yang merupakan penerima pembiayaan KUR terbanyak. Usaha mikro adalah semua usaha yang memiliki asset maksimal Rp 50 juta dengan omzet maksimal
Rp 300 juta menurut UU no 20 tahun 2008 atau memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang BPS.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perkreditan Pengertian kredit menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dalam arti luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya
kepercayaan. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan
membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan.
Terdapat dua kekuatan yang saling berinteraksi didalam pasar kredit yaitu penawaran dan permintaan akan kredit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran kredit seperti 1 tingkat bunga, 2 defisit anggaran pemerintah, 3 nilai tukar dan sebagainya. Namun ada juga beberapa faktor yang
berpengaruh dari sisi penawaran akan kredit seperti kredit yang diciptakan oleh bank sentral dan dana dari pihak ketiga baik dari sektor rumah tangga maupun
bisnis.
Apabila tingkat suku bunga naik maka permintaan akan kredit akan turun. Sebaliknya dalam kondisi tingkat suku bunga turun, maka permintaan akan kredit
meningkat. Dalam kenyataannya, fenomena teori ini sering tidak terjadi. Suku bunga kredit sering tidak sensitif atau mempengaruhi secara signifikan terhadap
permintaan kredit bagi nasabah. Sehingga tinggi rendahnya suku bunga kredit tidak selalu berdampak pada naik turunnya permintaan kredit. Hal ini dikarenakan
suku bunga hanyalah merupakan salah satu variabel dari fungsi permintaan dan penawaran kredit. Terdapat variabel variabel lain yang harus diperhitungkan. Pada
umumnya faktor kecepatan proses dan kemudahan prosedur justru menjadi pertimbangan utama dalam permintaan kredit bagi usaha mikro, kecil, dan kredit
konsumtif. Namun untuk permintaan kredit bagi usaha menengah dan korporasi, maka suku bunga akan lebih sensitif sehingga tinggi rendahya tingkat suku bunga
akan mempengaruhi tinggi rendahnya permintaan akan kredit. Demikian sebaliknya, kenaikan atau penurunan suku bunga tidak selalu berbanding lurus
dengan penawaran kredit. Dalam mekanisme pasar, tinggi rendahnya ekspansi kredit sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran kredit. Namun seringnya
naik turunnya suku bunga selalu hanya dilihat dari sisi permintaan kredit.
Berdasarkan gambar 2.1 di bawah, bunga pinjaman dapat menjadi lebih rendah dengan cara menggeser kurva penawaran supply kredit yang lebih elastis
ke kanan yaitu dari S
1
ke S
2
. Pergeseran kurva penawaran ini ke kanan dapat
11 ditempuh dengan cara; 1 Memperluas sumber sumber kredit di pedesaan.
Semakin banyak sumber kredit maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan, yang berarti pada tingkat bunga pinjaman yang sama besar maka jumlah kredit
yang tersedia akan lebih besar; 2 Memperbanyak jenis jenis pelayanan yang sudah ada. Semakin banyak jenis pelayanan yang dapat diberikan bank tabungan,
deposito, kredit, pengiriman uang maka semakin besar nasabah yang dapat dilayani bank, yang berarti juga akan menggeser kurva penawaran bank ke kanan;
3 Perubahan teknologi dari kelembagaan kredit. Perubahan tehnologi akan membuat produktifitas masukan meningkat, sehingga biaya marginal semakin
rendah. Seiring dengan menurunnya biaya bunga dan meningkatnya penawaran menjadi S
2
dan harga atau bunga turun dari r
1
ke r
3
. Perubahan tehnologi akan membuat kurva penawaran bergeser ke kanan dan kurva ini mempunyai elastisitas
lebih besar dibandingkan dengan kurva penawaran semula. Sebaliknya penyaluran atau penawaran kredit oleh perbankan bisa terjadi juga penurunan.
