Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer

4.7.2 Analisa Fraksi Terikat

Kurva sorpsi isothermik dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah air terikat primer monolayer, daerah air terikat sekunder multilayer dan daerah air terikat tersier menunjukkan air yang terkondensasi pada pori-pori bahan Labuza 1986.

4.7.2.1 Penentuan Kapasitas Air Terikat Primer

Daerah air terikat primer merupakan daerah air yang terikat sangat kuat, dengan entalphi penguapan paling lebih besar dari entalpi penguapan air murni. Pada daerah ini, air tidak dapat digunakan sebagai pelarut, pemlastis dan merupakan bagian dari padatan karena molekul air ini diikat pada bagian sisi aktif Van Den Berg dan Bruin 1981; Aguilera dan Stanley 1999. Air ini berada pada daerah monolayer dan pada umumnya pada kisaran a w 0.2 – 0.4. Penentuan kapasitas air terikat primer menggunakan persamaan BET Brunauer, Emmet dan Teller yaitu : M aw aw 1 − = MpC 1 + MpC C 1 − a w dimana : M = kadar air kesetimbangan, Mp = kapasitas air terikat primer, C = konstanta dan a w = aktivitas air, yang diubah menjadi model regresi Y = a + bx, dengan ; Y = M aw aw 1 − , a = MpC 1 dan b = MpC C 1 − a w Pada penentuan kapasitas air terikat primer, pada model BET a w yang digunakan sampai 0.5 Rizvi, 1995. Dari model regresi yang diperoleh maka dapat ditentukan M p dan a p . Berdasarkan hasil analisa regresi Gambar 25 26, diperoleh nilai kapasitas air terikat primer pada biskuit tepung jagung sangrai BTJS adalah 3.76 lebih tinggi dari kapasitas air terikat primer biskuit tepung jagung non sangrai BTNJS sebesar 3.72. Berdasarkan hasil ini dapat dilihat bahwa kapasitas air terikat primer kedua biskuit relatif kecil, diduga terjadi karena adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat dengan energi ikatan besar sehingga molekul air sulit dilepaskan. Selain itu lapisan monolayer secara langsung diikat oleh gugus polar dimana kepolaran energi ikatan fraksi terikat primer pada beberapa produk lebih tinggi dari energi ikatan fraksi air terikat sekunder dan tertier. Dari data kadar air kesetimbangan padakisaran aw yang ditentukan 0.07- 0.43 kemudian di plot terhadap a w 1-a w M dimana a w sebagai sumbu x untuk mendapatkan persamaan linier Gambar 25 26. Gambar 25 Plot Kapasitas air terikat primer BTJS, metode BET Gambar 26 Plot kapasitas air terikat primer BTJNS, metode BET Analisis regresi linier menghasilkan parameter-parameter persamaan BET sehingga dapat ditentukan kapasitas air terikat primer biskuit tepung jagung sangrai dan non sangrai. Dari persamaan regresi maka diketahui nilai a disubstitusi menjadi 1MpC dan nilai b menjadi C-1MpC maka diperoleh nilai Mp sebagai berikut : a = 1MpC; b = C-1MpC, maka ba = {C-1MpC}.MpC, y = 0.2514x + 0.0171 R 2 = 0.9979 0.00 0.05 0.10 0.15 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 aw aw 1- aw M y = 0.2501x + 0.0157 R 2 = 0.9976 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 aw aw 1- aw M sehingga ba = C-1. Secara lengkap disajikan hasil perhitungan kapasitas air terikat primer pada Tabel 21. Berikut salah satu contoh perhitungan kapasitas air terikat primer untuk BTJNS : hasil plot aw terhadap aw1-aw diperoleh persamaan Y = 0.0157 + 0.2501x a = 0.0157, b = 0.2501 maka ; 0.25010.0157 = C-1 15.93 = C – 1, maka C = 16.93 0.0157 = 1MpC. 16.93 Mp = 10.0157 16.93 Mp = 3.7622 Tabel 21 Hasil perhitungan kapasitas air terikat primer pada produk BTJS BTJNS Parameter Produk a b r 2 C Mp a w primer BTJS 0.0171 0.2514 0.9979 15.7018 3.7244 0.20 BTJNS 0.0157 0.2501 0.9976 16.9299 3.7622 0.20 Pada daerah primer, jumlah air yang terikat sedikit dan melalui ikatan hidrogen yang bernergi besar dan membentuk hidrat dengan molekul lain karbohidrat, protein dan garam terjadi pengikatan molekul air yang mempunyai dua kutub positif dan negatif sehingga sifat dua kutub inilah yang menyebabkan air dapat ditarik oleh molekul lain yang bermuatan positif dan negatif Winarno 1989.

4.7.2.2 Penentuan Kapasitas Air Terikat Sekunder