Titik kritis pembesaran kerapu Titik kritis pascapanen kerapu

129 fekunditas induk adalah 1.500.000 butir ekor, persentase induk memijah 20, sintasan benih 16, harga jual benih Rp 6.000,-, atau biaya pakan per ekor benih Rp 1.692,-.

6.4.2 Titik kritis pembesaran kerapu

Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis pembesaran kerapu terdiri dari tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga pakan ikan, harga benih, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol, sedangkan variabel lainnnya diasumsikan pada kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU yang dapat dilihat pada Lampiran 50 hingga Lampiran 54. Hasil penghitungan titik kritis untuk pembesaran kerapu dapat dilihat pada Tabel 51. Tabel 51 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol. No Variabel Titik Kritis Keterangan 1 Padat penebaran ekor KJA 43,79 Jumlah ikan ditebar minimum per KJA. 2 Sintasan ikan 21,26 Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup. 3 Harga benih per ekor Rp 25.244,- Harga beli maksimum benih untuk memperoleh keuntungan budi daya. 4 Harga jual kerapu per ekor Rp 21.419,- Harga jual minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan budi daya. 5 Biaya pakan per ekor Rp 30.044,- Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan. Dari Tabel 51 dapat dilihat bahwa usaha pembesaran akan mencapai kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan secara satu persatu dengan mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan normal. Kondisi normal padat penebaran diasumsikan 500 ekor KJA, sintasan 130 ikan pada 80, harga benih Rp 6.000,-, harga jual kerapu Rp 40.000,-ekor, atau biaya pakan per ekor Rp 10.800,-.

6.4.2 Titik kritis pascapanen kerapu

Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis pascapanen kerapu terdiri atas tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga pakan ikan, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol, sedangkan variabel lainnya diasumsikan pada kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 55 hingga Lampiran 59. Hasil penghitungan titik kritis untuk pascapanen kerapu dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pascapanen kerapu pada tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol. No Variabel Titik Kritis Keterangan 1 Padat penebaran ekor KJA 141,67 Jumlah minimum ikan ditebar per KJA. 2 Sintasan ikan 22,67 Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup. 3 Harga beli kerapu per ekor Rp 48.604,- Harga beli ikan maksimum untuk memperoleh keuntungan pascapanen. 4 Harga jual kerapu per ekor Rp 51.424,- Harga jual minimum per ekor kerapu pascapanen. 5 Biaya pakan per ekor Rp 13.604,- Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan. Tabel 52 menunjukkan bahwa usaha pascapanen kerapu akan mencapai kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan secara satu persatu. Pada saat melakukan penghitungan titik kritis untuk salah satu variabel, maka variabel lainnya diasumsikan dalam keadaan normal. Kondisi normal padat penebaran adalah 500 ekor KJA, sintasan ikan pada 80, harga beli kerapu Rp 40.000,-, harga jual kerapu Rp 60.000,-ekor, atau biaya pakan per ekor Rp 10.800,-. 131 7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan keuntungan pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen, diperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan profit yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Pada subsistem pembenihan, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah dari populasi induk yang tersedia, dan tingkat mortalitas larva. Pada subsistem pembesaran, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat penebaran, dan lama proses pembesaran. Demikian pula untuk subsistem penanganan pascapanen, faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama proses pascapanen. Besaran kuantitatif tentang pengaruh faktor-faktor terhadap tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen dapat dihitung dengan menggunakan model yang dirancang. Faktor-faktor yang digunakan dalam analisis tersebut dipilih karena tingkat ketersediaan data kuantitatifnya di lapangan. Untuk lebih memperdalam analisis dilakukan pengumpulan informasi yang lebih detail yang mengurai lebih jauh faktor-faktor tersebut. Sebagai contoh, tingkat mortalitas larva dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti penggunaan pakan, pemilihan induk, atau penggunaan obat-obatan. Namun sejauh ini tidak tersedia informasi yang menggambarkan kuantifikasi hubungan antar faktor-faktor tersebut dengan tingkat mortalitas yang terjadi di dunia nyata. Untuk mengatasi ini maka digunakan metode yang dapat mengkuantifikasi hubungan yang bersifat kualitatif, antara lain dengan metode AHP. Hubungan antar variabel kualitatif tersebut diperoleh dengan menjaring pendapat pakar di bidang perikanan kerapu.

7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil