Regresi Logistik Biner Metode Penelitian .1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Secara matematis model efisiensi untuk bank- bank unit kʹ dapat dilihat dari persamaan dibawah ini yang diadopsi dari Vannesland 2005 dalam penelitian pembangunan pedesaan: Fo X kʹ , Y kʹ ǀ C,S = Max λ kʹ 17 s.t ∑ ฀ ฀ 18 ∑ ฀ 19 Z k ≥ 0 CRS k = 1…K 20 Fo = fungsi jarak output Farrell. X = input, Y =output dan kʹ = masing- masing bank-bank unit, C = CRS, S = strong disposability of outputs atau dapat dikatakan bahwasanya output dapat ditingkatkan lagi dengan input yang sama atau tanpa mengeluarkan biaya tambahan, Z k = variable intensitas bobot. Peran Z dalam model ini adalah untuk membangun referensi teknologi. Nilai-nilai variable intensitas membuat frontier, yang menggambarkan keadaan sebenarnya atau merupakan hipotesa dari kinerja di bank-bank unit dimana dengan menggunakan input yang sama dapat memproduksi output yang lebih banyak. Dalam mengukur efisiensi bank, ada dua metode yang bisa digunakan yaitu parametrik dan non parametrik. Untuk parametrik banyak penelitian yang menggunakan stochastic frontier approach SFA seperti yang dilakukan oleh Baten Kamil 2010; Tahir Haron 2010. Sedangkan pengukuran efisiensi dengan menggunakan data envelopment analysis DEA telah luas digunakan dalam bidang perbankan Tahir et al. 2009; Fethi and Pasiouras 2010; Motlagh et al . 2011; Suzuki and Sastrosuwito 2011; Gordo 2013. DEA juga digunakan untuk mengukur efisiensi dari berbagai bidang, seperti rural economic development Vennesland 2005, poultry farm Heidari 2011 dan di bidang transportasi Bhagavath 2013. Fethi dan Pasiouras 2010 mengatakan bahwa DEA paling umum digunakan dalam pengukuran kinerja bank. Keuntungan DEA ini adalah mudah menggabungkan beberapa input maupun output untuk menghitung efisiensi teknik. Namun keterbatasan DEA adalah ketika menafsirkan hasil lebih deterministik, hanya mengukur efisiensi relatif terhadap sampel terbaik yang dihasilkan. Sehingga hal ini tidak bermakna untuk membandingkan skor antara dua studi yang berbeda Bhagavath 2013. Di dalam pendekatan dengan DEA, tidak ada konsesus yang baku mengenai pengertian variabel output-input yang digunakan dalam studi efisiensi perbankan Gordo 2013. Mhanagopal dan Chandrasekaran 2014 mengatakan bahwa DEA menggunakan beberapa input dan output untuk analisis efisiensi tetapi tidak memberikan panduan dalam memilih setiap variabel dan karenanya peneliti memilih variabel input dan output sendiri. Namun, jumlah Decision making unit DMU sebaiknya minimal tiga kali dari penjumlahan variabel-variabelnya. Secara