Data Envelopment Analysis DEA
53 yaitu 0,89 dibandingkan dengan usaha mikro tanpa KUR sebesar 0,40. Sayangnya,
tidak semua tenaga kerja tersebut dibayar karena alasan sebagai anggota keluarga. Jadi, rata-rata tenaga kerja yang dibayar yang mampu terserap dalam usaha mikro
hanya sebesar 20,34 persen untuk non-KUR dan 34,34 persen untuk usaha mikro yang meminjam KUR. Rata-rata lama usaha mikro non-KUR adalah 9,08 tahun.
Ini lebih lama dibandingkan rata-rata usaha mikro yang meminjam KUR 5,47 tahun. Sebagai usaha rumah tangga mikro yang biasanya dikategorikan sebagai
usaha informal, maka tidak ada batasan jam kerja yang berlaku. Secara keseluruhan, jam kerja usaha informal ini memiliki rata-rata jam kerja yang
panjang yaitu kurang lebih 59,85 jam per minggu. Jumlah ini jauh lebih lama dibandingkan dengan dengan jam kerja formal yang biasanya hanya sampai 40
jam per minggu. Rata-rata jam kerja per minggu untuk usaha mikro non-KUR lebih lama yaitu 61,33 jam dibandingkan dengan usaha mikro yang menggunakan
KUR sebesar 58,15 jam per minggu. Rata-rata jam kerja usaha mikro ini bisa bertambah lama, jika diakumulasikan dengan pekerjaan sampingan yang mereka
kerjakan. Dari total 332 usaha mikro dalam penelitian ini, sekitar 26,51 persen memiliki pekerjaan sampingan. Semakin lama jam kerja bisa menunjukkan
semakin tinggi pendapatan yang akan diperoleh, namun bisa juga menunjukkan ketidak efisiensinya suatu usaha.
Tabel 5.4 Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga usaha mikro di Pati
Deskripsi Non-KUR
N
1
=177 KUR N
2
=155 Total Responden
N
3
=332 Jumlah
n
1
dari N
1
Jumlah n
2
dari N
2
Sub-Total N
4
=n
1
+n
2
dari N
3
Sosial ekonomi; Tenaga kerja
orang 71
40,11 138 89,03
209 62,95
Tenaga kerja yang dibayar
36 20,34 78
50,32 114
34,34 Rata-rata lama
usaha th 9,08
5,47 7,4
Rata-rata jam kerjamgg
61,33 58,15
59,85 Jenis Usaha:
Dagangretail 130 73,45
70 45,16 200
60,24 Produksi
23 12,99 26 16,77
49 14,76
Jasa 16 9,04
30 19,36 46
13,86 Peternakan
5 2,83 12 7,74
17 5,12
Perikanan 3 1,69
12 7,74 15
4,52 Pertanian
0 0,0 5
3,23 5
1,50 Jarak:
Jarak ke pasar kec. km
4,83 4,27
4,58 Jarak ke bank
km 4,23
4,23 4,23
Produk di pasarkan:
Deskripsi Non-
KUR N
1
=177 KUR
N
2
=155 Total
Responden N
3
=332 Jumlah
n
1
dari N
1
Jumlah n
2
dari N
2
Sub-Total N
4
=n
1
+n
2
dari N
3
Di pasar 28 15,82
23 14,84
51 15,36
Keliling 9
5,08 11
7,10 20
6,02 Hambatan
usaha: Modal
65 36,72 102
65,81 167
50,30 Pemasaran
112 63,28 53
34,19 165
49,70 Rata-rata modal
kerja Rpminggu
2.163.41 2
3.748.19 4
2.903.304
Kepemilikan rekening bank:
Ya 42 23,73
89 57,42
131 39,46
Tidak 135 76,27
66 42,58
201 60,54
Pekerjaan sampingan
Ya 48 27,12
40 25,81
88 26,51
Tidak 129 72,88
115 74,19
244 73,49
Pasangan kerja Ya
99 55,93 80
51,61 179
53,92 Tidak
78 44,07 75
48,39 153
46,08 Pinjaman selain
KUR Ya
73 41,24 38
24,52 111
33,43 Tidak
104 58,76 117
75,48 221
