Hasil simulasi distribusi keuntungan

117 tersebut masih merupakan hasil tangkapan di laut. Namun demikian, mengingat kecenderungan yang ada saat ini menunjukkan bahwa produsen semakin sulit memperoleh ikan kerapu di perairan laut akibat kerusakan terumbu karang, maka pengembangan pembesaran merupakan jalan keluar yang logis.

6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya

6.3.1 Hasil simulasi distribusi keuntungan

Model yang dirancang dalam penelitian ini dapat pula menunjukkan perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan distribusi keuntungan yang lebih merata fair profit distribution antara pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen pemasaran. Simulasi distribusi keuntungan dilaksanakan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: Nilai Rata-rata Standar Deviasi Asumsi: - Sintasan benih 16 1,6 - Persentase induk memijah 20 2 - Fekunditas induk butirinduk 1.500.000 150.000 - Padat tebar pembesaran ekorKJA 500 50 - Sintasan pembesaran 80 8 - Padat tebar pascapanen ekorKJA 500 50 - Sintasan pascapanen 80 8 Keputusan decision: - Harga jual benih Rp ekor 6.000 - Harga jual ikan pembesaran Rpekor 40.000 - Harga jual ikan pascapanen Rpekor 60.000 Hasil simulasi: - Total keuntungan pembenihan Rp 17.890.198.378,- 2.657.340.992,- - Total keuntungan pembesaran Rp 43.361.574.264,- 4.477.096.243,- - Total keuntungan pascapanen Rp 39.392.671.542,- 57.113.573,- Hasil simulasi yang digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 40 dan dalam angka pada Tabel 42 menunjukkan bahwa keuntungan usaha pembesaran ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pascapanen dan pembenihan. 118 Hal ini menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi oleh usaha pembesaran lebih kecil dibandingkan dengan subsistem usaha lainnya. 0 5 0 6 0 7 0 8 1 0 , 0 0 0 , 0 0 0 , 0 0 0 2 0 , 0 0 0 , 0 0 0 , 0 0 0 3 0 , 0 0 0 , 0 0 0 , 0 0 0 4 0 , 0 0 0 , 0 0 0 , 0 0 0 Rp To t a l Pro f it Bu d id a y a Av e ra g e To t a l Pro f it Pa s ca p a n e n Av e ra g e To t a l Pro f it Pe m b e n ih a n Av e ra g e Gambar 40 Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya. Tabel 42 Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam agroindustri kerapu budi daya Waktu Total Keuntungan Pembenihan Total Keuntungan Pembesaran Total Keuntungan Pascapanen 1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 171.839.858 566.712.864 672.905.997 1 Januari 2006 1.093.146.128 4.672.846.392 5.273.531.926 1 Januari 2007 4.747.974.032 13.991.103.131 13.950.570.022 1 Januari 2008 10.488.379.117 26.670.654.386 24.959.666.111 1 Januari 2009 17.890.198.378 43.361.574.264 39.392.671.542 Simulasi selanjutnya dilakukan untuk mengatahui bagaimana pengaruh perubahan variabel penting dalam industri pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing subsistem usaha. Variabel yang paling mungkin diintervensi oleh pemerintah adalah harga jual benih, mengingat bahwa harga jual ikan konsumsi ditentukan oleh mekanisme pasar. Untuk itu harga jual benih dijadikan sebagai peubah yaitu Rp 6.000,- , Rp 7.000,-, dan Rp 8.000,- per ekor. Berdasarkan variasi tersebut dilakukan simulasi Lampiran 16 dan 17 dengan hasil sebagai berikut: Waktu tahun 119 Tabel 43 Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri Variabel Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Assumsi: - Harga benih Rp 6.000 Rp 7000 Rp 8000 - Harga kerapu BD Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 40.000 - Harga kerapu PP Rp 60.000 Rp 60.000 Rp 60.000 Decision: - Demand ikan konsumsi {2440,460,.. {2440,460,.. {2440,460,.. Objective : - Total keuntungan pembenihan Rp 17,89 M Rp 21,21 M Rp 25,49 M - Total keuntungan pembesaran Rp 43,36 M Rp 41,59 M Rp 37,84 M - Total keuntungan pascapanen Rp 39,39 M Rp 39,39 M Rp 39,39 M Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Alternatif 1 adalah kondisi variabel sesuai dengan data di lapangan. Dalam simulasi tersebut dilakukan berbagai perubahan, di mana pada alternatif 2 dilakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total keuntungan kumulatif pada subsistem pembenihan dari Rp 17,89 milyar menjadi Rp 21,21 milyar, perubahan keuntungan pada subsistem pembesaran dari Rp 43,36 milyar menjadi Rp 41,59 milyar dan tidak ada perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 milyar. Pada alternatif 3 dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,- menjadi Rp 8.000,-. Ternyata perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, dan pembesaran masing-masing menjadi Rp 25,49 milyar, dan Rp 37,84 milyar, sedangkan pendapatan pascapanen tetap Rp 39,39 milyar. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri pembesaran perikanan kerapu.

6.3.2 Hasil analisis finansial