Efisiensi Penyaluran KUR Berdasarkan Pola Tipologi Wilayah Pati

beberapa nasabah rumah tangga usaha mikro tetap ada yang mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjaman meskipun tidak sampai terjadi gagal bayar atau default . Nasabah yang mengalami pembayaran tidak lancar atau terlambat lebih dari dua kali mencapai 13,55 persen. Secara umum, faktor-faktor karakteristik peminjam seperti gender wanita, peningkatan usia dan pendidikan yang lebih tinggi dianggap memiliki moral hazard yang lebih baik dalam pembayaran pinjaman, namun kenyataannya tidak signifikan mempengaruhi dalam pembayaran pinjaman. Sehingga berkaitan dengan utang piutang, moral hazard tidak mampu diandalkan untuk menilai seseorang jujur atau tepat waktu dalam pembayaran hutang. Screening awal yang dilakukan oleh bank penyalur KUR untuk menentukan apakah nasabah perlu dibatasi kreditnya atau tidak, bisa dilihat dari kinerja kegiatan ekonomi rumah tangga usaha mikro seperti tingkat penjualan, tingkat pendapatan yang dihasilkan oleh rumah tangga usaha mikro maupun jenis usahanya. Proses screening awal yang tepat tetap menjadi prioritas pihak penyalur pinjaman untuk menghindari gagal bayar di kemudian hari. Proses monitoring penting, namun tampaknya belum menjadi prioritas yang dilakukan oleh pemberi pinjaman KUR. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengalihan kredit, bisa dikatakan sebagai moral hazard juga yang seharusnya untuk modal kerja dan investasi tapi digunakan untuk keperluan lain, belum sepenuhnya terkontrol oleh bank. Untungnya, pengalihan ini tidak signifikan mempengaruhi dalam pengembalian kredit, karena sebagian besar pengalihan kredit digunakan untuk mencicil motor. Alat transportasi ini masih bisa diperdebatkan sebagai alat yang menunjang usaha juga. Dengan demikian proses screening awal dari penyedia KUR sangat penting, sehingga apakah nasabah KUR harus menyediakan jaminan atau tidak tergantung hasil dari analisis kredit oleh bank. Meskipun kebijakan KUR oleh pemerintah tidak menggunakan jaminan dalam meminjam KUR, sebaiknya keputusan apakah nasabah harus dikenakan jaminan atau tidak diserahkan oleh bank pelaksana KUR. Namun persyaratan kredit yang mudah dan kecepatan pencairan kredit sangat penting agar tidak menghambat masyarakat dalam berusaha. Terkadang banyak pola kredit yang diberikan tanpa adanya agunan, tetapi malah tidak berhasil karena masyarakat menganggapnya sebagai bantuan. Ternyata dampaknya malah memberikan etos kerja yang berbeda. Hal ini juga menyangkut moral hazard, dimana ketika orang tidak dikenakan agunan maka kemungkinan orang tersebut justru memiliki insentif untuk kurang memberikan perhatian pada usahanya sifat ini mencerminkan kualitassikap seseorang yang dapat mengarah kepada tindakan sub-optimal kurang acuh terhadap kegiatannya . Target nasabah KUR ini bukanlah the poors, tetapi rumah tangga usaha mikro dengan rata-rata modal kerja maupun jumlah pinjaman KUR sekitar Rp 10 jutaan. Dengan demikian rata- rata mereka memiliki sesuatu untuk diagunankan. Potensi penyaluran KUR untuk usaha mikro masih sangat luas karena yang sudah mendapatkan KUR masih dibawah 13 persen. Sehingga kebijakan pengenaan kolateral sewajarnya diserahkan kepada bank pelaksana KUR yang mengetahui kondisi calon nasabah. Akan tetapi screening awal apakah calon nasabah akan disetujui pengajuan kreditnya atau tidak bukan hanya semata-mata karena kemampuannya untuk menyediakan jaminan, tetapi hendaknya dilihat dari potensi usaha rumah tangga usaha mikro tersebut. Dalam hal ini, aktifitas usahanya juga bisa menjadi 109 pertimbangan oleh perbankan apakah pengajuan KUR disetujui atau tidak. Semakin tinggi aktifitas ekonominya, maka peluang untuk menghasilkan pendapatan lebih besar yang berarti peluang untuk membayar hutang KUR menjadi lebih lancar. Kesimpulannya, bahwa agunan utama yang menjadi prioritas bagi perbankan adalah kelayakan usaha. Jika usaha rumah tangga mikro tersebut memiliki prospek yang bagus, maka mendapat prioritas atau peluang yang lebih untuk mendapat pinjaman KUR. Setelah itu baru diperlukan agunan tambahan jika ada berupa BPKB atau sertifikat, namun agunan ini bukan menjadi syarat utama.

