Fenomena yang terjadi pada proses penambahan air adalah terjadi proses gelatinisasi pada tepung jagung karena kandungan pati yang tinggi pada tepung
tersebut. Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula patinya akan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya
terbatas. Air yang terserap tersebut hanya mencapai kadar 30. Gelanitinisasi dipengaruhi oleh jumlah air rasio pati dan air yang
tersedia. Rasio pati dan air mempengaruhi jumlah panas yang diperlukan untuk proses gelatinisasi, atau suhu gelatinisasi Wirakartakusumah 1984. Suhu
gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap pati dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk dan
energi yang diperlukannya untuk mengembang. Hasil penelitian Haryadi 1984, pada rasio 51 dengan kenaikan suhu 10ºCmenit, kisaran suhu gelatinisasi pati
sagu adalah 64.3-82.3ºC, dimana puncak gelatinisasi tercapai pada suhu 74.6ºC. granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di
bawah mikroskop terlihat kristal hitam-putih. Granula pati jagung memiliki kemampuan swelling lebih rendah dari granula pati kentang. Hal ini terjadi karena
perbedaan ukuran granula, kandungan lipid serta suhu gelatinisasi Singh et al., 2003.
4.4.3 Formulasi Tahap 3
Pada tahap formulasi ini, yang menjadi fokus adalah bagaimana mengatasi kekerasan produk yang dihasilkan pada formulasi tahap 2. Untuk mengatasi hal
ini dilakukan lagi perubahan komposisi bahan pembuat biskuit sesuai Tabel 16.
Tabel 16 Bahan-bahan pembuatan biskuit per 100 g tepung
Bahan Jumlah
awal gr Karakteristik adonan
biskuit Jumlah
tahap 2gr
Karakteristik adonan biskuit
Jumlah tahap 3gr
Karakteristik adonan
biskuit Gula
Margarin Susu skim
Kuning telur S.bikarbonat
A.bikarbonat Garam
CMC
Air 28.20
17.90 12.80
8.50 0.34
0.26 0.30
0.43 22.2
Adonan : adonan tidak kalis,
kekurangan air, Adonan tidak bisa di
cetak. Adonan dengan
perbandingan tepung jagung lebih banyak
membutuhkan air ± 40 g, perbandingan
tepung jagung sama dengan tepung terigu
membutuhkan air ± 20 g dan
perbandingan tepung terigu lebih dari
tepung jagung membutuhkan air ±
10g. 30
30 15
10 0.34
0.26 0.30
0.43 20, 30,
40,50 Adonan : air 20 g,
adonan kurang kalis, tekstur biskuit keras.
Air 30 g, adonan kalis, rasa enak, tekstur agak
keras dan berpasir diakhir rasa dimulut.
Air 40 g, adonan dan biskuit memiliki
karakteristik sama dengan air 30 g.
Air 50 g, adonan sangat lembek, tidak
bisa dicetak. 50
50 15
20,30,50 0.34
0.26 -
0.43 -
Adonan : kuning telur 20
g, adonan kalis, mudah dicetak.
Rasa biskuit enak, tidak ada
rasa berpasir diakhir rasa.
Kuning telur 30 g, memiliki
karakteristik adonan dan
biskuit sama dengan kuning
telur 30 g. Kuning telur 50
g, adonan sangat lembek,
sulit dicetak.
Pada Tabel 16, terlihat bahwa bahan yang ditambahkan adalah lemak margarin, gula dan kuning telur. Lemak yang digunakan dalam pembuatan
biskuit berguna untuk memperbaiki citarasa dan penampilan serta memerangkap udara. Sifat lemak yang perlu diperhatikan adalah konsistensinya atau titik
cairnya. Pemilihannya tergantung dari jenis biskuit yang dibuat. Dalam pembuatan biskuit jagung ini digunakan lemak nabati yaitu margarin. Margarin
adalah sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau dan konsistensi rasa serta nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan
tipe water in oil WO, fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Gula yang selalu digunakan pada pembuatan biskuit adalah sukrosa
pemanis nitritif, yaitu pemanis yang mengandung energi untuk memberikan sumbangan energi ke bahan pangan. Gula yang biasanya digunakan adalah gula
halus atau gula pasir. Sukrosa juga merupakan jenis pemanis yang sangat cocok digunakan dalam pembuatan biskuit, karena tingkat kemanisannya yang tinggi
100 × dan perannya dalam membentuk tekstur yang renyah Wheat Associates
1981. Jumlah gula yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan penampakan produk akhir seperti warna. Fungsi lain dari penambahan gula adalah
untuk membantu pembentukan krim dan pengocokan pada proses pencampuran serta menambah nilai gizi Sultan 1983.
Telur berfungsi untuk memperbaiki tekstur bakery sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur
memberikan tekstur lembut, tetapi struktur dalam biskuit tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur Flick, 1964 dalam Matz and Matz, 1978.
Sebagai pengemulsi, kuning telur dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan. Selain itu telur juga berperan meningkatkan dan menguatkan flavour,
warna dan kelembutan Matz dan Matz 1978. Menurut Whiteley 1971, adanya albumin telur membantu pembentukan struktur adonan selama pemanggangan
biskuit, karena membantu memerangkap udara saat adonan dikocok sehingga udara dapat menyebar merata di seluruh adonan. Selain itu telur dapat
meningkatkan kerenyahan crispy biskuit. Dari hasil penambahan margarin, gula dan kuning telur diperoleh produk
biskuit yang lebih renyah dan enak. Namun terlihat jelas bahwa pori-pori biskuit
sangat renggang akibat tidak adanya air untuk mengikat komponen-komponen pembentuk adonan biskuit tersebut. Air tidak digunakan pada proses ini karena
penambahan air akan membuat adonan sangat lembek dan akan sulit untuk dicetak.
