KESIMPULAN KESIMPULAN DAN SARAN

142 Langkah perbaikan parameter kemanisan dilakukan dengan meningkatkan kadar gula dalam formulasi. Jika menggunakan standar benchmark Coco Creamy Milk Chocolate atau Cadbury Dairy Milk Chocolate, kadar gula dapat ditingkatkan menjadi 34 hingga 42.61 . Langkah perbaikan parameter bercak putih juga dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku. Dalam SOP tersebut, disyaratkan bahan baku gula halus harus mempunyai ukuran partikel 20 m kategori fine dan bukan jenis gula higroskopis karena jenis gula ini dapat mengakibatkan blooming. Langkah perbaikan parameter rasa susu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas susu bubuk yang digunakan. Penambahan susu bubuk dapat pula dilakukan, namun perlu diperhatikan bahwa kadar susu yang berlebihan dapat mengganggu terbentuknya tekstur yang halus. Langkah perbaikan parameter kehalusan dapat dilakukan dengan meningkatkan kehalusan bahan baku yang digunakan dan memperbaiki proses yang berhubungan dengan penghalusan adonan. Peningkatan kehalusan bahan baku salah satunya dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku dengan menetapkan bahwa bahan baku susu bubuk dan gula halus harus mempunyai ukuran partikel 20 m kategori fine. Dalam hal proses, peningkatan kehalusan adonan dapat dilakukan dengan menambah ulangan tahap penghalusan dan memperbaiki tahap konsing. Tahap penghalusan yang semula dilakukan sebanyak lima kali ulangan proses, dapat ditingkatkan menjadi enam kali ulangan proses. Perbaikan pada tahap konsing adalah mengenai roda konsing. Tahap konsing dalam hal ini mempunyai peran yang sama dengan tahap penghalusan, yaitu menghasilkan adonan yang lebih halus. Kendala yang dihadapi dalam proses konsing adalah perputaran roda konsing yang tidak lagi menyentuh dasar mesin konsing. Akibatnya, adonan tidak menerima gaya tekan roda selama proses konsing berlangsung. Hasil perhitungan analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dengan program komputasi adalah jika dalam 1 bulan menggunakan basis biji kakao kering fermentasi sebanyak 300 kg, maka akan diperoleh kondisi sebagai berikut. Biaya tidak tetap permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 ‘Jimbarwana’ masing-masing adalah Rp.5.369 dan 143 Rp. 4.390. Biaya pokok permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 ‘Jimbarwana’ masing-masing adalah Rp. 6.882 dan Rp. 5.856. Kuantitas masing-masing produk pada kondisi impas adalah 16.046 kemasan. Nilai NPV untuk usia 10 tahun proyek adalah Rp.194.479.744 dengan nilai IRR 26.89 .

B. SARAN

Beberapa saran untuk langkah perbaikan selanjutnya adalah sebagai berikut. 1. Perbaikan perlu dilakukan dengan memperbaiki mutu bahan baku dan proses produksi. Mutu bahan baku terutama berkaitan dengan kehalusan dan kualitas prima. Proses produksi terutama proses yang berhubungan dengan operasi penghalusan adonan untuk menghasilkan tekstur yang lembut, proses yang berhubungan dengan pembentukan kristal lemak yang stabil, dan proses yang berhubungan dengan pengembangan citarasa cokelat. 2. Perlu dilakukan pembaruan terhadap program komputasi agar diperoleh hasil analisis yang mendekati kondisi saat itu. 3. Perlu peran ATP dalam menjembatani kebutuhan biji kakao di koperasi dengan penanganan pasca panen kakao terstandarisasi dan pemasarannya di tingkat petani atau subak. 144 DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. Fardiaz, S. Yasni, S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : PAU-IPB. Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI Cokelat Susu : 01-4293-1996. ______________________ . 2002. SNI Biji Kakao : 01-2323-2002. Bonvehi, J.S., dan F.V. Coll. 1997. Evaluation of bitterness and astringency of polyphenolic compounds in cocoa powder. Jurnal Food Chemistry. Vol.603. Briones, V., dan J.M. Aguilera. 2005. Image analysis of changes in surface color of chocolate. Jurnal Food Research International Vol.38. Coppola, A. 2008. Quality Function Deployment. Start Journal Vol.4 8 : 2008. Egan, H., R.S. Kirk, dan R. Sawyer. 1981. Pearson’s Chemical Analysis of Foods. New York : Churchill Livingstone. Gaonkar, A.G., A. McPherson. 2006. Ingredient Interactions : Effect on Food Quality 2nd Edition. Prancis : Taylor and Francis Group. Ginn, D. dan M. Zairi. 2005. The role of QFD in capturing the voice of customers. Jurnal Working Paper No.0533. Harris, N., S. Crespo, dan M.S. Peterson. 1998. A Formulary Candy Products 2nd Edition. New York : Chemical Publishing Company, Inc. Jiao zhong, G., R.E. Young., dan P.J. O’Grady. 2008. Quality Function Deployment : An Overview. http:www.engineering.uiowa.edu~cam DocumentsQualityFunctionDeploymentOverview.pdf. [3 Januari 2008]. Kotler, P., dan G. Armstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid 1. Jakarta : Prenhallindo. Meilgaard, M., G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. Washington D.C. : CRC Press. Minifie, B.W. 1999. Chocolate, Cocoa, and Confectionery : Science and Technology 3rd Edition. Maryland : Aspen Publishers, Inc. Mulato, S., S. Widyotomo, Misnawi, dan E. Suharyanto. 2005. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember : Pusar Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.