umum, ada 2 pendekatan yang digunakan dalam model DEA, yaitu pendekatan intermediasi financial intermediaries dan pendekatan produksi. Pendekatan yang pertama adalah fungsi bank sebagai perantara yang meminjam dana dari depositor dan meminjamkannya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Dalam kasus ini, maka output bank adalah pinjaman, sedangkan inputnya 47 berbagai biaya yang dikeluarkan seperti bunga bank, biaya tenaga kerja maupun biaya operasional. Dalam penelitian Efendic 2009 menganalisis efisiensi dari bank konvensional dan bank syariah dengan pendekatan intermediasi, maka variabel input yang digunakan adalah total deposito, aset tetap dan tenaga kerja. Sedangkan variabel outputnya adalah pinjaman bersih dan pendapatan aset lainnya. Variabel output dan input yang digunakan Efendic mirip dengan penelitian Varias dan sofianopoulou 2012 di Yunani yang mengevaluasi efisiensi bank komersil. Tahir et al. 2009 mengevalusi efisiensi antara bank domestik dan asing di Malaysia, dan ternyata bank domestik lebih efisiensi. Variabel input yang digunakan adalah total deposito dan biaya overhead, sedangkan outputnya adalah pendapatan dari aset bank. Sebaliknya untuk pendekatan yang kedua, yaitu pendekatan produksi dimana deposito diperlakukan sebagai outputnya dan biaya operasional termasuk biaya tenaga kerja diperlakukan sebagai inputnya. Sathye 2001 menggunakan tenaga kerja, modal dan dana yang bisa dipinjamkan sebagai input, sedangkan pinjaman dan permintaan deposito sebagai outputnya. Tidak dilakukan klasifikasi jenis pinjaman dalam penelitiannya. Hasil penelitian Sathye menyimpulkan bahwa efisiensi bank-bank Australia masih dibawah rata-rata efisiensi bank di dunia. Beberapa peneliti yang menggunakan DEA ada yang lebih suka memasukkan jumlah tenaga kerja ataupun jumlah nasabah dibandingkan dengan jumlah nilainya, namun banyak yang menyukai menggunakan besarnya nilai dalam mata uangnya, dengan alasan; pertama, bank bersaing untuk merebut pangsa pasar secara nilai bukan jumlah accountnya. Kedua, account yang berbeda memiliki biaya yang berbeda. Ketiga, bank memiliki multi servis yang ukurannya hanya bisa dinilai dengan jumlah uangnya. Dalam penelitian ini, output yang digunakan dalam program DEA adalah jumlah KUR yang disalurkan, pendapatan provisi dan jasa serta pendapatan bunga bersih. Sedangkan input dimasukkan total deposit, beban bunga, beban hadiahpenjaminan, beban penyisihan kerugian, biaya tenaga kerja, biaya umum dan administrasi serta beban operasi. 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN PATI