10.4 CalonDebitur KUR Mikro: Kebijakan Terkait Graduasi

Graduasi adalah debitur KUR Mikro yang telah berhasil dalam mengembangkan usahanya sehingga sudah mampu mendapatkan fasilitas kreditpembiayaan komersil dari perbankan. Program KUR sejatinya bertujuan untuk memberdayakan rumah tangga usaha mikro yang kesulitan modal agar mampu berdikari. Tujuannya agar tercipta wirausaha-wirausaha yang tangguh dan mampu membantu dalam mengentaskan kemiskinan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang rumah tangga usaha mikro yang baru untuk mengakses KUR lebih besar dibandingkan dengan usaha mikro yang sudah lama berdiri. Setelah mendapatkan peluang untuk mengakses KUR, diharapkan usaha mikro tersebut kedepannya mampu migrasi menjadi nasabah yang mau mengakses pinjaman komersil. Debitur KUR Mikro hanya boleh mengakses pinjaman KUR Mikro maksimal 2 kali yaitu, pinjaman pertama kalinya dan sekali melakukan suplesi penambahan plafon kredit karena usaha meningkat dan lancar, tanpa menunggu kreditpinjaman lunas. 11 SIMPULAN DAN SARAN

11.1 Simpulan

1. Faktor-faktor yang mendorong rumah tangga usaha mikro untuk mengakses kredit usaha rakyat adalah lama usaha, gender, hambatan usaha, kepemilikan rekening dan alternatif pinjaman lain. Semakin lama usaha berdiri, semakin tidak mengakses KUR. Pria memiliki peluang lebih untuk mengakses KUR dibanding wanita. Usaha yang memiliki hambatan modal dan memiliki rekening di bank berpeluang lebih untuk mengakses KUR daripada usaha yang menghadapi hambatan pemasaran. Rumah tangga usaha mikro yang memiliki alternatif pinjaman lain kurang berpeluang untuk mengakses KUR. 2. Faktor-faktor yang mendorong rumah tangga usaha mikro dalam mengembalikan pinjaman KUR adalah adanya pekerjaan sampingan, jaminan, pembatasan kredit, jenis usaha, modal kerja, share pengeluaran makanan dan alternatif pinjaman lain. Rumah tangga usaha mikro yang memiliki pekerjaan sampingan, meggunakan BPKB sebagai jaminan, tidak mendapatkan pembatasan kredit dan tidak menggunakan sumber alternatif pinjaman lain akan memiliki peluang lebih besar untuk membayar kembali KUR. Sedangkan rumah tangga usaha mikro yang tidak menggunakan jaminan, atau jenis usaha pengolahan, modal kerja dan pengeluaran makanan yang semakin meningkat maka peluang untuk membayar kembali KUR semakin berkurang. 3. Pinjaman KUR memberikan dampak positif atau meningkatnya keuntungan, total pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan kepemilikan aset. Sedangkan KUR memberikan dampak semakin berkurangnya share pengeluaran untuk makanan rumah tangga usaha mikro. 4. Pembiayaan KUR bisa berlanjut karena tingkat NPL rendah, KUR memberikan dampak positif pada kinerja ekonomi rumah tangga usaha mikro, dan lebih dari 50 persen penyalur KUR mencapai tingkatan efisien. 5. Wilayah yang efisien memiliki tipologi Sumber daya SD fisik berada di dataran rendah yang cocok untuk pertanian, kecamatannya luas sehingga skala ekonominya besar seperti Kec. Sukolilo dan Dukuhseti, SDMnya memiliki jumlah penduduk yang besar dan aktifitas ekonominya memiliki pertanian yang maju, industri RT tumbuh, dan banyak tempat wisata. Sedangkan wilayah yang inefisien, SD fisiknya seperti wilayah yang berbatasan pegunungan kapur PW, terletak di DAS Juwono yang berlangganan banjir GS, JKN. SDM sedikit dan aktifitas ekonominya pertanian sawah tadah hujan.

