Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian KUR

yang akan digunakan untuk analisis pencocokan skor propensity adalah jenis kelamin, pendidikan, jumlah tanggungan, jenis usaha, jam kerja dan pekerjaan sampingan. Dengan hanya menggunakan tujuh variabel-variabel tersebut maka hasil perbedaan ATT yang baru tersaji pada tabel 7.5 berikut. Tabel 7.5 Dampak KUR menggunakan propensity score matching dengan metode the nearest neigbor setelah balancing test Variabel Sampel KUR Tanpa KUR Beda S.E T-test Modal kerja Unmatched 3.748.193 2.163.429 1.584.764 512.109 3.09 ATT 3.575.092 2.566.157 1.008.935 734.842 1.37 Penjualan Unmatched 4.541.145 2.645.480 1.895.664 553.966 3.42 ATT 4.315.532 3.127.037 1.188.495 788.171 1.51 Profit Unmatched 792.951 482.050 310.900 68.745 4.52 ATT 740.439 560.879 179.560 86.374 2.08 Tabungan Unmatched 165.000 97.824 67.175 21.533 3.12 ATT 141.157 117.453 23.703 23.868 0.99 Pendapatan Unmatched 56.903 43.022 13.880 15.755 0.88 sampingan ATT 61.990 34.027 27.962 21.937 1.27 Pendapatan Unmatched 112.548 128.395 -15.847 18.946 -0.84 Pasangan ATT 129.074 128.287 787 23.868 0.03 Total Unmatched 962.403 653.468 308.934 66.075 4.68 pendapatan ATT 931.504 723.194 208.310 82.434 2.53 Share Unmatched 27,16 38,10 - 10,941 1,710 -6.4 Makanan ATT 28,26 36,92 -8,671 2,046 -4.2 Jumlah Unmatched 0,98064 0,429378 0,55126 0,123 4.45 Pekerja ATT 0,88888 0,509259 0,37962 0,158 2.4 Kondisi Unmatched 5,12280 4,870056 0,25252 0,093 2.7 Tempat tinggal ATT 5,0 4,861111 0,13888 0,1237 1.12 Kepemilikan Unmatched 2,12258 1,790960 0,33162 0,1126 2.94 Aset ATT 2,15740 1,907407 0,25 0,1421 1.76 signifikan 1, signifikan 5 dan signifikan 10 Unmatch = sebelum pencocokan Banyaknya kovariat untuk the nearest neighbor dalam proses pencocokan yang dipakai sebanyak 276 unit yang terdiri dari 99 kelompok partisipan dan 177 kelompok kontrol. Terdapat 56 unit yang dibuang dalam proses pencocokan tersebut. Tabel 7.6 Jumlah kovariat yang digunakan setelah balancing test Kovariat Tidak digunakan Digunakan Total Bukan KUR 177 177 KUR 56 99 155 Total 56 276 332 Dari hasil tabel 7.5 di atas maka dampak KUR dengan tingkat signifikansi 1 persen adalah share pengeluaran untuk makanan. KUR juga memberikan 77 dampak pada keuntungan, total pendapatan, dan jumlah pekerja dengan nilai signifikan sebesar 5 persen. Sedangkan dampak KUR dengan tingkat signifikan 10 persen adalah kepemilikan aset. Keuntungan . Dengan metode pencocokan menggunakan the nearest neighbor , beda keuntungan sebelum dilakukan pencocokan sebesar Rp 310.900 dan setelah proses pencocokan bedanya Rp 179.560, dimana keuntungan kelompok treatment Rp 740.439 dan kelompok kontrol Rp 560.879 yang berarti bahwa KUR memberikan dampak meningkatkan keuntungan usaha mikro sebesar 32 persen dibandingkan dengan usaha mikro tanpa menggunakan KUR. Total pendapatan. KUR memberikan dampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga usaha mikro yang meminjam KUR sebesar Rp 208.310 dimana total pendapatan usaha mikro dengan KUR Rp 931.504 dan pendapatan usaha mikro tanpa KUR sebesar Rp 723.194 atau dengan kata lain pendapatan usaha mikro yang menggunakan KUR naik 28,8 persen dibanding dengan usaha mikro yang tidak pinjam KUR. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Diro dan Regasa 2014 dan Hossain 2012. Diro dan Regasa dalam penelitiannya mengatakan bahwa partisipan mikro kredit di Ethiopia meningkatkan pendapatan dengan tingkat signifikan sebesar 1 persen. Hossain juga menemukan bahwa pendapatan peminjam setelah bergabung dengan BRAC di Bangladesh meningkat. Share pengeluaran untuk makanan . Dampak KUR terhadap share pengeluaran makanan dalam penelitian ini menunjukkan dampak negatif atau pengurangan dengan tingkat signifikasi 1 persen. Share pengeluaran makanan untuk kelompok kontrol adalah 36,92 persen dari total pendapatan. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, share pengeluaran makanan untuk kelompok treatment berkurang menjadi 28,26 persen atau berkurang sebesar 8,67 persen dibanding kelompok kontrol. Hal ini berkebalikan dengan penelitian Getaneh Garber 2007, Nooren et al. 2011; Hossain 2012; Guush Gardebroek 2012; Diro dan Regasa 2014 yang menyimpulkan bahwa kredit mikro memberikan dampak positif ada peningkatan pengeluaran makanan. Namun, bisa jadi peningkatan pengeluaran makanan tetapi share pengeluaran makanan turun. Begitu juga, dalam penelitian ini share pengeluaran makanan berkurang tetapi pengeluaran nominalnya bertambah. Perbedaan ukuran saja yang membedakan hasil antara penelitian ini dengan penelitian lainnya. Akan tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan hukum Engel yang menyatakan bahwa semakin meningkat pendapatan seseorang maka share pengeluaran untuk makanan akan semakin berkurang. Rumah tangga usaha mikro bukanlah kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, sehingga rata-rata pengeluaran makanan mereka pun jauh diatas standar garis kemiskinan yaitu rata-rata sudah terpenuhi makan 2-3 kali sehari dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp 136 ribu sampai 218 ribu per minggu. Dengan demikian, semakin meningkat pendapatan mereka maka meningkatnya pengeluaran makanan tidak signifikan lagi sehingga share pengeluaran makanan akan berkurang seiring dengan meningkatnya pendapatan seseorang. Perbedaan kedua, antara penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah obyek penelitian mereka adalah memang kelompok masyarakat miskin dimana masyarakat miskin biasanya kebutuhan makanan belum terpenuhi, sehingga ketika pendapatan naik maka pengeluaran makanan mereka akan naik lebih besar terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok. Ketiga, penurunan share pengeluaran untuk makanan turun barangkali adanya perbedaan pola pikir antara rumah tangga usaha dengan rumah tangga bukan usaha adalah rumah tangga yang memiliki usaha akan mengurangi pengeluaran untuk berhemat agar mampu membayar cicilan atau meningkatkan perputaran modal agar meningkatkan pendapatannya. Sedangkan pola rumah tangga tanpa usaha biasanya akan lebih konsumtif. Indikator dampak KUR lainnya yang signifikan pada level 5 persen adalah jumlah penyerapan tenaga kerja rumah tangga usaha mikro yang menggunakan KUR akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,37 pekerja. Ini konsisten dengan penelitian Diro dan Regasa 2014, bahwa kredit mikro mampu menyerap tenaga kerja. Kemampuan rumah tangga usaha mikro menyerap tenaga kerja lebih mengindikasikan bahwa peranan KUR mampu mengurangi tingkat kemiskinan melalui penciptaan lapangan pekerja dan mengurangi pengangguran. Kepemilikan aset juga signifikan pada level 10 persen sehingga hipotesis diterima bahwa KUR memberikan dampak peningkatan pada aset. Rumah tangga usaha mikro dengan KUR meningkatkan aset sebesar 0,25 unit dibandingkan dengan rumah tangga usaha mikro tanpa menggunakan KUR. Kepemilikan aset disini merupakan proxi dari kepemilikan kendaraan baru, kepemilikan HP maupun kepemilikan ternak. Dalam penelitian ini KUR belum memberikan dampak KUR yang signifikan, namun memiliki arah positif pada peningkatkan modal kerja, penjualan, tabungan dan kondisi tempat tinggal rumah tangga usaha mikro. 8 KEBERLANGSUNGAN PEMBIAYAAN KREDIT USAHA RAKYAT

8.1 Kinerja Bank-Bank Unit Penyalur Kredit Usaha Rakyat

Jumlah KUR yang disalurkan di wilayah Pati selama periode 2012 dan 2013 di gambar 8.1 berikut. Gambar 8.1 KUR yang disalurkan di wilayah Pati - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 CS TR PW PL PH KW MH PK1 WN TK N G P MR J1 J2 JK GS BM PK2 KUR 2012 Rp jt KUR 2013 Rp jt 79 Jumlah KUR yang disalurkan pada tahun 2013 masing masing mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya, kecuali 4 unit bank yang mengalami penurunan, yaitu unit Pati Kota 1, Juwana 1, Mulyoharjo dan Gabus. Penurunan di Pati kota I terjadi karena penurunan jumlah nasabah meskipun rata-rata KUR per nasabah naik dari Rp 12,3 juta di tahun 2012 menjadi 12,8 juta di tahun 2013. Sebaliknya Juwana I, jumlah nasabah meningkat namun rata-rata KUR yang diterima nasabah mengalami penurunan dari Rp 13,4 juta menjadi Rp 