Pada Gambar 16 terlihat bahwa dengan menggunakan kuning telur 20 gram adonan terlihat sangat kalis namun pada saat proses pencetakan adonan ini
agak keras, sementara adonan dengan 30 g kuning telur menghasilkan produk yang sangat baik. Untuk adonan dengan 50 g kuning telur sangat lembek dan
ketika dicetak adonan ini sangat berminyak. Ketika dipanggang terjadi peningkatan volume biskuit karena pembenggkakan yang sangat tinggi.
Gambar 16 Adonan dengan kuning telur 20,30 dan 50 g dari kiri ke kanan
Menurut Wong 1989, tepung ditransformasi menjadi suatu adonan dengan penambahan lemak, gula, air dan bahan tambahan seperti pengemulsi,
bahan pengembang atau isolat protein. Pada saat pengadukan adonan, campuran ini terintegrasi ke dalam jaringan gluten membentuk matriks kompleks protein-
pati-lipid. Formulasi yang tepat akan menghasilkan adonan yang mudah dicetak seperti yang terlihat pada Gambar 17.
Pembentuk struktur adonan adalah tepung, dimana komponen terbesarnya adalah pati. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan
α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu fraksi yang larut air yang disebut amilosa dan
fraksi tidak larut air disebut amilopektin. Menurut Krieger IM dan MV Taranto 1983 tidak ada perbedaan diantara protein dan pati, keduanya berperan dalam
prinsip pembentukan struktur material, selama udara terperangkap dalam matriks pati-protein.
Gambar 17 Adonan biskuit yang sudah dicetak
Pemanggangan dilakukan segera setelah pencetakan, pada saat pemanggangan struktur biskuit akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh
bahan pengembang dan uap air akibat dari kenaikan suhu. Ketebalan biasanya meningkat 4-5 kali. Kadar air dari 21 menjadi lebih kecil dari 5.
Pemanggangan biskuit dilakukan dengan oven selama 2.5-30 menit, tergantung suhu, jenis oven dan jenis biskuitnya. Makin sedikit kandungan gula dan lemak,
biskuit dapat dibakar pada suhu yang lebih tinggi 177-204
o
C Soenaryo 1985. Pada proses pemanggangan, beberapa reaksi terjadi dengan kecepatan yang
berbeda. Reaksi yang terjadi tersebut adalah : 1 pengembangan dan perpindahan gas, 2 koagulasi gluten dan telur serta gelatinisasi pati, 3 dehidrasi parsial dari
penguapan uap air, 4 pengembangan cita rasa flavor, 5 perubahan warna akibat reaksi browning dan Maillard antara susu, gluten dan protein telur dengan gula
pereduksi, 6 pembentukan crust dari dehidrasi permukaan, 7 penggelapan crust dari reaksi Maillard, browning dan karamelisasi dari gula Potter 1973.
Selama pemanggangan, ikatan antara lipid polar khususnya glikolipid dan protein gluten menjadi lemah akibat denaturasi protein. Apabila temperatur
adonan meningkat pati akan tergelatinisasi suhu di atas 50ºC, perpindahan lokasi lipid terjadi dimana molekul lipid menjadi kompleks yang kuat dengan pati.
Surfaktan yang berfungsi sebagai pelembut dan pencegah ketengikan memperlihatkan perpindahan dari gluten protein untuk berkelompok dengan pati
Wong 1989. Biskuit yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan biskuit akibat memadatnya gula dan lemak. Waktu untuk
mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada waktu dioven Manley 1983.
Berdasarkan formulasi tahap 3, terdapat beberapa pertimbangan dalam penggunaan kuning telur. Penggunaan kuning telur dalam jumlah yang besar
dalam dunia industri dirasakan sangat tidak ekonomis karena harga telur yang mahal dipasaran. Dengan demikian dari formula tahap 3, dicobakan penggunaan
kuning telur 10 g dengan dilakukan penambahan air untuk membantu dalam memperbaiki tekstur. Setelah dicobakan maka hasil yang diperoleh adalah biskuit
jagung yang renyah dan tanpa ada rasa berpasir pada akhir rasa. Selanjutnya secara subjektif dipilih 4 formula sesuai Tabel 17 untuk uji organoleptik. 4
formula terpilih berasal dari tahapan formulasi 2 dan 3. Uji organolpetik bertujuan untuk memilih produk yang paling disukai oleh panelis dengan menggunakan uji
hedonik kesukaan.
Tabel 17 Empat 4 Formula terpilih untuk uji organoleptik.
Formula BAHAN
1 2 3 4
Tepung jagung Tepung terigu
Margarin Gula
Susu skim Telur
Garam Sodium bikarbonat
Amonium bikarbonat CMC
Air 80 g
20 g 30 g
30 g 15 g
10 g
0.30 g 0.34 g
0.26 g 0.43 g
30 g 80 g
20 g 50 g
50 g 15 g
20 g
- 0.34
0.26 0.43
10 g 80 g
20 g 30 g
30 g 15 g
10 g
0.30 g 0.34 g
0.26 g 0.43 g
40 g 80 g
20 g 50 g
50 g 15 g
10 g
- 0.34
0.26 0.43
20 g
4.5 Organoleptik