19 mencerminkan kemampuan penduduk dalam wilayahNegara tertentu untuk
menghasilkan income. Semakin kecil GDP per kapita yang dihasilkan oleh suatu masyarakat, maka semakin miskin masyarakat itu. Suman 2007 menuliskan
bahwa para kritikus berpendapat bahwa indikator ini hanya mencerminkan kuantitas, dan tidak berbicara tentang kualitas hidup masyarakat. Dari sini
kemudian lahir indikator alternatif untuk mengukur kemiskinan, yaitu Physical Quality of Life Index
PQLI atau lebih dikenal sebagai basic need approach. PQLI adalah sebuah indikator kesejahteraan yang mempertimbangkan kecukupan
sandang, pangan, dan kecukupan papan. Dengan begitu kita akan mengkaitkan „apa yang terlihat‟ dengan anugerah-anugerah lainnya yang bersifat non-uang
non ekonomi murni dan non fisik seperti kesehatan dan pendidikan. BPS pun mengenal apa yang disebut dengan Indeks Pembangunan
Manusia IPM. IPM disusun dari tiga komponen yaitu: lamanya hidup diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan
kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk 15 tahun keatas dengan bobot dua per tiga dan rata rata lamanya sekolah dengan bobot sepertiga, dan
tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan purchasing power parity PPP rupiah. Pembangunan manusia yang
berhasil akan membuat usia rata rata masyarakat meningkat; juga ditandai dengan peningkatan pengetahuan yang bermuara pada peningkatan kualitas SDM.
Pencapaian dua hal ini selanjutnya akan meningkatkan mutu hidup dalam arti layak.
Uraian diatas menegaskan bahwa pendapatan masyarakat atau GDP, bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur kemiskinan. Kemiskinan bukan
lagi hanya menyangkut uang nominal yang diterima sebagai pendapatan income. Kemiskinan tidak juga hanya berbicara tentang ketersediaan sandang, pangan,
papan, tapi juga mempertimbangkan aspek pendidikan dan kesehatan.
2.5 Peranan Kredit dalam Pengembangan Usaha mikro
Kredit Usaha Rakyat KUR adalah kreditpembiayaan Modal Kerja dan atau Investasi kepada usaha mikro di bidang usaha yang produktif dan layak
namun belum bankable yang dijamin oleh Perusahaan Penjamin. KUR bukan merupakan hibah Pemerintah kepada masyarakat. Sesuai dengan pengertian KUR
sebelumnya disebutkan bahwa KUR adalah KreditPembiayaan kepada usaha mikro, sehingga usaha mikro wajib mengembalikan dana pinjaman KUR tersebut
kepada Bank pemberi KUR. Pengertian usaha mikro menurut BPS 2000 adalah suatu usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang diluar anggota
keluarga. Berdasarkan Bank Indonesia dalam UU no. 10 tahun 1999, usaha mikro adalah semua usaha yang dijalankan oleh keluarga, local sumberdaya dan
teknologi sederhana, mudah memulai maupun menutupnya.
Manfaat KUR bagi usaha mikro adalah membantu pembiayaan yang dibutuhkan dan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Sedangkan Manfaat
KUR bagi Pemerintah adalah tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro dalam rangka penanggulangan pengentasan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa masalah utama yang dihadapi usaha mikro saat ini
adalah kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan pemodalan.
Biasanya usaha mikro mengandalkan modal sendiri yang jumlahnya sangat terbatas, dan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit
diperoleh karena persyaratan baik administrasi maupun teknis tidak bisa dipenuhi. Kredit mikro didefinisikan sebagai program pemberian kredit berjumlah kecil
kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli
terhadap diri sendiri dan keluarganya microcredit summit 1997. Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada
para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun. Sementara oleh Bank Rakyat
Indonesia BRI kredit mikro didefinisikan sebagai pelayanan kredit dibawah Rp 50 juta.
2.6 Lembaga Keuangan Mikro
Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya usaha mikro dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank
Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro, maka penyaluran KUR Linkage dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya
usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro LKM dan KSPUSP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang
bekerjasama dengan Bank Pelaksana.
Lembaga Keuangan Mikro sangat berpotensi menggerakkan dan memberdayakan ekonomi pedesaan. Untuk itu, lembaga pembiayaan usaha tani
dan usaha mikro kecil dalam perwujudannya ke depan harus mengoptimalkan pengembangan LKM, misalnya dengan membantu LKM tersebut baik dari aspek
pembiayaan maupun manajemen kelembagaan Siregar, 2009. Peranan tujuh perbankan pelaksana dan bank bank daerah saat ini untuk menyalurkan KUR
menunjukkan peningkatan. Namun BRI lah yang masih terdepan dalam pembiayaan mikronya karena memiliki BRI unit yang tersebar luas di Indonesia.
Peran bank-bank daerah hendaknya perlu ditingkatkan karena mereka memiliki kedekatan dengan daerah dan masyarakat sekitarnya. Peranan bank bank dan
lembaga keuangan mikro ini bertujuan untuk menggerakkan kegiatan kegiatan produktif. Berbeda dengan BUMN pegadaian yang lebih banyak melayani
nasabah untuk kegiatan kegiatan konsumtif.
LKM memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan berbagai jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro. LKM
memiliki bentuk dan ragam yang luas dalam bentuk kredit maupun pembiayaan lainnya dan menggunakan prosedur dan mekanisme yang fleksibel. Banyaknya
ragam dan jenis LKM yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, membuat Indonesia layak disebut sebagai laboratorium keuangan mikro di dunia Ismawan
dan Budiantoro, 2005. Lembaga lembaga keuangan mikro di Indonesia seperti diilustrasikan di gambar 2.5.
