Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akses KUR

69 Pengeluaran makanan . Rumah tangga usaha mikro biasanya memiliki karakteristik proporsi pengeluaran makanan yang lebih besar dibanding dengan pengeluaran non makanan. Pada tingkat signifikasi 5 persen maka variabel pengeluaran makanan sangat signifikan negatif terhadap pembayaran kembali pinjaman lancar. Sehingga semakin tinggi pengeluaran untuk makanan maka usaha mikro akan semakin mengalami kesulitan pembayaran pinjaman. Pekerjaan sampingan . Pelaku usaha mikro memiliki waktu yang fleksibel dan tergantung mereka mengaturnya. Dengan memiliki pekerjaan sampingan diharapkan akan memiliki pendapatan yang lebih besar sehingga kemampuan untuk membayar kembali pinjaman semakin besar. Peluang usaha mikro yang memiliki pekerjaan sampingan untuk membayar pinjaman KUR lancar 36,62 kalinya usaha mikro yang hanya mengandalkan satu usaha saja. Wongnaa dan Vitor 2013, dalam penelitiannya mengungkap bahwa pekerjaan tambahan dari off farm memiliki pengaruh positif dalam pembayaran hutang. Memiliki banyak usaha oleh Tundui dan Tundui, 2012 juga mengurangi masalah dalam pembayaran pinjaman. Keuntungan dari usaha lain bisa membantu dalam pembayaran pinjaman. Sumber pinjaman lain. Usaha mikro yang memiliki sumber pinjaman lain signifikan negatif mempengaruhi pembayaran kembali pinjaman dengan lancar. Ini berarti semakin banyak cicilan yang harus dibayar sehingga semakin bermasalah dalam pembayaran pinjaman KUR. Peluang untuk membayar pinjaman KUR dengan lancar sebesar 0,22 kali, dengan kata lain peluang nasabah KUR yang memiliki sumber pinjaman lain untuk terlambat bayar sebesar 4,54 kalinya dibandingkan dengan nasabah yang hanya memiliki sumber pinjaman KUR saja. Jaminan . Dalam penelitian ini ditemukan bahwa peminjam KUR usaha mikro sangat bervariasi persyaratan jaminannya. Ada yang tanpa agunan, dengan BPKB motor, ada juga sertifikat. Dari hasil estimasi statistik menunjukkan bahwa nasabah yang tidak menggunakan jaminan atau agunan berpengaruh signifikan dalam masalah pembayaran pinjamannya. Peluang nasabah yang tidak menggunakan agunan untuk membayar hutang dengan lancar sebesar 0,065 kali dari nasabah yang menggunakan anggunan. Dengan kata lain peluang untuk terlambat membayar kembali pinjaman sebesar 15,38 kali dibandingkan dengan nasabah yang memiliki agunan. Sedangkan nasabah yang memiliki agunan BPKB motor atau sertifikat berpengaruh secara signifikan dan memiliki peluang untuk membayar kembali pinjaman lancarnya sebesar 5,7 kali dibanding dengan yang tidak memiliki agunan. Moral hazard orang berkurang seiring dengan tidak adanya sesuatu yang merugikan dirinya atau adanya keuntungan yang diperolehnya dengan tidak membayar pinjaman dengan lancar. Namun jika ada jaminan yang dikenakan, maka usaha mikro takut jika tidak membayar pinjamannya. Pengajuan kredit disetujui semua atau kredit tidak dibatasi . Ini berkaitan dengan screening awal yang dilakukan oleh pemberi pinjaman. Prosedur penyaringan dengan credit constrained ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya moral hazard dan untuk mengurangi risiko kredit. Bank, berdasarkan analisisnya dapat memprediksi tingkat risiko yang melekat pada pinjaman yang mereka kelola dan menghindari peminjam berisiko. Sebaliknya, Dengan memberikan semua jumlah yang diajukan berarti kepercayaan bank terhadap calon nasabah tersebut tinggi atas dasar ekpektasi pinjaman akan kembali juga besar. Peluang nasabah KUR yang kreditnya disetujui semua atau tidak mendapatkan pembatasan kredit credit constrained sebesar 6,9 kali akan membayar pinjaman dengan lancar dibandingkan dengan nasabah KUR yang mendapat credit constrained. Ini berarti informasi tentang nasabah bisa diperoleh oleh bank, kalau tidak biasanya bank menggunakan jaminan yang dianggap layak untuk mencegah timbulnya wan-prestasi dari nasabah. Adanya asimetrik