Bilangan TBA thibarbituric acid

Perbedaan umur simpan berdasarkan pengamatan visual dengan pendugaan kisaran aw mulai terjadinya perubahan fisik produk disebabkan oleh perbedaan kadar air kritis. Kadar air kritis perubahan fisik produk 13-14 , nilai ini berada di atas nilai kapasitas air terikat sekunder 10 sehingga produk akan rusak setelah melewati daerah kapasitas air sekunder. Sedangkan umur simpan berdasarkan nilai Kapasitas air terikat sekunder, produk akan mengalami kerusakan setelah ada pada daerah kapasitas air terikat sekunder, dengan demikian umur simpan berdasarkan perubahan fisik produk lebih lama dari umur simpan yang didasarkan pada kapasitas air terikat sekunder akibat perbedaan kadar air kritisnya. Dalam proses pengemasan dan penyimpanan bahan pangan sering terjadi penyimpangan mutu produk. Penyimpangan mutu bahan pangan dan produk olahan adalah penyusutan kualitatif dimana bahan tersebut mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi manusia. Bahan pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena dapat mengganggu kesehatan. Makanan rusak adalah makanan yang sudah kadaluarsa atau melampaui masa simpan shelf-life. Makanan kadaluarsa seringkali nampak bagus padahal telah mengalami penurunan mutu dan nilai gizi. Penyusutan terjadi bisa secara kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kuantitatif seperti kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian baik karena penanganan yang kurang baik maupun karena gangguan biologi proses fisiologi, serangan serangga dan tikus. Pengemasan sebagai bagian intergral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat pula mempengaruhi mutu diantaranya a perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas monomer plastik, timah putih, korosi, b perubahan aroma flavor, warna, tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan oksigen.