21
m
Gambar 2.5 Lembaga keuangan mikro di Indonesia
Sumber: Siregar 2009, hal 407 Keterbatasan usaha mikro untuk mengakses lembaga perbankan formal
merupakan potensi pasar yang sangat besar yang bisa dikeloala oleh LKM. Dari sisi prosedur dan administrasi peminjaman, LKM memiliki beberapa keunggulan,
meskipun secara umum biaya atas dana pinjaman lebih tinggi sedikit dibanding dengan perbankan. Pemberian pinjaman atas dasar kepercayaan, karena tidak
adanya agunan dan angsuran bisa disesuaikan dengan kemampuan nasabah. Adanya LKM ini diharapkan mampu menghilangkan peran rentenir. Meskipun
demikian, LKM juga menghadapi beberapa kendala seperti kemampuan untuk menghimpun dana dari anggota maupun terbatasnya kemampuan pengelolaan
usaha LKM. Jumlah LKM yang beragam dengan sumber pembinaan yang berbeda beda menyebabkan pengawasan yang sulit karena berbeda-beda ketentuan yang
ditetapkan.
Terdapat dua tipe lembaga kredit di pedesaan Nuryartono 2005, yaitu lembaga kredit formal dan kredit informal. Pasar kredit formal, merupakan
mediasi antara para depositor dengan para penyalur kredit dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah yang disubsidi oleh pemerintah. Untuk pasar kredit
informal, pinjaman bisa diperoleh dari individu, pedagang, tuan tanah, teman maupun kerabat.
Karakteristik pasar kredit informal adalah; 1 pinjaman sering didasarkan perjanjian tidak tertulis, karenanya biaya transaksi rendah. 2 pasar kredit
biasanya sangat tersegmentasi. 3 rata-rata tingkat suku bunga biasanya relatif
BANK
Non Bank
BPD BRI Unit
BPRBPR BPR-
BKD
BPR- Non
BKD
Formal
Non Formal LDKP
Kosipa USP
KSM, LSM, BMT,
Arisan, dll
LKM
lebih tinggi dibandingkan dengan pasar kredit formal. 4 pasar kredit informal terhubung dengan pihak lain seperti pemilik tanah, tenaga kerja ataupun pasar
hasil pertanian. 5 ada kecenderungan penyalur kredit bersifat monopoli 6 dan ada credit rationing yang signifikan.
Pinjaman baik formal maupun informal merupakan imperfect substitutes. Kapanpun tersedia kredit formal akan mengurangi tetapi tidak menghilangkan
pinjaman informal.
2.7 Kajian Faktor-Faktor yang Mendorong Pengajuan Kredit
Usaha mikro yang jumlahnya banyak dan tersebar luas di semua sektor dan wilayah, tidak bisa dipungkirin menghadapi permasalahan utama yaitu
permodalan. Masalah permodalan umumnya disebabkan karena usaha mikro merupakan usaha perorangan yang mengandalkan modal sendiri dengan jumlah
yang terbatas dan keterbatasan akses ke sumber sumber permodalan, terutama akses ke lembaga keuangan formal seperti bank. Menurut Siregar 2009
mengungkapkan bahwa ketersediaan dana melalui berbagai skim kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang masih rumit, dan persyaratan yang cukup berat
seperti persyaratan administrasi dan jaminan menjadi hambatan dalam mengakses dana tersebut. Hal ini mengundang hadirnya rentenir yang memberikan pinjaman
dengan mudah dan dengan tingkat bunga yang besar. Dengan demikian sebenarnya unit usaha mikro tidak begitu mempermasalahkan bunga yang tinggi
namun yang penting akses yang mudah. Sedangkan di pihak perbankan, keengganan bank untuk menyalurkan kreditnya kepada usaha mikro karena
adanya anggapan bahwa usaha mikro tidak bankable, yaitu usaha mikro tersebut belum dapat memenuhi persyaratan pembiayaan dari bank. Padahal sasaran KUR
termasuk usaha mikro yang produktif usaha untuk menghasilkan barang dan jasa untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha
dan usaha layak usaha calon debitur yang menguntungkanmemberikan laba sehingga mampu membayar bungamarjin dan mengembalikan seluruh hutang dan
bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati. Tentu saja usaha mikro tersebut yang belum bankable.
Ada beberapa orang memang tidak mau mengajukan kredit karena tidak membutuhkan kredit atau karena orang enggan terhadap resiko kredit risk averse.
Pengetahuan karakter ini sangat penting bagi perbankan untuk membantu menganalisis apakah kredit akan diberikan atau tidak. Namun penelitian yang
dilakukan oleh Dwiwati 2008 yang mengkaji tentang penyaluran kredit usaha kecil KUK melalui program kredit kemitraan BUMN KKB - PT. BNI
menyatakan bahwa proses penyaluran kredit dan pengembalian kredit KKB sebetulnya hanya dipengaruhi oleh character, capacity dan condition of economy
atau 3C karena umumnya usaha mikro kecil UMK tidak memiliki capital maupun collateral
. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis matrik internal factor evaluation IFE
, External Factor Evaluation EFE dan matrik Internal External IE
serta analisis SWOT. Berdasarkan hasil kajiannya menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi program KKB adalah
prosedur pengajuan yang tidak berbelit dan syarat pengajuan yang mudah. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi orang meminjam adalah