informasi bisa juga diatasi dengan mengenakan tingkat suku bunga yang tinggi, namun untuk program KUR tidak bisa dilakukan karena tingkat bunga sudah ditentukan oleh pemerintah. Menaikkan tingkat suku bunga pun bukan jalan terbaik karena akan meningkatkan beban usaha mikro yang akibatnya akan menyulitkan pembayaran kembali pinjaman. Untuk pasar kredit informal, menaikkan suku bunga sering dilakukan untuk mengatasi asimetrik informasi tersebut. Ketepatan penyaringan nasabah sangat penting agar kejadian yang diperkirakan sama dengan resiko ex-post default. Efisiensi pendekatan penyaringan bisa dilihat dari sejauh mana mampu memperkirakan dan mengamankan peminjam beresiko untuk meminimalkan gagal bayar Ofonyelu dan Alimi, 2013. Faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik peminjam yang tidak mempengaruhi signifikan terhadap pembayaran kembali pinjaman adalah jenis kelamin, usia, pendidikan. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil Wongnaa dan Vitor 2013 dan Setargie 2013 yang melihat bahwa faktor pendidikan sangat penting mempengaruhi pembayaran kembali pinjaman. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi bisa berefisiensi dan lebih produktif. Sedangkan faktor gender, Roslan dan Karim 2009 mengatakan bahwa gender berpengaruh positif terhadap pembayaran kembali pinjaman atau dengan kata lain kegagalan pria untuk membayar pinjaman lebih besar dibandingkan dengan wanita wongnaa dan Vitor, 2013. Jumlah tanggungan keluarga . Semakin besar tanggungan keluarga maka semakin besar pengeluaran untuk makanan. Namun jumlah tanggungan tampaknya tidak signifikan mempengaruhi usaha mikro untuk tidak membayar pinjaman. Dalam penelitian ini, memang sebagian besar atau lebih dari 75 persen nasabah memiliki anak kurang dari tiga. Jumlah tanggungan yang diukur dalam penelitian ini hanya jumlah anak yang masih menjadi tanggungan orang tua. Barangkali berbeda jika jumlah tanggungan dimasukkan siapa saja yang memang menjadi tanggungan suatu keluarga seperti orang tuanya atau pasangan yang tidak bekerja dan lainnya. Meskipun tidak signifikan jumlah tanggungan dalam estimasi logit menunjukkan tanda positif yang barangkali jumlah tanggungan identik dengan besarnya ukuran keluarga. Semakin besar ukuran keluarga akan semakin meningkatkan kemampuan untuk membayar kembali pinjaman karena besarnya keluarga bisa sebagai tenaga tambahan tanpa dibayar untuk menghasilkan keuntungan yang lebih. Hal ini seperti penelitian Ojiako dan Ogbukwa 2012, Wongnaa dan Vitor 2013 Untuk karakteristik usaha, faktor-faktor yang tidak signifikan mempengaruhi pembayaran kembali pinjaman adalah faktor lama usaha dan jarak. Lama usaha bisa diasumsikan dengan pengalaman. Ini berarti tidak sejalan dengan penelitian Wongnaa dan Vitor 2013 dan Tundui 2013 dimana pengalaman, memiliki hubungan yang signifikan positif dalam pembayaran kembali pinjaman. 71 Pengalihan kredit usaha ke kegiatan yang bukan produktif dan menguntungkan credit diversion juga tidak mempengaruhi pembayaran kembali pinjaman. Terakhir, Besarnya pinjaman dan periode pembayaran. Besarnya pinjaman tidak signifikan mempengaruhi, namun memiliki kecenderungan yang menunjukkan semakin besar pinjaman maka pembayaran KUR semakin tidak lancar. Hasil kecenderungan ini sejalan dengan data penyaluran KUR secara nasional yang menunjukkan bahwa pinjaman KUR besar memiliki nilai NPL yang lebih tinggi. Kecenderungan statistik tersebut mungkin akan memiliki nilai yang berbeda apabila sampel penelitian diperbanyak. Periode pembayaran juga tidak menunjukkan signifikan mempengaruhi pembayaran kembali pinjaman meskipun arahnya menunjukkan negatif yang berarti semakin lama periode semakin bermasalah dalam pembayaran kembali. Faktor ini tidak sejalan dengan penelitian Vitor 2012 bahwa periode pembayaran signifikan negatif mempengaruhi pembayaran kembali. Semakin meningkat 1 bulan periode akan meningkatkan kegagalan pembayaran sebesar 0,95 kali. 7 DAMPAK KREDIT USAHA RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA MIKRO

