29 kredit 9,46 persen lebih tinggi dari yg tidak medapat kredit mikro.
Di Pakistan, Noreen et al. 2011 menguji dampak pembiayaan mikro untuk mengurangi
kemiskinan dengan mengukur tingkat pendidikan anak, perumahan, ketahanan makanan, pengeluaran rumah tangga dan aset rumah tangga. Pembiayaan mikro
juga memberikan dampak positif dan meningkatkan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga peminjam dilakukan oleh AkramHussain 2011 di Pakistan dan
Hossain 2012 di Bangladesh. Masih di Pakistan, Shirazi dan Khan 2009 meneliti dampak positif mikro kredit telah mengurang kemiskinan sebesar 3.05
persen selama periode penelitiannya dan peminjam cenderung berpindah ke kelompok yang berpenghasilan lebih tinggi. Kredit rumah tangga memiliki
dampak positif dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi rumah tangga di Vietnam yaitu meningkat nya tingkat konsumsi per kapita baik makanan maupun
non makanan Quarch et al 2005. Duong Thanh 2015 meneliti dampak kredit mikro terhadap kesejahteraan rumah tangga di pedesaan di Vietnam. Hasil
menunjukkan bahwa kredit mikro meningkatkan standar hidup dilihat dari sisi pendapatan dan konsumsi. Namun untuk masyarakat miskin ternyata tidak ada
bukti yang menunjukkan adanya dampak pada pendapatan, hanya pada konsumsi saja.
Wanita sering diabaikan dalam pembiayaan mikro sehingga sering dibatasi. Vitor 2012 meneliti bahwa wanita yang menggunakan mikro kredit memiliki
pendapatan usaha lebih tinggi daripada yang tidak menggunakan kredit mikro dalam usahanya. Pembiayaan mikro memberikan dampak positif pada
pengurangan kemiskinan diantara usaha wanita di Nigeria Selatan Ifelunini dan Wosowei 2012.
Thoha 2000 meneliti tentang keefektivitas kukesra dalam pengentasan kemiskinan dengan menyoroti beberapa aspek seperti umur, tingkat pendidikan,
jumlah anak, kondisi rumah, jenis pekerjaan, penghasilan, jumlah ternak dan jenis peralatan rumah tangga yang dimiliki. Kredit tidak diberikan kepada nasabah yang
relatif tua diatas 50 tahun karena lebih beresiko, sehingga kemungkinan terjadinya misalokasi kredit lebih besar. Semakin tinggi pendidikan seseorang,
maka semakin besar pula kemampuan dalam mengaktualisasi potensi dirinya untuk mengelola usaha. Kondisi rumah merupakan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan masyarakat. Ada 6 enam unsur pokok yang disoroti berkaitan dengan kondisi tempat tinggal usaha mikro yaitu luas bangunan, luas tanah,
kondisi lantai, kondisi dinding, kondisi rumah permanen dan tidak dan status pemilikan rumah. Indikator lainnya yang digunakan untuk mengetahu kondisi
sosial ekonomi adalah peralatan rumah tangga yang dimiliki karena merupakan aset rumah tangga. Semakin banyak jumlahnya maka semakin baik kondisi sosial
ekonomi rumah tangga tersebut. Variabel ini digunakan skala likert dengan memberikan bobot yang sama yaitu 1 pada setiap jenis peralatan tersebut dengan
demikian berdasarkan jumlah peralatan yang dimiliki. Thoha 2000 mengukur perbedaan variabel variabel diatas sebelum dan setelah mendapat kredit.
2.10 Kajian Keberlangsungan Penyalur Kredit Usaha Rakyat
Sebelum KUR ini diluncurkan masih banyak kredit usaha yang disalurkan masih sekedar berdasarkan pendekatan proyek saja dan pendekatan top down.