4.1 Kondisi Geografs

Kabupaten Pati merupakan satu dari 35 kabupatenkota di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai letak cukup strategis karena dilewati oleh jalan nasional yang menghubungkan kota-kota besar di pantai utara Pulau Jawa seperti Surabaya, Semarang dan Jakarta. Secara geografis Kabupaten Pati terletak pada posisi 110 ,15‟ - 111 ,15‟ BT dan 6 ,25‟ - 7 ,00‟ LS, dengan luas wilayah sebesar 150.368 ha, terdiri dari 59.332 ha lahan sawah dan 91.036 ha lahan bukan sawah. Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Pati adalah sebagai berikut:  Sebelah utara : wilayah Kabupaten Jepara dan Laut Jawa  Sebelah barat : wilayah Kabupaten Kudus dan Jepara  Sebelah selatan : wilayah Kabupaten Grobogan dan Blora  Sebelah timur : wilayah Kabupaten Rembang dan Laut Jawa

4.2 Administrasi

Kabupaten Pati terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa dan 5 kelurahan, dimana kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Sukolilo 15.874 ha dan Kecamatan Wedarijaksa memiliki luas wilayah terkecil 4.085 ha. Tabel 4.1 Nama-nama kecamatan, jumlah kelurahan dan luas wilayah Pati No. Nama Kecamatan Jumlah kelurahandesa Luas wilayah Ha thd total 1. Sukolilo 16 15.874 10,56 2. Kayen 17 9.603 6,39 3. Tambakromo 18 7.247 4,82 4. Winong 30 9.994 6,65 5. Pucakwangi 20 12.283 8,17 6. Jaken 21 6.852 4,56 7. Batangan 18 5.066 3,37 8. Juwana 29 5.593 3,72 9. Jakenan 23 5.304 3,52 10. Pati 524 4.249 2,83 11. Gabus 23 5.551 3,69 12. Margorejo 18 6.181 4,11 13. Gembong 11 6.730 4,48 14. Tlogowungu 15 9.446 6,28 15. Wedarijaksa 18 4.085 2,72 16. Trangkil 16 4.284 2,85 17. Margoyoso 22 5.997 3,99 18. Gunungwungkal 15 6.180 4,11 19. Cluwak 13 6.931 4,61 20. Tayu 21 4.759 3,16 21. Dukuhseti 12 8.159 5,43 Jumlah 5401 150.368 100 Sumber: BPS, 2011 Kabupaten Pati terletak di sebelah timur ibukota Provinsi. Jarak Kabupaten Pati dengan ibukota provinsi 75 km, dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama kurang lebih 2 jam. Untuk menghasilkan data yang lengkap, cakupan wilayah kajian Buku Putih Sanitasi di Kabupaten Pati adalah 100 persen dari wilayah yang ada yaitu 21 kecamatan dan 406 desakelurahan.

4.3 Kondisi Topografi

Wilayah Kabupaten Pati terletak pada ketinggian antara 0 - 1.000 m di atas permukaan air laut rata-rata dan terbagi atas 3 relief daratan yaitu: 49 a. Lereng Gunung Muria, yang membentang sebelah barat bagian utara Laut Jawa dan meliputi Wilayah Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, dan Kecamatan Cluwak. b. Dataran rendah membujur di tengah sampai utara Laut Jawa, meliputi sebagian Kecamatan Dukuhseti, Tayu, Margoyoso, Wedarijaksa, Juwono, Winong, Gabus, Kayen bagian utara, Sukolilo bagian utara, dan Tambakromo bagian utara. c. Pegunungan Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil wilayah Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, dan Pucakwangi. Dengan melihat peta topografi wilayah Kabupaten Pati, wilayah dengan ketinggian 0 – 100 m dpl merupakan wilayah yang terbesar yaitu meliputi wilayah seluas 100.769 ha atau dapat dikatakan bahwa topografi wilayah Kabupaten Pati sebagian besar merupakan dataran rendah sehingga wilayah ini potensial untuk menjadi lahan pertanian.

4.4 Demografi, Sosial dan Budaya

Berdasarkan angka proyeksi untuk 5 tahun kedepan berdasarkan sensus 2010 di Kabupaten Pati, jumlah penduduk Kabupaten Pati dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yaitu dari 1.175.232 tahun 2009 menjadi 1.218.016 di tahun 2013. Pada bidang sosial dan budaya, didapatkan data bahwa di Kabupaten Pati terdapat 885 SDsetara, terdiri dari; 668 SD Negeri, 20 SD swasta, 197 MI; 204 SLTPsetara, terdiri dari; 49 SLTP Negeri, 25 SLTP swasta, 130 MTS; 70 SMAsetara, terdiri dari; 8 SMA Negeri, 19 SMA swasta, 43 MA. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Untuk dapat melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Pati, dapat digunakan data jumlah penduduk miskin sebagaimana tersaji dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah penduduk, penduduk miskin, jumlah rumah di Kab. Pati No Kecamatan Jumlah penduduk Penduduk miskin Jumlah rumah unit 1. Sukolilo 84.660 18.413 24.153 2. Kayen 70.093 13.551 19.227 3. Tambakromo 47.946 11.177 19.227 4. Winong 49.385 12.972 15.783 5. Pucakwangi 41.328 10.865 12.994 6. Jaken 42.214 13.564 13.277 7. Batangan 40.879 9.084 12.119 8. Juwono 90.190 10.491 25.087 9. Jakenan 40.298 11.625 12.671 10. Pati 103.243 12.661 28.806 11. Gabus 51.930 9.543 15.526 12. Margorejo 55.780 5.973 16.376 13. Gembong 42.236 7.973 12.240 14. Tlogowungu 49.199 10.438 14.440