.90 yang berkeseimbangan dengan a
w
= 1. secara lengkap susunan fraksi air terikat dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Susunan fraksi air terikat BTJS BTJNS
Sampel Parameter
BTJS BTJNS
Mp 3.72 3.76 A
w
p 0.20 0.20 Fraksi air terikat
primer ATP 3.72 3.76
Ms 10.09 10.15
A
w
s 0.45 0.46 Fraksi air terikat
Sekunder ATS 6.36 6.39
Mt 43.19
47.90 a
w
1.00 1.00 Fraksi air terikat
tersier ATT 33.10 37.74
Besarnya fraksi ATP adalah sama dengan nilai Mp, besarnya fraksi ATS merupakan selisih antara Ms dengan Mp dan besarnya fraksi ATT adalah
merupakan selisih antara Mt dengan Ms. Besarnya kadar air kritis yang berada di bawah fraksi air terikat sekunder secara absorbsi dapat diperkirakan dengan
mengetahui nilai kapasitas air terikat pada tiga daerah yaitu primer, sekunder dan tersier. Dengan cara ini maka stabilitas bahan pangan selama penyimpanan dapat
diperkirakan, artinya bahwa kurva sorpsi isothermik mempunyai peranan penting untuk menentukan keawetan suatu produk pangan baik yang dipengaruhi oleh
aktifitas mikroorganisme maupun reaksi kimia dan enzimatis.
4.7.4 Analisa Umur Simpan
Umur simpan merupakan selang waktu antara bahan pangan dari mulai diproduksi hingga tidak dapat diterima oleh konsumen akibat telah terjadi
penyimpangan mutu. Umur simpan berhubungan dengan kadar air kritis yaitu kadar air dimana secara organoleptik produk sudah tidak dapat diterima oleh
konsumen. Hubungan antara umur simpan dan kadar air kritis adalah untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air kritis.
Untuk bahan pangan yang bersifat higroskopis, faktor suhu dan kelembaban sangat penting. Kenaikan RH akan diikuti oleh peningkatan kadar air yang
mempengaruhi mutu produk Syarief et al. 1989.
Perubahan kadar air selama penyimpanan akan mempengaruhi mutu makanan, dengan demikian perlu diketahui pola penyerapan air dan menetapkan
nilai kadar air kritis maka umur simpan dapat ditetapkan. Pada penelitian ini, penentuan umur simpan dihitung berdasarkan rumus Labuza 1982 yaitu :
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
− −
= b
Po Ws
A x
k Mc
Me Mi
Me ts
ln
dimana : t
s
= Waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar
air awal menuju kadar iar kritis atau waktu perkiraan umur simpan hari = 24 jam.
m
e
= Kadar air kesetimbangan produk bk
m
i
= Kadar air awal produk bk
m
c
= Kadar air kritis produk bk
kx = Konstanta permeabilitas uap air kemsan gm
2
.hari.mmHg A =
Luas permukaan kemasan m
2
Ws = Berat kering produk dalam kemasan g
Po = Tekanan uap jenuh mmHg
b =
Kemiringan kurva sorpsi isothermik yang diasumsikan linier antara m
i
dan m
e
. Untuk menentukan umur simpan maka terlebih dahulu dibuat kurva
berdasarkan kadar air kesetimbangan bk dan kelembaban relatif yang digunakan. Kurva sorpsi isothermik dibuat untuk memperoleh nilai slope
Gambar 31-32. Kadar air awal produk biskuit tepung jagung sangrai adalah 3.68 bk dan kadar air biskuit tepung jagung non sangrai adalah 3.99 bk. Kadar
air kritis kedua produk biskuit diperoleh dengan cara mengamati perubahan fisik produk selama penyimpanan. Produk disimpan dalam desikator pada RH 91.
Produk diamati setiap hari hingga mengalami perubahan fisik dimana produk menjadi melempem setelah itu diukur kadar airnya. Kadar air kritis pada aw 0.91
yaitu 14.69 bk untuk biskuit tepung jagung sangrai dan 13.59 bk untuk biskuit tepung jagung non sangrai.
Menurut Singh dalam de Man dan Jones 1995, makanan kering akan mengalami kenaikan kadar air dan menjadi tidak renyah bila disimpan pada RH
tinggi. Hal ini disebabkan produk menyerap uap air yang berlebihan. Beberapa penelitian terdahulu melaporkan bahwa pada makanan jenis biskuit, termasuk
cookies , kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Suhu
yang digunakan adalah 27
o
C dengan RH distribusi 85. Kadar air kesetimbangan Me diperoleh berdasarkan persamaan linier dari kurva sorpsi pada RH 32-86.
