dengan alat yang digunakan maka diberikan tepung pada permukaan adonan untuk mendebukan atau digunakan alat yang rendak gesekannya seperti teflon.
Pemanggangan dilakukan segera setelah pencetakan, namun sebelum dipanggang, adonan terlebih dahulu dilapisi dengan susu atau lemak cair untuk
memperbaiki warna. Pada saat pemanggangan struktur biskuit akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan uap air akibat dari
kenaikan suhu. Ketebalan biasanya meningkat 4-5 kali. Kadar air dari 21 menjadi lebih kecil dari 5 . Pemanggangan biskuit dilakukan dengan oven
selama 2.5-30 menit tergantung suhu, jenis oven dan kenis biskuitnya. Makin sedikit kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang
lebih tinggi 177-204
o
C Soenaryo 1985. Biskuit tipe semi sweet membutuhkan waktu pemanggangan 5-4.6 menit
pada oven kontinyu dengan suhu yang berbeda-beda, bagian pertama 160ºC, kedua 200ºC, ketiga 300ºC. Oven yang biasanya digunakan terbuat dari baja
steel bagian bawah tray biasanya terbuat dari kawat berlubang-lubang Manley 1983. Biskuit yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan
pengerasan biskuit akibat memadatnya gula dan lemak. Waktu untuk mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada waktu dioven Manley 1983.
2.4 Aktivitas Air
Scott 1957 di dalam Hari Purnomo 1995 pertama kali menggunakan aktivitas air sebagai petunjuk akan adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut
dalam beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan
mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut.
Adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik secara pengeringan maupun penambahan
bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi Fennema
1982. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan
aktivitas air Purnomo 1995. Aktivitas air merupakan parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan
mikroorganisme dan aktivitas enzim. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar air dan aktivitas air a
w
sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor
ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik kekerasan dan kekeringan, sifat-sifat fisiko kimia, perubahan-perubahan kimia pencoklatan non enzimatis, kerusakan
mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah Winarno dan Jenie 1983. Kandungan air dalam bahan pangan berubah-ubah
sesuai dengan lingkungannya, hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan
dan pengelolaan pasca olah bahan pangan. Aktivitas air didefenisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air
dari larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama : Aw = PPo, dimana P = tekanan uap air dari larutan pada suhu, Po =
tekanan uap air murni pada suhu T. Aktivitas air dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan, dan menurut hukum Roult dapat dinyatakan
sebagai berikut : Aw =
2 1
2
n n
n +
, dimana n
1
= jumlah molekul yang dilarutkan, n
2
= jumlah molekul air. Parameter ini juga dapat didefenisikan sebagai : kelembaban relatif berimbang equilibirium relative humidity = ERH dibagi 100.
Aw = ERH100. Disamping formula di atas Aw juga dapat dikaitkan dengan tekanan osmotis dan diformulasikan sebagai berikut : Tekanan osmotis =
V eAw
RT log
− , dimana R = Konstanta gas, T = Suhu absolut, V = Molal volume
air. Aw dari bahan pangan adalah untuk mengukur terikatnya air pada bahan
pangan atau komponen bahan pangan tersebut, dimana Aw dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan Aw lingkungan sekitarnya Purnomo 1995.
2.5 Kadar Air Kesetimbangan