11.2 Saran

Untuk mendorong program pemerintah dalam mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan usaha mikro, maka program KUR ini sebaiknya dilanjutkan. Wanita agar lebih dibuka peluangnya untuk mengakses KUR. Promosi oleh pemerintah harus lebih gencar agar program KUR lebih dikenal masyarakat. Kecepatan dan ketepatan dalam menyalurkan kredit sangat diharapkan oleh nasabah, sehingga persyaratan jangan berbelit-belit. Efisiensi perbankan akan lebih tercapai dengan meningkatkan tehnologi sehingga data dan informasi yang online dan terintegrasi yang menunjang operasional lebih cepat. Penelitian lanjutan dampak KUR sangat penting untuk melihat apakah program KUR ini benar-benar mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga. Namun, lokasi dalam penelitian ini baru mengambil satu kabupaten saja. Sehingga hasil belum sepenuhnya mampu mengeneralisasikan dampak KUR secara nasional. Penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan di provinsi atau kabupaten lainnya atau di luar Jawa. Faktor-faktor lain yang belum digunakan yang mungkin mempengaruhi untuk akses kredit perbankan seperti teori berbasis sumber daya resources-based theory terutama digunakan untuk menganalisis sumber daya strategis yang tersedia untuk perusahaan bisa dimasukkan dalam penelitian lanjutan. Sumber tersebut mencakup semua aset, kemampuan, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi dan pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan dan yang 111 memungkinkan mereka untuk memahami, dan menerapkan strategi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Untuk melihat efisiensi bisa juga dilakukan dengan pendekatan parametrik seperti stochastic frontier approach SFA, karena pendekatan data envelopment analysis merupakan pendekatan non parametrik sehingga uji hipotesis statistik sulit dilakukan sehingga tidak bisa dibuat kesimpulan secara statistik. DEA hanya mengukur efsisiensi relatif bukan efisiensi absolut, sehingga hasil akan berbeda apabila penelitian dilakukan pada objek yang berbeda. Diharapkan dengan pengembangan model tersebut akan memberikan hasil penelitian yang dapat dibandingkan dan memperkaya khazanah keilmuan. DAFTAR PUSTAKA ________. 2012. Evaluating the Impact of Microfinance on Savings and Income in Sri Lanka: Quasi-experimental Approach Using Propensity Score Matching . Sage Publication. The Journal of Applied Economic Research ________. BPS. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Agustus 2012, BPS ________. Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya.UMKM. Asdep Urusan Penelitian UKM _________. 2008. Poverty Reduction through Developing Micro, Small and Medium Enterprises . The Pro-poor Planning and Budgeting Project. Bappenas. _________. 2012. Sebaran Penyaluran Kredit Usaha Rakyat. www.komite- kur.com Afonso JS, Mota IG, and Silva ST. 2010. The Financial Sustainability of Micro Credit in Portugal . Economics and Management Research Project: An International Journal 1 1. 53-56 Agenor PR, Aizenman, and Hoffmaister A. 2000. The Credit Crunch in East Asia : What can Bank Excess Liquid Assets Tell us? NBER, Inc., Cambridge. Working Paper 7951. Agung, Juda, Kusmiarso B, Pramono B, Erwin GH, Prasmuko A, Prastowo NJ. