Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu

151 berdasar urutan besarnya tingkat pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha berturut-turut adalah 1 peningkatan frekuensi induk memijah 51,94, 2 peningkatan fekunditas induk 25,81, dan 3 peningkatan sintasan benih 22,25. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pembenihan sangat ditentukan oleh kemampuan membuat induk ikan memijah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, frekuensi induk memijah sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan perairan yang digunakan sebagai sumber air. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pembenihan di Batam dengan kondisi perairan yang buruk mengalami kesulitan dalam memijahkan induk-induk kerapu dibandingkan dengan di Lampung maupun Situbondo yang kondisi perairannya relatif lebih baik. Dugaan ini perlu dikaji lebih jauh untuk mengetahui parametar kualitas air yang mempengaruhi frekuensi memijah maupun tingkat sintasan larva dan benih, sehinga dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan secara nyata. Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor ini menunjukkan bahwa usaha pembenihan akan mengalami tingkat kritis tidak memperoleh keuntungan apabila dari populasi induk yang dimiliki hanya 2,95 memijah setiap bulannya. Selanjutnya, hasil simulasi menunjukkan bahwa titik kritis untuk faktor tingkat fekunditas telur adalah 221.011 butir, yang berarti bahwa apabila faktor lainnya dalam kondisi normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila induk hanya menghasilkan telur kurang dari jumlah tersebut. Titik kritis untuk sintasan benih adalah 2,36, yang berarti bahwa apabila kondisi faktor lain dalam keadaan normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila sintasan benih lebih rendah dari 2,36. Angka-angka ini dapat dijadikan indikator untuk mengukur keberhasilan usaha pembenihan atau memberikan peringatan warning terhadap kemungkinan kerugian yang akan dialami.

9.1.2 Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu

Faktor-faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran kerapu yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sintasan ikan, padat penebaran benih, dan lama pemeliharaan kecepatan tumbuh. Hasil simulasi menunjukkan bahwa lama pemeliharaan menempati rangking pertama 39,25, diikuti oleh padat penebaran 38,55, dan sintasan ikan 22,20, dalam memberikan pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha pembesaran. Hasil ini 152 mengindikasikan bahwa tingkat sintasan yang dicapai pada usaha pembesaran di lapangan telah mencapai angka yang cukup baik berkisar antara 70 hingga 90, sedangkan lama proses pemeliharaan, yang mencerminkan juga lambatnya pertumbuhan ikan kerapu, menjadi permasalahan utama yang sangat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Semakin lama proses pemeliharaan maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan dan upah tenaga kerja. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ukuran ikan kerapu macan yang diinginkan oleh pasar adalah yang beratnya minimal 0,5 kg per ekor. Untuk mencapai ukuran tersebut maka untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 4 hingga 6 bulan. Sementara itu tingkat padat penebaran akan mempengaruhi kecepatan tumbuh ikan dan kemungkinan kanibalisme. Implikasi dari hasil simulasi ini terhadap kebijakan pemerintah adalah perlu dikembangkannya produksi pakan buatan untuk menggantikan pakan berupa ikan rucah yang selama ini banyak digunakan oleh petani ikan kerapu. Pengembangan pakan buatan ini perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku dan kesesuaian komposisinya sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan ikan, dengan rasio konversi pakan feed conversion ratio yang baik. Hasil analisis lain yang diperoleh dari penggunaan model MAGRIPU adalah titik kritis faktor produksi pembesaran. Menurut hasil simulasi diperoleh angka titik kritis untuk padat penebaran sebesar 141,67 ekor KJA. Hal ini berarti keuntungan akan diperoleh apabila jumlah ikan yang ditebar lebih banyak dari angka tersebut. Titik kritis sintasan ikan pada pembesaran adalah 22,67 yang berarti bahwa usaha pembesaran kerapu akan memperoleh keuntungan apabila persentase jumlah ikan yang bertahan hidup lebih besar dari angka tersebut. Angka tersebut dicapai dengan asumsi kondisi faktor lainnya adalah normal.

9.1.3 Perbaikan faktor produksi pascapanen kerapu