mempunyai ukuran diameter berkisar 3-26 µm, namun diameter rata-rata granula pati jagung 15 µm, granula pati jagung berbentuk bulat, bersegi-segi atau
poligonal. Swinkless 1985 mendeskripsikan bentuk dan diameter granula pati beberapa jenis serealia seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Bentuk dan diameter beberapa jenis pati
Jenis Pati Kisaran
diameter µm Diameter
rata-rata µm Bentuk granula
Jagung Jagung tinggi amilopektin
Jagung tinggi amilosa Kentang
Gandum Tapioka
Sorghum Beras
Sagu Garut
Ubu jalar Ganyong
3-26 3-24
3-26 5-100
2-35 4-35
3-26 3-8
5-65 5-70
5-25 22-85
15 12
15 33
15 20
15
5 30
30 15
53 Bulat, bersegi-segi
Bulat Bulat, bersigi-segi
Oval, membulat Bulat
Oval, bersudut Bulat, bersegi-segi
Bersegi-segi Oval, bersudut
Oval, bersudut Bersegi-segi
Oval
Sumber : Swinkels 1985
2.2.1 Gelatinisasi Pati
Proses utama yang dialami bahan pangan pati-patian yang diekstrusi adalah adannya perlakuan suhu tinggi, yang akan mengakibatkan pati mengalami
gelatinisasi. Bila pati mentah dimasukan kedalam air dingin, granula patinya akan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya
terbatas. Air yang terserap tersebut hanya mencapai kadar 30 . Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55ºC
– 65ºC merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini
granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula
dan perubahan ini yang disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dilakukan dengan penambahan air panas Winarno
1984. Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama
terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang
digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut biasanya diikuti dengan
pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam granula, air dapat
masuk kedalam butir-butir pati. Hal inilah yang menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut Winarno 1984
Ketika granula mengembang, amilosa cenderung keluar dari granula. bersama dengan amilopektin, amilosa juga mengalami hidrasi berat. Suspensi
menjadi bening dan viskositasnya meningkat serta terus meningkat sehingga mencapai puncak dimana granula mengalami hidrasi maksimum. Apabila
pemanasan diteruskan, maka granula menjadi rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk molekul polimer maupun agregat, dan viskositasnya menurun. Disini
sol bersifat lengket dan teksturnya liat. Jika sol selanjutnya didinginkan, maka kebeningannya menurun dan viskositasnya dapat meningkat kembali dan
membentuk gel bila konsentrasi cukup tinggi. Menurut Wuzburg 1989 bahwa pemanasan campuran granula pati dan air hingga di atas suhu kritis akan
melemahkan ikatan hidrogen struktur pati pada granulanya sehingga melemahkan integritas strukturnya, dan air kemudian masuk sehingga terjadi hidrasi terhadap
amilosa dan amilopektin. Perubahan dan pengembangan granula pati tersebut bervariasi menurut sumber dan cara ektraksi patinya, tetapi Collinson 1968
didalam Mucthadi et al. 1991 mengatakan bahwa secara pola perubahan, itu hampir sama.
Pengembangan granula pati dalam air dingin dapat mencapai 25-30 dari berat semula. Pada tekanan tersebut granula pati tidak terlarut dalam air dingin,
tetapi terbentuk suspensi. Suspensi pati jagung jika dipanaskan 60ºC akan menyebabkan granula menyerap air sebanyak 300 dan pada suhu 70ºC
menyerap 1000 dan pengembangan maksimum dicapai pada penyerapan air sebanyak 2500 Meyer 1982 didalam Muchtadi et al. 1991.
Gelanitinisasi dipengaruhi oleh jumlah air rasio pati dan air yang tersedia. Rasio pati dan air mempengaruhi jumlah panas yang diperlukan untuk
proses gelatinisasi atau suhu gelatinisasi Wirakartakusumah 1984. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap pati dan merupakan suatu kisaran. Hal ini
disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk dan energi yang diperlukannya untuk mengembang. Hasil penelitian Haryadi 1984,
pada rasio 51 dengan kenaikan suhu 10ºCmenit, kisaran suhu gelatinisasi pati sagu adalah 64.3-82.3ºC, dimana puncak gelatinisasi tercapai pada suhu 74.6ºC.
Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam-putih. Sifat ini disebut sifat
birefringence , intensitas sifat birefringence pati sangat tergantung dari derajat dan
orientasi kristal Hosseney 1988. Menurut Kulp 1975 bahwa selama proses gelatinisasi, suspensi pati
berubah menjadi pasta yang semakin kental dengan semakin meningkatnya suhu. Granula pati dalam keadaan utuh tahan terhadap reaksi dengan bahan kimia dan
enzim, serta hanya sedikit mengandung air. Tetapi setelah mengembang, granula menjadi rentan terhadap bahan kimia, tenaga mekanis dan kerja enzim serta
mampu menyerap air lebih banyak dari beratnya sendiri. Perubahan ini terjadi pada selang suhu yang sangat kecil yang disebut selang suhu gelatinisasi.
Pemasakan bahan makanan yang mengandung pati akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati. Vierra 1979 menyatakan bahwa dengan pemasakan didapatkan
produk yang memiliki sifat lebih mudah menyerap dan mengembang dalam air dingin. Pola gelatinisasi di atas sangat khas untuk setiap jenis pati. Oleh karena
itu, ketepatan dalam pemilihan bahan baku sangat menentukan kualitas produk akhir makanan.
2.2.2 Suhu Gelatinisasi