12,3 juta. Sedangkan Mulyoharjo dan Gabus selain mengalami penurunan nasabah sekaligus mengalami penurunan rata-rata KUR per nasabah. Dari 35 unit bank, yang memiliki kinerja terbaik dilihat dari jumlah nasabah dan jumlah KUR yang disalurkan pada tahun 2013 bisa dilihat dari gambar kuadran yang tersaji di gambar 8.2. Dari 35 unit bank, terlihat 3 bank yang memiliki nasabah dan jumlah KUR yang disalurkan terbesar di kuadran pertama yaitu bank unit Dukuhseti, Sukolilo dan Kayen. Terbesar kedua dari jumlah KUR yang disalurkan adalah Karaban dan Juwono II di kuadran ke-2. Sisanya bank- bank unit tersebut berada di kuadran IV dengan jumlah KUR yang disalurkan dibawah Rp 15 milyar per tahun dengan jumlah nasabah dibawah 1.500 debitur. Tambaharjo merupakan bank unit yang memiliki jumlah nasabah terendah dan Ngablak merupakan bank unit yang memiliki jumlah KUR yang terendah. Dari gambar 3 diatas, tampaknya bahwa tidak ada satu pun bank unit yang berada di kuadran III. Kuadran III berarti jumlah nasabah tinggi namun jumlah KUR yang disalurkan rendah. Dengan tidak adanya bank-bank yang berada dikuadran ini berarti rata-rata KUR per nasabahnya tidak rendah. Gambar 8.2 Kuadran jumlah nasabah dan KUR yang disalurkan, 2013 Kinerja bank-bank unit penyalur KUR tersaji di tabel 8.1 berikut; Tabel 8.1 Kinerja bank-bank unit penyalur KUR No Indikator Max Min Rata-rata Total 1. Jumlah nasabah unit, 2012 2.481 204 741 25.918 Jumlah nasabah, unit 2013 3.161 431 893 31.254 Prosentase kenaikan 27,4 111,27 20,51 20,59 2. KUR disalurkan Rp jt, 2012 20.058 1.288 6.725 235.380 KUR disalurkan Rp jt, 2013 26.444 3.471 9.141 319.934 Prosentase Kenaikan 31,84 169,48 35,93 35,92 3. KUR per nasabah Rp jt, 2012 13,3 5,9 9,1 9,08 KUR per nasabah Rp jt, 2013 13,47 7,3 10,2 10,23 Prosentase kenaikan 1,27 23,7 12,0 12,66 4. Nilai NPL Rp juta, 2012 2.498 104 3.629 Nilai NPL Rp juta, 2013 399 52 1.818 Prosentase penurunan 84 50 49,9 5. Nasabah NPLunit, 2012 213 12 426 Nasabah NPL unit, 2013 33 7 229 Prosentase penurunan 84,5 41,67 46,24 Jumlah KUR yang disalurkan pada tahun 2013 sebesar Rp 319,9 milyar atau meningkat 35,92 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini seiring dengan kenaikan nasabah sebesar 20,59 persen dari 25.918 nasabah di tahun 2012 menjadi 31.254 di tahun 2013. Secara keseluruhan, rata-rata KUR per nasabah adalah Rp 10,2 juta atau naik 12 persen dari tahun 2012 sebesar Rp 9,1 juta per nasabah. Dengan kata lain, jangkauan KUR dilihat dari besarnya pinjaman mencapai rata-rata Rp 10,2 juta pada tahun 2013. Tingkat non performance loannya pun menurun dari 1,5 persen tahun 2012 menjadi 0,5 persen pada tahun 2013. Tingkat NPL ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat NPL ritel atau nasabah bukan mikro yaitu secara nasional sekitar 4 persen. Pada tahun 2013, KUR terbesar disalurkan oleh bank unit Dukuhseti sebesar Rp 26,4 milyar dengan jumlah nasabah sebesar 2.631. Sebaliknya jumlah nasabah terbesar 3.161 dicapai oleh bank unit Sukolilo dengan total KUR yang disalurkan sebesar Rp 23,1 milyar. Hal ini berarti rata-rata KUR per nasabah di bank unit Dukuhseti lebih besar dibandingkan dengan bank unit di Sukolilo yaitu Rp 10 juta per nasabah dibanding Rp 7,3 juta per nasabah. Jumlah KUR terendah yang disalurkan sebesar Rp 3,4 milyar oleh bank unit Ngablak dengan total nasabah sebesar 467 nasabah. Sedangkan nasabah terendah sebesar 431 diperoleh bank unit Gabus dengan jumlah KUR sebesar Rp 5,0 milyar. Hal ini berarti rata-rata KUR per nasabah di Gabus Rp 11,8 juta, lebih tinggi dari pada Ngablak Rp 7,4 juta per nasabah di tahun 2013. Keberhasilan penyaluran kredit bank juga dilihat dari tingkat kredit macetnya atau dikenal non-performance loan NPL. Tingkat NPL tahun 2013 turun 49,9 persen dari Rp 3,6 milyar di tahun 2012 menjadi Rp 1,8 milyar. NPL tertinggi pada tahun 2012 adalah Rp 2,4 milyar atau 213 nasabah yang mengalami kredit macet oleh bank unit Juwana I. Sebaliknya pada tahun 2013, NPL tertinggi dicapai oleh bank unit Pati kota I sebesar Rp 399 juta dengan nasabah tertinggi