Pendekatan ini belum mendasarkan pada aspirasi dari bawah sehingga belum
banyak menyentuh kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat. Sehingga skim kredit selama ini tidak mampu berlanjut karena mengalami kegagalan baik
mengenai dampaknya apalagi dalam pengembalian kredit. Kredit seperti ini biasanya masih bersifat sektoral saja. Dengan demikian keberlanjutan atau
sustainability
tidak terjadi karena biasanya skim kredit yang berdasarkan proyek dan pendekatan top down ini banyak rekayasa dan tidak alami. Berbicara
mengenai skim kredit dengan pendekatan proyek atau program berarti terdapat juga skim kredit yang tidak berdasarkan pendekatan proyek atau program. skim
kredit tersebut adalah kredit non program. Hal ini berarti kredit tersebut mengenakan persyaratan umum yang perbankan lakukan seperti tingkat suku
bunga yang dikenakan merupakan tingkat bunga komersial. Skim KUR sekarang ini menggunakan tingkat bunga komersial. Selain itu bedanya dengan skim kredit
kredit sebelumnya yang menggunakan pendekatan proyek adalah penyaluran KUR dilindungi oleh lembaga penjaminan PT Jamkrindo dan PT Askrindo,
sehingga bank penyalur akan mendapatkan jaminan atas dana yang sudah disalurkan. Banyak skim kredit dengan tingkat bunga rendah atau kadang sama
sekali tidak mengenakan bunga bahkan tanpa kewajiban pengembalian kredit justru malah tidak mengentaskan kemiskinan, karena bisa jadi pemberian cuma
cuma tidak menciptakan kreativitas dan menyebabkan ketergantungan saja.
Berkelanjutan berarti penerima kredit memiliki kemampuan untuk membayar kembali hutang pokok beserta bunganya. Biaya biaya yang dikeluarkan
termasuk biaya untuk memperoleh kredit tersebut terbayarkan oleh pendapatan yang diterima karena meningkatnya produksi setelah diterimanya kredit. Tingkat
kelancaran pembayaran juga biasanya menunjukkan nasabah viable untuk mendapatkan kredit lagi. Dari sisi penyalur kredit, berkelanjutan berarti
pendapatan yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan untuk menyalurkan kredit tersebut. Dengan kata lain bank penyalur KUR mencapai
viabilitas finansial. Berkelanjutan juga berarti bank akan menyalurkan kembali kredit kepada unit usaha yang semakin luas atau meminjamkan kembali kepada
pihak unit usaha yang telah selesai membayar semua kewajibannya. Banyak pendekatan analisis yang dapat digunakan untuk mengkaji tentang keberlanjutan
suatu skim kredit. Namun pendekatan yang komprehensif dengan memperhatikan dua sisi lembaga dan nasabah sekaligus masih terbatas. Sebuah pendekatan
analisis yang cukup komprehensif yang pernah dilakukan dan dapat menggambarkan secara utuh tentang keberlanjutan sebuah skim dengan
memperhatikan sisi nasabah dan lembaga adalah pendekatan yang dilakukan oleh Syukur 2002. Menurut Syukur keberlanjutan sustainable suatu skim kredit
berkaitan dengan masalah: 1 viabilitas finansial, 2 viabilitas kelembagaan manajerial, dan 3 viabilitas peserta program peminjam. Keberlanjutan
menunjuk pada suatu kondisi dimana suatu skim dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama.
Viabilitas finansial berarti bahwa skim kredit dapat menutupi seluruh ongkos operasi dari pendapatan yang diperoleh bunga dari peminjam pada suatu
periode waktu tertentu. Viabilitas kelembagaan berkaitan dengan sejauhmana kelembagaan delivery system kredit yang dibangun dapat memberikan pelayanan
dengan landasan yang kuat dan dapat dijamin keberlanjutannya. Sedangkan viabilitas peminjam adalah suatu kondisi dimana keuntungan dari usaha oleh
peminjam yang berasal dari pinjaman tersebut dapat menutupi semua biaya
31 pinjaman dan pokok pinjaman. Selain itu peminjam masih memperoleh
keuntungan untuk
pengembangan usahanya
dan dapt
meningkatkan pendapatannya. Tingkat pengembalian pinjaman yang tinggi dan adanya
kemampuan untuk pemupukan modal melalui akumulasi modal dalam bentuk tabungan adalah syarat keharusan necessary condition bagi keberlanjutan suatu
skim kredit, begitu juga viabilitas finansial. Sedangkan viabilitas kelembagaan adalah suatu syarat kecukupan sufficient condition yang harus dipenuhi agar
skim tersebut memiliki kemampuan replicability dan acceptable oleh masyarakat sasaran.