Gambar 2.1 Pengaruh elastisitas permintaan dan elastisitas penawaran terhadap suku bunga
Studi literature yang dilakukan oleh Agenor 2000 menyebutkan bahwa sebab-sebab menurunnya penyaluran kredit perbankan kepada sektor swasta di
Asia setelah krisis tahun 1997 masih menimbulkan perdebatan. Beberapa ekonom berpendapat bahwa “credit crunch” lah yang menimbulkan fenomena credit
rationing yaitu bank menolak dalam memberikan kredit terhadap nasabah tertentu
atau sebagian besar nasabah pada tingkat suku bunga berapapun. Credit crunch didefinisikan sebagai suatu situasi dimana terjadi penurunan supply kredit
perbankan secara tajam sebagai akibat dari menurunnya kemauan bank dalam menyalurkan kredit kepada dunia usaha tanpa diikuti kenaikan suku bunga
Agung et al. 2001. Credit crunch bisa diartikan juga sebagai suatu kondisi
terjadinya „keengganan” pihak bank untuk menawarkan kreditnya. Dalam
r
r
2
r
1
r
3
D
1
D
2
S
1
S
2
Q
1
Q
2
Q3 Q
Q
A B
C
1
praktiknya, bentuk “keengganan” tersebut terjadi melalui mekanisme credit
rationing, yaitu bank memperketat persyaratan-persyaratan kreditnya di luar
tingkat suku bunga. Pada saat terjadi krisis ekonomi, Perbankan enggan menyalurkan dananya ke masyarakat. Mereka lebih menyukai menempatkan
dananya di Sertifikat Bank Indonesia. Dengan demikian fungsi intermediasi perbankan antara sektor moneter dengan sektor riil menjadi tidak mampu untuk
menggerakkan perkembangan dunia usaha melalui kredit yang disalurkan. Investasi dan aktifitas ekonomi lainnya akan mengalami stagnasi bahkan
kemumduran sehingga pendapatan nasional pada akhirnya akan mengalami penurunan. Adapun penurunan kredit yang disalurkan perbankan tersebut bisa
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi demand maupun supply. Selanjutnya Agung, et al 2001 menuliskan bahwa penurunan kredit dari sisi
permintaan karena menurunnya kualitas nasabah yaitu pada saat krisis ada kecenderungan semakin meningkatnya leverage perusahaan-perusahaan yang
tercermin dari masih tingginya debt to equity ratio-nya.
Ketidakpastian yang tinggi pada saat krisis ekonomi mengakibatkan pengusaha menunda ekspansi usaha sehingga permintaan terhadap dana juga
berkurang, sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 2.2.
S
E
r r
1
E
1
D
D
1
L
1
L Kuantitas Kredit
Gambar 2.2 Penurunan kredit akibat menurunnya permintaan Sumber: Siregar 2009
Penurunan kredit dari sisi penawaran bisa disebabkan karena faktor
internal maupun eksternal. Faktor internal perbankan seperti kecukupan modal, memburuknya kualitas asset, dan ketersediaan loanble fund. Sedangkan faktor
eksternal yang menimbulkan keengganan bank untuk menyediakan pembiayaan bagi dunia usaha karena menurunnya tingkat kelayakan kredit creditworthiness
dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan. Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran diilustrasikan dalam gambar 2.3.
Suku bunga kredit
13
1
E
1
E
Gambar 2.3 Penurunan kredit akibat menurunnya penawaran Sumber: Siregar 2009
2.2 Aspek Kelembagaan Program KUR
Dalam teori Neo-Keynes, campur tangan atau peran pemerintah dalam keseimbangan pasar masih kurang. Namun seiring dengan berkembangnya teori
kelembagaan institutional economics yang berangkat dari teori biaya transaksi transactional cost, teori property right, public policy dan game theory.
Pada teori kelembagaan peran pemerintah sangat diperlukan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Terkait dengan keseimbangan pasar kredit, maka
ketika orang atau kelompok yang kurang mampu menghadapi kesulitan seperti akses permodalan maka peran pemerintah dibutuhkan. Peran pemerintah yang
dimaksud misalnya memberikan kemudahan akses, bantuan subsidi dan sebagainya. Peran pemerintah dalam KUR, misalnya memberikan subsidi bunga
dan premi asuransi. Tujuannya agar KUR terjangkau oleh masyarakat dan banyak yang bisa menikmati.
