Tabel 11 Hasil rata-rata analisis warna tepung jagung
Jenis Sampel L
a b
Tepung jagung non sangrai 60.12
+ 4.22 + 25.14
Tepung jagung sangrai 59.92
+ 3.85 + 24.61
Gambar 12 Tepung jagung non sangrai a tepung jagung sangrai b Selanjutnya berdasarkan nilai L, a dan b dapat dihitung nilai derajat putih
dari kedua tepung. Hasil perhitungan derajat putih kedua tepung menunjukkan bahwa nilai derajat putih tepung sangrai 52.81 tidak berbeda nyata dengan
tepung non sangrai 52.67. Derajat putih suatu bahan merupakan daya memantulkan cahaya dari bahan tersebut terhadap cahaya yang mengenai
permukaan BPPIS 1989. Desrosier 1988 menyatakan bahwa pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan tersebut
dan diduga dapat mengubah kemampuannya memantulkan, menyebarkan, menyerap dan meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan.
4.1.5 Sifat Amilografi
Sifat amilografi berhubungan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pengamatan fisik
terhadap proses gelatinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat Brabender Viscoamilograph
. Alat ini akan mencatat kenaikan viskositas selama kenaikan suhu pada laju yang tetap selama 1.5ºC per menit. Hasil pencatatan berupa kurva
yang terbentuk pada kertas amilogram yang menyajikan hubungan antara viskositas dalam satuan BU pada sumbu y dan waktu proses dalam satuan menit
pada sumbu x Lampiran 7. a
b
Proses gelatinisasi diawali dengan penyerapan air oleh granula pati sampai kadar air sekitar 30 . Penyerapan akan semakin intensif pada suhu 55 – 60ºC
yang menyebabkan granula semakin membengkak hingga pada suatu titik
pembengkakan yang terjadi bersifat irreversibel tidak dapat kembali ke ukuran semula Winarno 1997. Pembengkakan granula pati menyebabkan peningkatan
viskositas larutan pati secara bertahap selama kenaikan suhu hingga tercapai sebuah puncak viskositas Parker 2003.
Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu saat proses gelatinisasi mulai berlangsung. Pada kurva amilogram yang diperoleh, suhu awal gelatinisasi
ditandai dengan mulai naiknya viskositas larutan tepung yang dapat dilihat pada titik dimana kurva mulai berbelok naik. Nilai suhu awal gelatinisasi adalah suhu
awal pengoperasian alat 30 ºC ditambahkan dengan jumlah waktu dikali laju
kenaikan suhu. Suhu awal gelatinisasi tepung jagung sangrai 72ºC lebih rendah dari suhu
awal gelatinisasi tepung jagung non sangrai 74ºC. Hal ini diduga terjadi karena tepung jagung yang disangrai telah mengalami pemanasan sehingga untuk
tergelatinisasi tidak membutuhkan suhu yang tinggi. Suhu awal gelatinisasi yang berbeda-beda disebabkan oleh ukuran granula pati yang berbeda. Granula pati
yang berukuran besar akan tergelatinisasi pada suhu yang lebih rendah dengan granula yang berukuran kecil Parker 2003.
Proses gelatinisasi pati biasanya selesai pada suhu 80 – 90ºC. Setelah pembengkakan maksimal tercapai granula pati akan pecah, sehingga pemanasan
lebih lanjut akan menurunkan kembali viskositas larutan pati dan kurva amilogram membentuk sebuah puncak viskositas Parker 2003. Viskositas
puncak sistem pati perlu diketahui sebagai pertimbangan pemilihan jenis pati untuk dijadikan bahan suatu produk pangan. Suhu saat terjadi viskositas puncak
juga menjadi salah satu parameter penting sifat pati sebagai acuan suhu optimum untuk pemasakan bahan berpati untuk mencapai kekentalan yang diinginkan.
Suhu puncak gelatinisasi diperoleh dari penjumlahan antara suhu awal pengoperasian alat 30ºC dan hasil kali waktu dengan laju kenaikan suhu 1.5ºC
per menit.
Viskositas puncak larutan tepung jagung sangrai adalah 600 BU, lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas puncak tepung jagung non sangrai sebesar
490 BU. Viskositas puncak larutan tepung jagung sangrai terjadi pada suhu 91.5ºC, sedangkan suhu viskositas puncak larutan tepung jagung non sangrai
sebesar 93ºC. Tepung yang memiliki suhu awal gelatinisasi yang tinggi akan memiliki suhu puncak gelatinisasi yang tinggi pula. Berdasarkan data yang
diperoleh terlihat bahwa tepung jagung sangrai dapat mencapai viskositas yang lebih tinggi pada suhu yang lebih rendah, sehingga mungkin akan lebih baik jika
digunakan sebagai bahan pengental produk pangan yang diproses pada suhu relatif rendah dibandingkan dengan tepung jagung non sangrai.
4.2 Analisa Kimia Tepung Jagung