148
8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan
Tingkat profitabilitas ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi daya mengalami ketimpangan. Ketimpangan ini terjadi karena karakter kegiatan
usahanya yang lebih rentan terhadap risiko kegagalan dan membutuhkan investasi yang cukup besar. Berdasarkan hasil simulasi, kegiatan pembenihan
memiliki tingkat risiko yang tinggi. Apabila hal ini dibiarkan maka ada kecenderungan pelaku usaha untuk menghindari kegiatan tersebut yang akhirnya
merugikan industri secara keseluruhan karena terputusnya mata rantai industri. Alternatif jalan keluar yang mungkin dilakukan adalah melalui intervensi
pemerintah, dimana segmen usaha yang memiliki risiko tinggi diambil alih oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena beberapa pembenihan kerapu yang
dinilai berhasil berada di bawah pengelolaan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan. Untuk menyelamatkan agroindustri
kerapu budi daya secara keseluruhan, maka pemerintah perlu mensubsidi kegiatan usaha tersebut. Dapat pula dilakukan langkah bahwa pihak swasta tetap
menangani pembenihan, namun diberi subsidi oleh pemerintah. Dapat juga, segmen kegiatan tertentu seperti pemeliharaan induk ditangani oleh pemerintah
dan pembenih swasta boleh menggunakan induk yang disediakan pada saat diperlukan.
Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui variabel-variabel mana yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keuntungan
pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Untuk subsistem pembenihan, faktor- faktor teknis yang sangat berpengaruh terhadap keuntungan adalah produktivitas
induk fekunditas dan frekuensi memijah dan sintasan benih. Untuk faktor ekonomis, maka faktor yang berpengaruh adalah harga jual benih dan biaya
produksi per unit benih. Untuk subsistem pembesaran, faktor teknis yang berpengaruh adalah sintasan ikan, kecepatan tumbuh ikan lama pemeliharaan,
dan padat penebaran, sedangkan faktor ekonomis yang menentukan keuntungan adalah harga jual ikan hasil pembesaran, harga benih, dan biaya produksi. Untuk
subsistem pascapanen, faktor teknis yang berpengaruh adalah sama dengan subsistem pembesaran, sedangkan faktor ekonomis penentu keuntungan adalah
harga jual ikan pascapanen, harga beli ikan, dan biaya pemeliharaan.
149 Melalui intervensi pemerintah dapat dilakukan upaya menyeimbangkan
pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan kerapu, misalnya melalui pemberian insentif langsung maupun tidak langsung. Bentuk insentif fiskal
dapat berupa subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan atau pembebasan tarif impor barang modal untuk pembenihan yang belum diproduksi di dalam
negeri. Bentuk insentif non fiskal untuk kegiatan pembenihan antara lain adalah kemudahan perizinan, bantuan survey lokasi, bantuan tenaga akhli dan
pendidikan dan pelatihan di bidang pembenihan. Melalui berbagai insentif ini maka akan tercipta iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya keunggulan
kompetitif agroindustri kerapu budi daya di antara negara pesaing di kawasan Asia Pasifik.
Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri pembenihan ikan kerapu, dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengizinkan pemasaran
benih ikan kerapu ke luar negeri, terutama negara konsumen ikan kerapu. Dapat pula dipertimbangkan kemungkinana memfasilitasi usaha budi daya di negara
lain dengan pasokan benih dari Indonesia. Hal ini dapat dilakukan untuk jenis- jenis ikan kerapu yang merupakan spesialisasi Indonesia seperti kerapu tikus atau
kerapu sunu karena sesuai dengan ekosistem Indonesia. Meskipun demikian, kebijakan ini perlu didukung oleh perlindungan terhadap hak atas kekayaan
intelektual HAKI, sehingga menghindarkan terjadinya perpindahan sumber daya dan tenaga akhli Indonesia ke negara lain.
Untuk subsistem pembesaran budi daya, permasalahan umum yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah kepastian hukum untuk penggunaan kawasan
perairan untuk kegiatan budi daya laut. Tumpang tindih penggunaan kawasan dengan kegiatan lain seperti pariwisata atau kegiatan penambangan dapat
mengakibatkan berkurangnya minan investor memasuki bidang budi daya kerapu. Untuk mengatasi hal ini, maka upaya implementasi dari Undang-undang tentang
Perikanan Nomor 31 2004 terutama yang menyangkut tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan dalam bentuk peraturan pemerintah akan sangat
membantu mendorong peningkatan industri kerapu budi daya.
150
9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan ekspor
komoditas tersebut sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani ikan. Sasaran program pengembangan budi daya kerapu dalam periode 2005-2009 yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya - DKP adalah ekspor komoditas kerapu sebesar 8.400 ton senilai US 42 juta pada tahun 2005
meningkat menjadi 21.000 ton senilai US 105 juta pada tahun 2009. Disadari bahwa tingkat persaingan di dunia semakin ketat, sehingga penguatan daya saing
perikanan budi daya perlu dilakukan baik dalam tahap pembenihan hatchery maupun dalam tahap pembesaran grow out Nurdjana 2005.
Menurut Porter 1998 keunggulan kompetitif suatu industri dapat diciptakan melalui pengembangan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin
diferensiasi untuk membedakan dirinya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan yang berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas
productivity advantage, sedangkan diferensiasi merupakan bagian dari keunggulan nilai value advantage. Berdasarkan pengertian tersebut maka
peningkatan daya saing atau keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya nasional dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan
peningkatan keunggulan nilai dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan negara-negara pesaing.
9.1 Kebijakan Perbaikan Kinerja Teknis Produksi Kerapu