Syukur menemukan bahwa selama penelitiannya antara tahun 1993 sampai 1999 untuk kredit karya usaha mandiri, hanya pada tahun 1993 dan 1994 terjadi
viabilitas finansial, dan tahun 1995 sampai tahun 1999 tidak terjadi viabilitas karena pendapatan bunga tidak bisa menutupi biaya operasional KUM tersebut.
Kredit mikro dianggap tidak menguntungkan bagi perbankan, karena biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan masyarakat miskin dianggap mahal dan
banyak hambatan Demirguc-Kunt and Klapper 2012. Banyak penelitian, kredit mikro bermanfaat bagi masyarakat, namun sebaliknya perusahaan pembiayaan
mikronya tidak berlanjut. Banyak pembiayaan mikro memiliki marjin yang tipis karena tidak efisien. Oleh karena itu, produktifitas dalam dunia perbankan sangat
penting dianalisis. Menurut Parasuraman 2010 bank harus berusaha untuk meningkatkan kemampuannya untuk mengubah input termasuk deposito dan
tabungan untuk disalurkan dalam bentuk pinjaman sebagai output. Terkadang biaya untuk menyalurkan kredit lebih besar dibandingkan dengan pendapatannya.
KUR disalurkan melalui beberapa bank yang ditunjuk oleh pemerintah, namun kenyataannya tidak semua bank melayani segmen rumah tangga mikro.
Kenyataannya, masih banyak bank yang memilih melayani nasabah besar, baik karena alasan lebih efisien ataupun kredit mikro dianggap lebih beresiko.
Penyaluran KUR mikro ini lebih dari 90 persen dikuasai oleh sebuah bank nasional yang memiliki jaringan terluas di Indonesia. Dengan demikian, perlu
kiranya studi ini bertujuan untuk menganalisis seberapa jauh bank-bank unit dari bank terbesar penyalur KUR tersebut bisa efisien dan produktif. Karena syarat
program berlangsung adalah dari sisi supply maupun demand harus sama-sama menguntungkan. Suatu sistem perbankan yang efisien akan menghasilkan
keberlangsungan dan menguntungkan konsumer. Dari sudut pandang ekonomi, hanya yang memiliki produktifitas yang tinggi akan mampu bertahan dalam
kondisi persaingan karena marjin akan semakin menurun dan yang tidak efisien akan tersingkir Burger and Moormann 2008. Beberapa bank yang ditunjuk
untuk menyalurkan KUR mikro tidak sanggup mencapai lapisan rumah tangga yang berpendapatan rendah, karena pinjaman mikro biasanya berbiaya mahal.
Akibatnya bunga yang dikenakan harus tinggi akhirnya tidak mampu efisien dan bertahan. Oleh karena itu, sering ada tradeoff antara menjangkau outreach
masyarakat miskin atau keberlangsungan dan efisien. Dari data nasional mengenai KUR mikro, jangkauan kredit dilihat dari rata-rata besarnya pinjaman adalah Rp
8,3 juta per nasabah. Tingkat NPL nya untuk mikro hanya sekiatar 2 persen lebih rendah dibanding dengan kredit bukan mikro.
Efisiensi dan efektifitas merupakan alat management yang saling terkait. Efektifitas berkaitan dengan hasil yang bisa dimaksimalkan dan efisiensi berkaitan
dengan minimalisasi biaya. Dengan kata lain Falkena et al. 2004 membedakan