66,57 Jenis usaha yang banyak ditekuni oleh rumah tangga usaha mikro adalah
perdagangan atau ritel mencapai 60,24 persen. Dalam penelitian ini, usaha yang dimaksud dalam sektor ini adalah usaha informal seperti warung kebutuhan
sehari-hari, warung bakso, mie ayam dan jenis-jenis usaha lainnya yang umum di pedesaan. Usaha-usaha tersebut memiliki karakteristik barrier to entry yang
rendah, bahkan bisa diabaikan dengan tingkat pengembalian modal kerja sampai 70 persen Grimm et al. 2011. Sehingga banyak orang baik dengan pendidikan
tinggi maupun rendah dengan mudah untuk memasuki usaha ini. Untuk usaha mikro yang pinjam KUR, jenis usaha terbanyak juga sektor perdagangan dan ritel
45,16 persen diikuti jasa 19,36 persen, sektor pengolahan 16,77 persen, peternakan dan perikanan masing-masing 7,74 persen. Sebaran jenis usaha
memiliki proporsi yang seiring dengan masing masing kecamatan yaitu di Kecamatan Margorejo dan Kecamatan Dukuhseti, dimana sektor ritel
mendominasi pinjaman KUR seperti terlihat di tabel 5.5 dan 5.6.
Di tabel 5.5 terlihat bahwa di Kecamatan Margorejo, jenis usaha mikro terbanyak baik yang menggunakan KUR maupun tidak menggunakan KUR
adalah dagang. Hambatan terbanyak yang dihadapi oleh usaha mikro tanpa menggunakan KUR adalah hambatan pemasaran, sedangkann yang menggunakan
55 KUR banyak yang mengalami hambatan modal. Secara keseluruhan hambatan
yang dihadapi terbanyak adalah hambatan pemasaran.
Tabel 5.5 Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga usaha mikro di Kec. Margorejo
Deskripsi Non-KUR N
1
=107 KUR N
2
=69 Total Responden
N
3
=176 Jumlah
n
1
dari N
1
Jumlah n
2
dari N
2
Sub-Total N
4
=n
1
+n
2
dari N
3
Jenis Usaha: Dagangretail
86 80,37 45
65,22 131
74,43 Produksi
11 10,28 9
13,04 20
11,36 Jasa
6 5,61 8
11,59 14
7,95 Peternakan
2 1,87 3
4,35 5
2,84 Perikanan
2 1,87 1
1,45 3
1,70 Pertanian
0 0,0 3
4,35 3
1,70 Hambatan usaha:
Modal 44
41,12 40 57,97
84 47,73
Pemasaran 63
58,88 29 42,03
92 52,27
Rata-rata modal kerja Rpminggu
2.323.430 412
3.936.594 3.130.012
Kepemilikan rekening bank:
Ya 23
21,50 36
52,17 59
33,52 Tidak
84 78,50
33 47,82
117 66,48
Pekerjaan sampingan
Ya 30
28,04 21
30,43 51
28,98 Tidak
77 71,96
48 69,59
125 71,02
Pasangan kerja Ya
60 56,07
29 42,03
89 50,57
Tidak 47
43,93 40
57,97 87
49,43 Pinjaman selain
KUR Ya
48 44,86
54 78,26
102 57,95
Tidak 59
55,14 15
21,74 74
42,05
Pola karakteristik sosial ekonomi rumah tangga usaha mikro di Kecamatan Dukuhseti sedikit berbeda dengan yang berada di Kecamatan Margorejo tabel
5.6. Jenis usaha baik yang menggunakan KUR maupun tanpa KUR didominasi oleh dagangritel. Namun usaha terbanyak kedua untuk usaha mikro tanpa KUR
adalah produksi, sedangkan yang menggunakan KUR terbanyak kedua adalah sektor jasa. Secara keseluruhan, hambatan terbanyak yang dihadapi oleh usaha
mikro di Kecamatan Dukuhseti adalah masalah modal sebanyak 59,62 persen.