7.1 Kinerja Ekonomi Rumah Tangga Usaha Mikro

Dampak kredit usaha rakyat pada rumah tangga usaha mikro dalam penelitian berikut mencoba melihat kinerja usaha mikro dan ekonomi rumah tangga yaitu terhadap modal kerja, penjualan, keuntungan, tabungan, pendapatan sampingan, pendapatan pasangan, total pendapatan, pengeluaran makanan, penyerapan tenaga kerja, kondisi tempat tinggal, dan kepemilikan aset. Sedangkan variabel-variabel yang digunakan selama prosedur pencocokan adalah jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendidikan, jumlah tanggungan, jenis usaha, lama usaha, jarak rumah ke bank, jumlah jam kerja per minggu, hambatan usaha, kepemilikan rekening bank, memiliki pekerjaan sampingan, pasangan bekerja, dan sumber alternatif pinjaman yang dimiliki. Deskripsi karakteristik-karakteristik tersebut sudah terangkum di tabel 5.4. Sedangkan deskripsi dari variabel-variabel hasil atau kinerja ekonomi rumah tangga usaha mikro terangkum dalam tabel berikut. Tabel 7.1 Kinerja ekonomi rumah tangga usaha mikro Nama variabel Mean Standar Dev Min Max Modal kerjaminggu; 2.903.304 4.715.212 48.000.000 KUR 3.748.193 5.205.326 48.000.000 Bukan KUR 2.163429 4.114.113 40.000 36.350.000 Omsetminggu; 3.530.505 5.116.605 150.000 50.000.000 KUR 4.541.145 5.601.497 150.000 50.000.000 Bukan KUR 2.645.480 4.482.595 150.000 40.000.000 Nama variabel Mean Standar Dev Min Max Keuntunganminggu; 627.200 643.026 -300.000 4.000.000 KUR 792.951 750.757 -300.000 4.000.000 Bukan KUR 482.050 488.943 50.000 3.650.000 Tabunganminggu; 129.186 198.317 1.750.000 KUR 165.000 225.607 1.750.000 Bukan KUR 97.824 165.262 1.500.000 Pendapatan sampinganminggu 49.503 143.178 2.000.000 KUR 56.903 183.195 2.000.000 Bukan KUR 43.022 95.385 540.000 Pendapatan pasanganminggu 120.997 172.156 1.200.000 KUR 112.548 155.763 750.000 Bukan KUR 128.395 185.450 1.200.000 Total pendapatanminggu 797.700 619.289 50.000 4.000.000 KUR Bukan KUR Pengeluaran makananminggu 218.139 136.129 1.239.750 KUR Bukan KUR Pengeluaran non makanmgg 944.996 1.087.205 5.000.000 Total Pengeluaran 1.816.560 1.087.205 9.059.000 Tenaga kerja orang 0,69 1,16 5 Indikator Kondisi tempat tinggal 4,98 0,86 1 6 Indikator kepemilikan aset 1,95 1,04 4 Modal kerja per minggu adalah modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan atau operasional usaha selama seminggu. Rata-rata modal kerja usaha mikro per minggu mencapai Rp 2,9 juta. Sebenarnya setiap usaha memiliki biaya awal atau modal kerja yang digunakan untuk beroperasi atau beraktifitas. Namun dalam penelitian ini ternyata terdapat 2 responden yang memiliki modal kerja minimal yaitu Rp 0. Setelah dilakukan penelusuran data, ternyata jenis usaha yang dilakukan orang tersebut adalah sebagai makelar. Dalam kenyataan, sebenarnya makelar pun membutuhkan modal kerja meskipun sedikit seperti biaya pulsa maupun bahan bakar yang digunakan. Namun, karena keterbatasan responden dalam memberikan jawaban maka bias ini diabaikan. Modal kerja rumah tangga usaha mikro tanpa KUR kurang dari Rp 5 juta per minggu sebanyak 159 unit, antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta sebanyak 14 unit, sisanya diatas Rp 10 juta sebanyak 3 orang. Sedangkan rumah tangga usaha mikro yang membutuhkan modal kerja sampai Rp 5 juta per minggu sebanyak 123 unit, antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta sebanyak 21 unit, sisanya 11 unit membutuhkan modal kerja diatas Rp 10 juta per minggunya. Omset adalah perputaran penjualan oleh rumah tangga usaha mikro dengan rata-ratanya sebesar Rp 3,5 juta per minggu. Rumah tangga usaha mikro baik yang menggunakan KUR maupun tidak memiliki omset sampai Rp 5 juta per minggu sebanyak 267 unit, omset antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta mencapai 50