Untuk meningkatkan tata kelola yang baik good governance pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat perlu diatur pedoman pelaksanaan KUR. Melalui peraturan
menteri koordinator bidang perekonomian sebagai ketua komite kebijakan pembiayaan bagi usaha UMKM No. 4 tahun 2015 tentang pedoman pelaksanaan
Kredit Usaha Rakyat. Dengan berlakunya peraturan ini maka keputusan deputi bidang koordinasi ekonomi makro dan keuangan kementrian koordinator bidang
perekonomian selaku ketua tim pelaksana komite kebijakan penjaminan kreditpembiayaan
kepada UMKM
dan koperasi
nomor: KEP-
14D.I.M.EKON022012 tentang standar operasional dan prosedur pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Salah satu
program pemerintah dalam meningkatkan peran UMKM dalam
perekonomian
adalah dengan meningkatkan akses pembiayaan pada
perbankan dengan
pola penjaminan yang dikenal dengan program Kredit
Usaha Rakyat KUR
yang diluncurkan pada November 2007.
Dalam perkembangannya,
kinerja penyaluran KUR sangat baik
dalam memberikan
pembiayaan kepada UMKM sejak tahun 2007 sampai dengan
Desember 2014
KUR yang telah disalurkan mencapai sebesar Rp178,8 triliun dengan total debitur
sebanyak 12,4
juta debitur. Sedangkan pada tahun
2014, jumlah kredit
yang dapat disalurkan adalah Rp 40,2
D
L
1
L Kuantitas Kredit
r
1
r S
1
S Suku bunga
kredit
t
riliun kepada
2,4 juta debitur. Pencapaian ini
telah melampaui target
penyaluran tahunan.
Perkembangan
sektor jasa keuangan tahun 2014 memungkinkan pembiayaan
terhadap UMKM
tidak hanya dapat dilakukan oleh perbankan namun
juga oleh Lembaga Jasa
Keuangan Non Bank seperti Perusahaan Pembiayaan
multi
finance, Perusahaan Modal Ventura, dan juga Lembaga Keuangan Mikro
yang lahir di berbagai
daerah.
Arah kebijakan di
bidang UMKM dan koperasi dalam periode tahun 2015- 2019
adalah
meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi sehingga mampu
tumbuh menjadi
usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar
naik kelas
dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional.
Strategi
pembangunan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1 peningkatan kualitas
sumber daya manusia; 2 peningkatan akses pembiayaan
dan perluasan
skema pembiayaan; 3 peningkatan nilai tambah produk
dan jangkauan
pemasaran; 4 penguatan kelembagaan usaha; 5 peningkatan
kemudahan, kepastian
dan perlindungan usaha.
Plafon KUR Mikro yang baru adalah sampai dengan Rp 25 juta. Penyaluran KUR bisa melalui Lembaga Linkage yaitu lembaga berbadan hukum
yang dapat menerus pinjamkan KUR dari Bank Pelaksana kepada Debitur, yaitu Koperasi Sekunder, Koperasi Primer, Bank Perkreditan RakyatSyariah
BPRBPRS, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, Lembaga Keuangan Mikro pola konvensional atau syariah, LKBB lainnya, dan kelompok
usaha.
Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan
jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik
melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala
mikro kepada anggota
dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun
pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan.
Linkage pola executing adalah KUR Mikro yang diberikan oleh Bank
Pelaksana kepada lembaga linkage untuk diterus-pinjamkan kepada debitur end user.
Kewajiban pengembalian KUR Mikro menjadi tanggung
jawab dari lembaga linkage
selaku penerima KUR Mikro. Sedangkan linkage pola channeling adalah KUR Mikro yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada Debitur melalui lembaga
linkage selaku agen. Kewajiban pengembalian KUR Mikro menjadi tanggung
jawab dari Debitur end userselaku penerima KUR Mikro.
2.3 Pengaruh Subsidi Premi Pada Keseimbangan Pasar KUR
Pada saat ini suku bunga kredit Kredit Usaha Rakyat KUR untuk skala mikro sebesar 10-10,5 persen flat per tahun. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit
program yang disalurkan menggunakan pola penjaminan. Kredit ini diperuntukkan bagi pengusaha mikro yang tidak memiliki agunan tetapi memiliki
usaha yang layak dibiayai oleh bank. Pemerintah mensubsidi Kredit Usaha Rakyat KUR dengan tujuan memberdayakan usaha mikro yang ada di Indonesia.
Subsidi yang diberikan pemerintah adalah premi asuransi. Dengan diasuransikan kredit yang disalurkan, maka akan mengurangi kerugian apabila terjadi resiko
gagal bayar. Dengan diasuransikan kredit tersebut, maka penyaluran kredit mikro