Aspek Kelembagaan Program KUR

lebih tinggi dibandingkan dengan pasar kredit formal. 4 pasar kredit informal terhubung dengan pihak lain seperti pemilik tanah, tenaga kerja ataupun pasar hasil pertanian. 5 ada kecenderungan penyalur kredit bersifat monopoli 6 dan ada credit rationing yang signifikan. Pinjaman baik formal maupun informal merupakan imperfect substitutes. Kapanpun tersedia kredit formal akan mengurangi tetapi tidak menghilangkan pinjaman informal.

2.7 Kajian Faktor-Faktor yang Mendorong Pengajuan Kredit

Usaha mikro yang jumlahnya banyak dan tersebar luas di semua sektor dan wilayah, tidak bisa dipungkirin menghadapi permasalahan utama yaitu permodalan. Masalah permodalan umumnya disebabkan karena usaha mikro merupakan usaha perorangan yang mengandalkan modal sendiri dengan jumlah yang terbatas dan keterbatasan akses ke sumber sumber permodalan, terutama akses ke lembaga keuangan formal seperti bank. Menurut Siregar 2009 mengungkapkan bahwa ketersediaan dana melalui berbagai skim kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang masih rumit, dan persyaratan yang cukup berat seperti persyaratan administrasi dan jaminan menjadi hambatan dalam mengakses dana tersebut. Hal ini mengundang hadirnya rentenir yang memberikan pinjaman dengan mudah dan dengan tingkat bunga yang besar. Dengan demikian sebenarnya unit usaha mikro tidak begitu mempermasalahkan bunga yang tinggi namun yang penting akses yang mudah. Sedangkan di pihak perbankan, keengganan bank untuk menyalurkan kreditnya kepada usaha mikro karena adanya anggapan bahwa usaha mikro tidak bankable, yaitu usaha mikro tersebut belum dapat memenuhi persyaratan pembiayaan dari bank. Padahal sasaran KUR termasuk usaha mikro yang produktif usaha untuk menghasilkan barang dan jasa untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha dan usaha layak usaha calon debitur yang menguntungkanmemberikan laba sehingga mampu membayar bungamarjin dan mengembalikan seluruh hutang dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati. Tentu saja usaha mikro tersebut yang belum bankable. Ada beberapa orang memang tidak mau mengajukan kredit karena tidak membutuhkan kredit atau karena orang enggan terhadap resiko kredit risk averse. Pengetahuan karakter ini sangat penting bagi perbankan untuk membantu menganalisis apakah kredit akan diberikan atau tidak. Namun penelitian yang dilakukan oleh Dwiwati 2008 yang mengkaji tentang penyaluran kredit usaha kecil KUK melalui program kredit kemitraan BUMN KKB - PT. BNI menyatakan bahwa proses penyaluran kredit dan pengembalian kredit KKB sebetulnya hanya dipengaruhi oleh character, capacity dan condition of economy atau 3C karena umumnya usaha mikro kecil UMK tidak memiliki capital maupun collateral . Analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis matrik internal factor evaluation IFE , External Factor Evaluation EFE dan matrik Internal External IE serta analisis SWOT. Berdasarkan hasil kajiannya menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi program KKB adalah prosedur pengajuan yang tidak berbelit dan syarat pengajuan yang mudah. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi orang meminjam adalah 23 kemudahan dalam akses dengan adanya kemitraan dan membentuk kelompok oleh para calon nasabah. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa prosedur dan persyaratan yang tidak berbelit, waktu untuk mendapatkan pinjaman hingga cair, dan biaya untuk mendapatkan pinjaman menjadikan pertimbangan orang untuk bisa akses ke sumber kredit atau pembiayaan. Aplikasi pinjaman seharusnya yang sederhana dan tidak berbelit belit yang tidak merepotkan baik mengenai waktu dan biaya. Masyarakat juga terkadang kurang bisa mengakses informasi tentang bagaimana dan kredit apa yang ada yang bisa mereka gunakan. Ketika rumah tangga miskin atau pun pelaku usaha mikro memiliki akses kredit, hasil penelitian dari nasabah Grameen bank menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan yang tinggi untuk menggunakan dana tersebut sehingga mampu memberikan dampak yang nyata seperti peningkatan ekonomi yang signifikan. Dengan adanya peningkatan ekonomi yang bisa dirasakan, maka tingkat pengembalian kredit juga akan lancar. Dari penelitian nasabah grameen tersebut faktor perempuan sebagai pelaku yang terlibat secara langsung juga menentukan tingkat pengembalian kredit. Faktor-faktor yang mendorong dalam pengajuan kredit atau akses ke lembaga keuangan formal bisa ditentukan oleh pihak rumah tangga ataupun dari penyalur kreditnya. Kadang pengajuan kredit bisa ditolak oleh bank atau kredit dibatasi credit rationed oleh pihak bank tapi bisa juga karena dari rumah tangga usaha mikro sendiri yang tidak mengajukan kredit. Menurut Maldonado 2004, diantara para rumah tangga yang mengajukan kredit, beberapa memperoleh pinjaman dan lainnya tidak. Bagi yang ditolak berarti masuk sebagai pihak yang dibatasi credit rationed meskipun tidak diberitahu alasannya. Begitu juga bagi yang memperoleh kredit namun dibawah jumlah yang diajukan juga dianggap sebagai credit rationed. Bagi rumah tangga yang mengajukan kredit, memperoleh pinjaman sesuai yang diajukan dikategorikan sebagai pihak yang tidak dibatasi kredit non-credit rationed. Sebaliknya ada juga rumah tangga yang memang tidak mengajukan pinjaman yang berarti tidak dibatasi non rationed. Kelompok ini dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu rumah tangga yang tidak memerlukan pinjaman no need misalnya karena rendahnya kesempatan produktifitas. Kedua, risk averse , yaitu rumah tangga yang takut atau enggan terhadap resiko kredit. Ketiga, rumah tangga yang menganggap bahwa pinjaman yang tersedia mahal atau high cost, seperti tingginya tingkat suku bunga, jangka waktu pembayaran pendek maupun terlalu banyak persyaratan. Keempat, rumah tangga yang dibatasi oleh dirinya sendiri karena apriori dulu dan menganggap dirinya tidak akan mendapat pinjaman sekalipun mengajukan. Tiga kelompok terakhir tersebut dikategorikan sebagai rumah tangga yang dibatasi kreditnya. Helsen dan Chmelar 2014 mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan mikro sadar akan kemampuan kapasitasnya untuk memperoleh pembiayaan, yang akhirnya mereka banyak perusahaan-perusahaan mikro tidak mengajukan kredit. Ada beberapa orang memang tidak mau mengajukan kredit karena tidak membutuhkan kredit atau karena orang enggan terhadap resiko kredit risk averse. Penelitian yang dilakukan oleh Mel et al. 2011 menemukan bahwa kebanyakan alasan utama orang tidak mengajukan kredit karena tidak memenuhi kriteria. 25 persen mengatakan tidak bisa memenuhi jaminan baik aset atau penjamin, 21 persen tidak mampu memenuhi kriteria lainnya. 21 persen mengatakan bunganya