y = 0.2704x - 4.4801 R
2
= 0.7484
5 10
15 20
25 30
20 40
60 80
100
Kelem bababn Relatif Ka
d a
r Ai r
b k
Gambar 31 Slope untuk umur simpan BTJS
y = 0.2757x - 4.518 R
2
= 0.7724
5 10
15 20
25 30
20 40
60 80
100
Kelem baban Relatif Kad
a r Ai
r b
k
Gambar 32 Slope untuk umur simpan BTJNS
Hasil regresi linier kurva sorpsi isothermik biskuit tepung jagung sangrai menghasilkan persamaan y = 0.2704x – 4.4801 dan biskuit tepung jagung non
sangrai adalah y = 0.2757x – 4.518. dari kurva sorpsi di atas, diperoleh nilai b kemiringan kurva adalah 0.2704 BTJS dan 0.2757 BTJNS. Permeabilitas
kemasan adalah laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan dari material yang permukaanya rata dan datar sebagai akibat perbedaan tekanan uap air pada kedua
sisi permukaannya. Data permeabilitas kemasan merupakan data sekunder
Marleni, 2007 dimana nilai permeabilitas kemasan Alufo, PP dan PE masing- masing adalah 0.02, 0.185 dan 0.169 gm
2
.mmHg.hr. Rasio luas kemasan dengan berat produk serta tekanan uap air jenuh pada
konsisi penyimpanan adalah sebagai berikut, kemasan yang dipakai mempunyai ukuran 10
× 7 × 2 cm
2
untuk setiap 28.8 g berat kering produk. Tekanan uap air jenuh pada kondisi ruang penyimpanan suhu 30°C, RH 85 sebesar 31.82
mmHg. Dari semua komponen pendukung di atas kemudian dimasukan ke dalam persamaan Labuza 1982. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 24.
Tabel 25 Umur simpan BTJS dan BTJNS dalam kemasan Alufo, PP dan PE pada RH 85
RH 85 Parameter
BTJS BTJNS
Me bk 18.50
18.92 Mi bk
3.68 3.99
Mc bk 14.69
13.59 0.02 0.02
0.19 0.19 kx :gm
2
.mmHg.hari alufo PP
PE 0.17
0.17 Ws gr
28.8 28.8
A m
2
0.01 0.01
Po mm.Hg 31.82
31.82 b g.HOg.bk
0.27 0.28
20.7 15.1 2.2 1.6
Umur simpan bulan alufo PP
PE 2.4 1.8
Berdasarkan Tabel 25 di atas, diketahui beberapa hal penting yaitu umur simpan biskuit tepung jagung sangrai lebih lama dibandingkan dengan umur
simpan tepung jagung non sangrai. Hal ini diduga berkaitan dengan kadar air produk dimana semakin rendah kadar air produk maka produk tersebut semakin
awet dan tahan lama. Lamanya umur simpan produk biskuit jika dilihat dari jenis kemasan yang
digunakan maka untuk kedua produk dengan menggunakan kemasan alufo memiliki umur simpan yang lebih lama dari kedua kemasan lainnya PP dan PE.
Rendahnya permeabilitas uap air kemasan alufo mengakibatkan laju transmisi air uap air ke dalam kemasan dapat dihambat. Selanjutnya, rendahnya permeabilitas
kemasan dapat menjaga sifat higroskopis produk dari kerusakan mutu produk seperti tumbuhnya jamur akibat penetrasi uap air dari luar kemasan.
Perbedaan umur simpan berdasarkan pengamatan visual dengan pendugaan kisaran aw mulai terjadinya perubahan fisik produk disebabkan oleh perbedaan
kadar air kritis. Kadar air kritis perubahan fisik produk 13-14 , nilai ini berada di atas nilai kapasitas air terikat sekunder 10 sehingga produk akan rusak
setelah melewati daerah kapasitas air sekunder. Sedangkan umur simpan berdasarkan nilai Kapasitas air terikat sekunder, produk akan mengalami
kerusakan setelah ada pada daerah kapasitas air terikat sekunder, dengan demikian umur simpan berdasarkan perubahan fisik produk lebih lama dari umur simpan
yang didasarkan pada kapasitas air terikat sekunder akibat perbedaan kadar air kritisnya.
Dalam proses pengemasan dan penyimpanan bahan pangan sering terjadi penyimpangan mutu produk. Penyimpangan mutu bahan pangan dan produk
olahan adalah penyusutan kualitatif dimana bahan tersebut mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi manusia. Bahan pangan
dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena dapat mengganggu kesehatan.
Makanan rusak adalah makanan yang sudah kadaluarsa atau melampaui masa simpan shelf-life. Makanan kadaluarsa seringkali nampak bagus padahal
telah mengalami penurunan mutu dan nilai gizi. Penyusutan terjadi bisa secara kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kuantitatif seperti kehilangan jumlah atau
bobot hasil pertanian baik karena penanganan yang kurang baik maupun karena gangguan biologi proses fisiologi, serangan serangga dan tikus.
Pengemasan sebagai bagian intergral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat pula mempengaruhi mutu diantaranya a perubahan fisik dan
kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas monomer plastik, timah putih, korosi, b perubahan aroma flavor, warna, tekstur yang dipengaruhi oleh
perpindahan uap air dan oksigen.
4.8 Bilangan TBA thibarbituric acid
TBA thibarbituric acid merupakan diukur untuk mengetahui adanya ketengikan yang terjadi pada suatu produk pangan. Lemak yang tengik akan
bereaksi dengan asam tiobarbiturat menghasilkan warna merah. Produk yang