Berdasarkan hasil penelitian, tampaknya usaha pertanian hanya memiliki porsi yang terendah untuk mendapatkan pinjaman KUR. Pertanian dianggap
kegiatan ekonomi dengan resiko yang tinggi di negara berkembang. Pemberi pinjaman formal menghindari pembiayaan pertanian untuk sejumlah alasan
seperti; transaction cost yang tinggi, asimetri informasi, persepsi keuntungan yang rendah, kurangnya jaminan, rendahnya pendidikan maupun rendah dalam
melek keuangan. Tetapi secara umum, bank-bank tidak mau membiayai pertanian karena tingkat produksi yang fluktuatif dan resiko harga yang tidak terkontrol
dalam sektor tersebut Wenner, 2010. Penelitian yang dilakukan Togba 2012 di
Cote d‟Ivoire juga menjelaskan secara statistik bahwa pembiayaan mikro terbesar bukan sektor pertanian tetapi sektor perdagangan sekitar 30 persen. Gambar 5.1
menunjukkan sebaran jenis usaha mikro baik pinjam KUR maupun tidak. Tabel 5.6 Karakteristik sosial ekonomi RT usaha mikro di Kec. Dukuhseti
Deskripsi Non-KUR N
1
=70 KUR N
2
=86 Total Responden
N
3
=156 Jumlah
n
1
dari N
1
Jumlah n
2
dari N
2
Sub-Total N
4
=n
1
+n
2
dari N
3
Jenis Usaha: Dagangretail
44 62,86 25
29,07 69
44,23 Produksi
12 17,14 17
19,77 29
18,59 Jasa
10 14,29 22
25,58 32
20,51 Peternakan
3 4,29 9
10,47 12
7,69 Perikanan
1 1,43 11
12,79 12
7,69 Pertanian
0 0,0 2
2,33 2
1,28 Hambatan usaha:
Modal 30
42,86 63 73,26
93 59,62
Pemasaran 40
57,14 23 26,74
63 40,38
Rata-rata modal kerja Rpminggu
1.918.857 3.597.035
2.757.946 Kepemilikan
rekening bank: Ya
19 27,14
53 61,63
72 46,15
Tidak 51
72,86 33
38,37 84
53,85 Pekerjaan
sampingan Ya
18 25,71
19 22,09
37 23,72
Tidak 52
74,29 67
77,91 119
76,28 Pasangan kerja
Ya 39
55,71 40
46,51 79
50,64 Tidak
31 44,29
46 53,49
77 49,36
Pinjaman selain KUR
Ya 25
35,71 23
26,74 48
30,77 Tidak
45 64,29
63 73,26
108 69,23
Pada tabel 5.4 di atas rata-rata lokasi usaha atau rumah tangga usaha mikro
berjarak 4,58 kilometer km dari pasar kecamatan. Lokasi usaha mikro yang meminjam KUR rata-rata memiliki jarak 4,27 km dari pasar kecamatan. Jarak ini
lebih dekat dibandingkan dengan rata-rata lokasi usaha mikro non-KUR sekitar 4,83 km. Sedangkan rata-rata jarak lokasi usaha mikro dengan lokasi bank, baik
yang meminjam KUR maupun non-KUR adalah 4,23 km. Berdasarkan data penelitian, sebagian besar produk dipasarkan di rumah atau di tempat usaha,
keliling dan pasar termasuk tokowarungbengkel yang berada di luar rumah. Baik rumah tangga usaha mikro yang meminjam KUR maupun bukan KUR
tempat produk dipasarkan di rumah hampir 80 persen. Terbanyak kedua, produk dipasarkan di pasartokowarungbengkel sekitar 15 persen, dan sisanya pelaku
usaha mikro memasarkan produknya dengan cara keliling.