4.8 Bilangan TBA thibarbituric acid

TBA thibarbituric acid merupakan diukur untuk mengetahui adanya ketengikan yang terjadi pada suatu produk pangan. Lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam tiobarbiturat menghasilkan warna merah. Produk yang mengandung lemak yang tinggi akan sangat cepat mengalami kerusakan. Kerusakan yang paling sering terjadi pada produk berlemak adalah ketengikan. Menurut Hasjmy et al. 1984, ketengikan hidrolitik merupakan hasil dari aktifitas mikroorganisme terhadap lemak yang kemudian terjadi hidrolisa sederhana terhadap lemak sedangkan ketengikan oksidatif disebabkan karena adanya oksigen dalam minyak yang menyebabkan oksidasi pada asam lemak. Awal reaksi terjadi melalui pembentukan radikal-radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh yang bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi rantai karbon yang lebih pendek oleh katalis. Senyawa rantai karbon lebih pendek inilah yang menyebabkan bau dan rasa tengik, yaitu asam lemak rantai pendek, alehid dan keton Syarif et al. 1993. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menghindari proses ketengikan adalah melalui penentuan jenis kemasan yang memiliki permeabilitas uap air yang baik yang mampu melindungi produk pangan. Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan. Dalam pertanian hal ini sangat penting. Keberadaan wadah atau pembungkus dapat membantu dalam mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada didalamnya, dimana perlindungan dibutuhkan terhadap bahaya pencemaran seperti gangguan fisik gesekan, benturan, getaran. Plastik tipis yang bersifat fleksibel flexible films ini mempunyai perbedaan dalam ketahanan terhadap asam, basa, lemak dan minyak serta pelarut organik. Plastik juga mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam daya tembusnya terhadap gas seperti nitrogen, oksigen, belerang dioksida dan uap air. Jenis-jenis plastik tipis fleksibel yang banyak digunakan untuk pengemasan bahan pangan adalah; cellulosa acetat, polyethylene, polypropylene, polyamides nilon, polyester, polyvinyl chlorida, rubber hydrochlorida pliofilm, rubber hydrochlorida pliofilm, polyvinyl acetat, aluminium foil. Pada penelitin ini dipilih tiga jenis plastik sebagai kemasan biskuit hasil penelitian. 3 jenis plastik tersebut adalah PE Polyethylene, PP Polypropylene dan alufo Almunium foil. Alasan dipilh ketiga jenis kemasan ini adalah kerena tiga jenis plastik ini lebih umum dikenal dan digunakan masyarakat secara luas dengan harga yang dapat dijangkau. Menurut Winarno 1997, berbagai kemasan plastik memiliki keunggulan dan kelemahan, khususnya daya permeabilitas barrier terhadap jenis gas dan uap air. Hasil pengukukuran nilai TBA kedua jenis biskuit tanpa kemasan dan penyimpanan biskuit baru setelah diproduksi adalah biskuit tepung jagung sangrai 0.20 dan biskuit tepung jagung non sangrai 0.26. Hasil analisis paired- samples T test menunjukkan kedua nilai ini tidak berbeda nyata artinya perlakuan sangrai yang membedakan kedua jenis tepung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai TBA. Laju pergerakan nilai TBA tiap kemasan untuk setiap minggu pengamatan untuk kedua jenis biskuit dapat dilihat juga pada Gambar 33 dan 34. Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa BTJS dan BTJNS mengalami peningkatan pada tiap minggu pengamatan untuk setiap jenis kemasan, namun peningkatan yang terlihat pada grafik tidak terlalu tinggi. Gambar 33 Nilai TBA BTJS tiap kemasanminggu pengamatan 0.00 0.50 1.00 1.50 1 2 3 4 Minggu Pengamatan N ila i T B A mmo la ma lo n a ld e h id 1 g PE PP Alufo Gambar 34 Nilai TBA BTJNS tiap kemasanminggu pengamatan Tabel 25 menyajikan nilai TBA kedua jenis biskuit untuk tiap kemasan per minggu pengamatan mengalami peningkatan setiap minggu. Untuk biskuit tepung jagung sangrai BTJS terlihat bahwa untuk kemasan PE dan PP mempunyai laju peningkatan nilai TBA lebih cepat dari kemasan Alufo. Hal ini terlihat dengan hasil uji statistik dimana untuk tiap minggu pengamatan berbeda nyata, sedangkan untuk kemasan Alufo agak lebih lambat laju peningkatan nilai TBA dimana minggu I,II tidak berbada nyata dan berbeda nyata pada minggu III dan IV. Tabel 26 Nilai TBA BTJS BTJNS tiap kemasan minggu pengamatan Nilai TBA kemasan PEminggu Nilai TBA kemasan PPminggu Nilai TBA kemasan Alufominggu Sampel I II III IV I II III IV I II III IV BTJS 0.25 a 0.26 b 0.26 b 0.34 c 0.27 a 0.27 a 0.30 b 0.43 c 0.25 a 0.24 a 0.40 b 0.42 b BTJNS 0.30 b 0.26 a 0.34 c 0.32 b 0.26 a 0.27 a 0.35 b 0.40 c 0.27 a 0.39 b 0.42 c 0.46 d Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf berbeda a,b menunjukkan berbeda nyata p0,05 Biskuit tepung jagung non sangrai BTJNS, nilai TBA per kemasan untuk setiap minggu pengamatan Tabel 26 menunjukkan bahwa setiap kemasan yang digunakan PE, PP dan Alufo memiliki laju pergerakan nilai TBA yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik yang berbeda nyata tiap minggu pengamatan untuk setiap kemasan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat 0.00 0.50 1.00 1.50 1 2 3 4 Minggu Pengamatan N ila i T B A m m o l m a lon a ld e h id 1 g PE PP Alufo dikatakan bahwa kandungan lemak yang tinggi akan menyebabkan kerusakan lemak yang beraksi dan teroksidasi selama penyimpanan sehingga lemak akan berubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Selama penyimpanan berlangsung, oksidasi tetap berjalan sesuai sifat permeabilitas kemasan terhadap oksigen walaupun permeabilitas kemasan sudah sangat kecil seperti permeabilitas kemasan alufo. Tingginya pergerakan nilai TBA setiap minggu pengamatan untuk BTJNS disebabkan oleh kandungan lemak yang tinggi hasil paired-samples T Test kadar lemak BTJNS lebih tinggi dari BTJS yang teroksidasi selama penyimpanan. Hal ini sejalan dengan Manullang et al. 1995 yang mengatakan bahwa jika kadar lemak semakin tinggi maka bilangan TBA akan semakin meningkat. Reaksi hidrolisis terjadi karena terdapat sejumlah air pada BTJNS. Namun bila nilai TBA kedua jenis biskuit dibandingkan dengan nilai TBA produk pangan lain sekitar 0.8 µ mol malonaldehid100 g, biskuit hasil penelitian masih dapat diterima hingga akhir penyimpanan. Produk yang kualitasnya masih baik menurut SNI 01-2352- 1991 memiliki nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehidkg sampel. Kandungan gula yang tinggi akan mengurangi kecepatan timbulnya ketengikan, misalnya pada biskuit yang manis.

4.9 Analisis Objektif Fisik Terhadap Tekstur Kekerasan dan Kerenyahan