cookies mempunyai arti yang sama, akan tetapi di Indonesia biskuit dan kue kering cookies mempunyai penampakan yang berbeda. Biskuit digolongkan juga
menurut sifat adonannya yaitu adonan pendek atau lunak, adonan keras dan adonan fermentasi.
Adonan lunak, gluten tidak sampai mengembang akibat shortening efek dari lemak dan efek pelunakan dari gula atau kristal sukrosa. Jenis adonan lunak
memiliki kadar gula 25-40 dan kadar lemak 15 , contohnya adalah biskuit glukosa, biskuit krim, biskuit buah, biskuit jahe dan biskuit kacang. Adonan keras,
gluten mengembang sampai batas tertentu dengan penambahan air. Pada adonan keras terjadi pengikatan pati dengan protein, pelarutan gula, garam, pengembang
dan dispersi lemak ke seluruh adonan. Adonan ini mengandung kadar gula 20 dan kadar lemak 12-15 , contohnya biskuit marie dan rich tea. Adonan
fermentasi, gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan, sehingga memungkinkan kondisi tersebut yang berakibat pada perubahan bentuk akhir
dengan penyusutan panjang setelah pencetakan dan pembakaran. Pada adonan fermentasi produk akhir memiliki sifat kerenyahan tertentu. Kadar gula rendah
dan kadar lemak 25-30 , contohnya biskuit crackers Soenaryo 1985. Klasifikasi lain dari biskuit adalah berdasarkan pembentukan biskuit.
Menurut Faridi Faubion 1990, biskuit dapat dibuat dan dibentuk dengan tiga cara yaitu Rotary molded, wire cut dan pembentukan lembaran sheeting.
Perbedaan ketiga cara ini adalah kandungan gula dalam adonan sehingga akan mempengaruhi karakteristik sewaktu proses pembentukan.
Menurut SNI tahun 1990, biskuit dapat diklasifiksaikan menjadi biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan
memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur berlapis-lapis. Jenis yang ketiga yaitu
cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Sifatnya yang
lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga.
2.3.1 Bahan Baku Biskuit
Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat binding material dan bahan pelembut tenderizing material Matz dan
Matz 1978. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur dan cocoa, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak
shortening, bahan pengembang, dan kuning telur. Matz 1972 menyatakan bahwa bahan baku utama pembuatan biskuit adalah terigu, gula, minyak dan
lemak, sedangkan bahan pembantu yang digunakan adalah garam, susu, flavor, pewarna, pengembang, ragi, air dan pengemulsi.
Untuk mendapatkan produk biskuit yang berkualitas maka penggunaan tepung terigu tipe lunak yang memiliki kadar protein sekitar 8 dan kadar gluten
yang tidak terlalu banyak adalah paling sesuai Vail et al. 1978. Tepung terigu berfungsi untuk membentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau
mengikat bahan lainnya, mendistribusikannya secara merata, mengikat selama proses fermentasi serta membentuk struktur biskuit selama pemanggangan Matz
dan Matz 1978. Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis, pembentuk flavor dan warna
pada permukaan biskuit dan pengontrol penyebaran. Menurut Wheat Associates 1981, gula juga berperan dalam memperpanjang masa simpan biskuit, karena
gula memiliki sifat higroskopis menahan air. Dengan adanya gula, diusahakan agar waktu pemanggangan tidak terlalu lama, karena dapat menyebabkan
karamelisasi yang berlebihan sehingga penampakan biskuit akan menjadi hangus. Gula yang selalu digunakan pada pembuatan biskuit adalah sukrosa
pemanis nitritif, yaitu pemanis yang mengandung energi untuk memberikan sumbangan energi ke bahan pangan. Gula yang biasanya digunakan adalah gula
halus atau gula pasir. Sukrosa juga merupakan jenis pemanis yang sangat cocok digunakan dalam pembuatan biskuit, karena tingkat kemanisannya yang tinggi
100 × dan perannya dalam membentuk tekstur yang renyah Wheat Associates
1981. Jumlah gula yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan penampakan produk akhir seperti warna. Fungsi lain dari penambahan gula adalah
untuk membantu pembentukan krim dan pengocokan pada proses pencampuran serta menambah nilai gizi Sultan 1983.
Lemak biasanya digunakan untuk memberi efek shortening dengan memperbaiki tekstur fisik seperti volume pengembangan, tekstur dan kelembutan
serta memberikan flavor Matz and Matz 1978. Lemak nabati margarin lebih banyak digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus.
Shortening adalah sifat lemak atau minyak yang merupakan komponen
penting bagi biskuit dan kue kering lainnya, karena sifatnya sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah. Tipe dan jumlah
shortening dan emulsifier dalam bahan akan mempengaruhi bentuk adonan dan
mutu produk akhir Matz 1968. Penambahan susu berfungsi untuk memberikan aroma, memperbaiki tektur
dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa yang terkandung dalam susu merupakan disakarida pereduksi, yang jika bertemu dengan protein melalui reaksi
Maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna coklat menarik
pada permukaan cookies setelah dipanggang Manley 1983. Telur berfungsi untuk memperbaiki tektur bakery sebagai hasil dari fungsi
emulsifikasi, pelembut tekstur dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur lembut, tetapi struktur dalam biskuit tidak sebaik jika
digunakan keseluruhan bagian telur Flick 1964 didalam Matz and Matz 1978. Rasa gurih, pengontrol waktu fermentasi serta menambah keliatan gluten
merupakan fungsi dari garam US Wheat Associates 1981. Sebagian besar formula biskuit menggunakan 1 garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal
kecil halus untuk mempermudah kelarutannya Matz and Matz 1978. Pengembang adonan Leavening agent yang sering digunakan adalah
backing powder . Baking powder merupakan campuran sodium bikarbonat
NaHCO
3
dan asam seperti sitrat atau tartarat. Umumnya baking powder mengandung pati sebagai bahan pengisi. Sifat baking powder adalah cepat larut
dalam suhu kamar dan tahan lama selama pengolahan Matz and Matz 1978. Kombinasi sodium bikarbonat dan asam dimaksudkan untuk memproduksi gas
karbondioksida baik sebelum dipanggang atau pada saat dipanaskan dioven Manley 1983.
2.3.2 Proses Pembuatan Biskuit