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis: Fakta Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi dan kebijakan Moneter Bank Indonesia. Jakarta Akram M and Hussain I. 2011. The Role of Microfinance in uplifting Income Level: a Study of District Okara Pakistan. Interdisplinary Journal of Contemporary in Business, Vol. 2 No. 11 2011 Akpalu W, Alna SE, Aglobitse, PB. 2012. Access to Microfinance and Intra Household Business Decission Making; Implication for Efficiency of Female Owned Enterprises in Ghana. The Journal of Socio Economics 41 2012 513-518 Amaizo YE. 2009. Africa‟s Alternative Response to the Global Financial Crisis. Coalition for Dialogue on Africa CoDA, Tunis, on November 28, 2009. Aristian F. 2012. Teori Kemiskinan dan Kebijakan yang Diambil Pemerintah untuk Mengatasinya. http:febryaristian.blogspot.com201212teori- kemiskinan-dan-kebijakan-yang-diambil.html Armendariz B. and Morduch J. 2005. The Economics of Microfinance, MIT Press, Cambridge, MA. Arsyad L. 2004. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbit STIE YKPN. Yogyakarta. Ashari. 2006. Potensi Lembaga Keuangan Mikro LKM dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 4 No. 2. Juni 2006:146-164 Asian Development Bank - Economics and Research Department Working Paper 9 . 113 Asmorowati S. 2007. Dampak Pemberian Kredit Mikro untuk Perempuan: Analisis pengadopsian Model Grameen Bank di Indonesia. Fisip. Universitas Airlangga Badan Pusat Statistik. BPS. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Agustus 2012, BPS. Indonesia Bakhshoodeh M, Karami A. 2008. Determinants of poor accessibility to microcredits in rural Iran. International Conference on Applied Economics. Banerjee A, Duflo E, Glennerster R, Kinnan C. 2013. The Miracle of Microfinance? Evidence from a Randomized Evaluation. Department of Economics, Massachusetts Institute of Technology MIT Working paper. Banker RD, Charnes RD, Cooper WW. 1984. Some models for estimating technical and scale inefficiencies in data envelopment analysis. Management Sciences 30, 1078-1092. Baten A, and Kamil AA. 2010. A stochastic frontier model on measuring online bank deposits efficiency. African journal of business management, vol. 4 2, pp. 2438-2449 Behr P, Sonnekalb S. 2012. The Effect of Information Sharing between Lenders on Access to Credit, Cost of Credit, and Loan Performance – Evidence for a Credit Registry Introduction. Journal of Banking and Finance 36 2012. 3017-3032 Bhagavath V. 2013. Technical efficiency measurement by data envelopment analysis: an application in transportation. Alliance journal of business research, p. 60-72 Burger A, and Moormann J. 2008. Productivity in banks: myths truths of the cost income ratio. Bank and bank systems, vol. 3, issue 4 Caliendo M, Kopeinig S. 2005. Some Practical Guidance for the Implementation of Propensity Score Matching. Discussion paper No. 1588. IZA. Germany Chakravarty S, Iqbal SMZ, Shahriar AZM. 2013. Are Women “Naturally” Better Credit Risks in Microcredit? Evidence from Field Experiments in Patriarchal and Matrilineal Societies in Bangladesh. Annual Meeting of the American Economic Association in Philadelphia in 2014 Charnes A, Cooper WW, and Rhodes E. 1978. Measuring the inefficiency of decision making units. European journal of operational research, 2 6, 429-444 Chau LTM, Son NT, Lebailly P. 2012. Access to Credit of Farm Households in Hai Duong Province, Vietnam. Published in the third International Scientific Symposium” Agrosym Jahorina 2012”, from 15-17th November 2012, Bosnia and Herzegovina Chauke PK, Anim FDK. 2013. Predicting Access to Credit by Smallholder Irrigation Farmers: A logistic Regression Approach. J Hum Ecol, 42 3: 195-202 2013 Cheyne, O‟Brien M, and Belgrave M. 1998. Social Policy in Aotearoa New Zealand: a Critical Introduction Auckland. Oxford University Press Chowdhury A. 2009. Microfinance as a Poverty Reduction Tool: A Critical Assessment. DESA Working Paper No. 89 Chowdhury S. 2011. Microfinance and Women Empowerment: a Panel Data Analysis Using evidence from Eural Bangladesh. International Journal of Economic and Finance. Vol. 3 No. 5