KERANGKA PEMIKIRAN KEGIATAN MAGANG

18 a. Focus Group Discussion FGD Dilakukan dengan pihak koperasi untuk memperoleh data tentang pemasaran, meliputi objektivitas pemasaran, strategi pemasaran segmenting, targeting, dan positioning, dan taktik pemasaran product, place, proce, dan promotion. Selain itu, melalui FGD ini juga akan digali informasi tentang kondisi produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ saat ini. b. Uji organoleptik Dilakukan terhadap permen cokelat ‘Jimbarwana’ dengan dua produk pembanding yaitu Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate. Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji hedonik dan uji pemeringkatan rating. Uji pemeringkatan dilakukan untuk memperoleh data tentang posisi pasar produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ dibandingkan dengan produk lain sejenis di pasar. Uji hedonik dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat kesukaan produk permen cokelat ‘Jimbarwana’ dibandingkan dengan produk lain sejenis di pasar. c. Uji laboratorium Dilakukan terhadap permen cokelat ‘Jimbarwana’ untuk mengetahui kadar lemak dan terhadap Cadbury Dairy Milk Chocolate untuk mengetahui kadar gula. 1. Analisis kadar gula metode Luff Schrool Egan et al., 1981 Prosedur : a. Dilakukan persiapan sampel, yaitu 5 gram sampel padatcair dilarutkan dalam aquades panas hingga volumenya mencapai 100 ml, ditambahkan timbal asetat setengah basa 2-3 tetes kemudian dikocok. Untuk menguji cukup tidaknya penambahan timbal asetat, ditambahkan beberapa tetes Na 2 HPO 4 1 , jika terdapat endapan putih berarti timbal asetat cukup. Lalu ditambahkan Na 3 PO 4 1 sampai tidak terdapat endapan putih lagi. Kemudian dilakukan penyaringan hingga diperoleh filtrat. 19 b. Dilakukan persiapan bahan kimia yang akan digunakan, yaitu: KI 20 , HCl 4 N, asam asetat 3 , H 2 SO 4 26.5 , dan larutan Luff Schrool. Larutan Luff Schrool dibuat dengan melarutkan sodium bikarbonat 14.4 gram dalam aquades panas, kemudian setelah larut dan tidak panas lagi ditambahkan asam sitrat 2.5 gram yang telah diencerkan dan Cu 1.25 gram yang juga telah diencerkan. c. Analisis total gula dilakukan dengan menyiapkan filtrat sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HCl 4 N sedikit demi sedikit. d. Kemudian sampel tersebut dipanaskan dalam waterbath suhu 70 o C selama 15 menit. e. Dilakukan penetralan keasaman sampel dengan menggunakan basa NaOH dan asam asetat, yaitu dengan terlebih dahulu ditambahkan idikator phenolphtatein PP sebanyak 3 tetes kemudian ditambahkan NaOH sedikit demi sedikit hingga larutan berubah warna menjadi merah, kemudian ditambahkan asam asetat sedikit demi sedikit hingga warna berubah seperti warna semula. f. Kemudian dilakukan pengenceran sampel hingga 100 ml. g. Diambil sampel sebanyak 1 ml, ditambahkan 9 ml aquades dan 10 ml larutan Luff Schrool. h. Sampel tersebut dididihkan selama 5 menit atau lebih hingga terdapat endapan merah bata. i. Kemudian sampel ditambahkan H 2 SO 4 26.5 5 ml, KI 20 2.5 ml, dan amilum 3 tetes, lalu dilakukan titrasi dengan Na- tiosulfat hingga warna berubah menjadi putih susu, catat jumlah Na-tiosulfat yang digunakan untuk titrasi tersebut. j. Blanko disiapkan dengan mencampurkan 10 ml aquades, 10 ml larutan Luff Schrool, kemudian dilakukan prosedur i. 20 Analisis : X = V – V 1 x N Na 2 S 2 O 3 0.1 V = volume titrasi blanko ml V 1 = volume titrasi sampel ml N = normalitas Nilai X menentukan jumlah gula total dalam sampel dengan cara mencocokan nilai tersebut dengan tabel Luff Schrool pada Lampiran 4. Nilai X merupakan banyaknya ml Na 2 S 2 O 3 yang terpakai. Dengan tabel Luff Schrool, nilai X kemudian dikonversi menjadi kadar gula y. Kadar gula total = y x Fp x 100 W y = kadar gula terbaca pada tabel Luff Schrool Fp = faktor pengenceran 100 x pengenceran W = bobot sampel mg 2. Analisis kadar lemak metode Soxhlet Apriyantono et al., 1989 Peralatan : Peralatan yang dibutuhkan dalam analisis lemak adalah timbangan analitik, oven 100 o C, pinset, desikator, kertas saring, dan peralatan ekstraksi lemak soxhlet lengkap. Bahan : Bahan yang dibutuhkan dalam analisis lemak adalah sampel sebanyak 5 gram dan petroleum eter PE. Prosedur : a. Sampel dihancurkan hingga halus dan ditimbang sebanyak 5 gram pada kertas saring, kemudian dibentuk menjadi timbal. 21 b. Labu soxhlet disiapkan dengan terlebih dahulu ditimbang bobotnya dan dipanaskan dalam oven suhu 100 o C selama 1 jam, kemudian labu soxhlet didinginkan dalam desikator selama 15 menit. c. Peralatan soxhlet lainnya disiapkan, dirangkai dengan labu soxhlet, kemudian dimasukkan timbal. d. PE dimasukkan ke dalam soxhlet sebanyak 2 siklus ekstraksi, kemudian soxhlet dirangkai ke refluks, heat plate dipanaskan hingga suhu mencapai 600 o C, dan pompa reluks dinyalakan, jika PE di labu soxhlet sudah mendidih suhu heat plate diturunkan menjadi 400 o C. e. Proses ekstraksi lemak dilakukan selama kurang lebih 5 jam. f. Setelah 5 jam, timbal dikeluarkan dari soxhlet, kemudian dipisahkan antara PE dengan lemak yang terekstraksi dengan cara PE pada soxhlet diuapkan hingga mendekati 1 siklus ekstraksi, PE yang mendekati 1 siklus tersebut dituang, dan hal ini dilakukan berulang kali hingga hanya lemak yang tersisa di labu soxhlet. g. Kemudian labu soxhlet dipanaskan di oven 105 o C selama 1 jam, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian labu berisi lemak yang terekstraksi tersebut ditimbang dengan timbangan digital. h. Labu soxhlet tersebut dipanaskan kembali selama 15 menit, didinginkan kembali dalam desikator, kemudian ditimbang, proses ini dilakukan berulang kali hingga diperoleh bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi tersebut stabil. Analisis : Kadar lemak sampel = L 1 – L x 100 S 22 L = bobot labu soxhlet kosong gram L 1 = bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi gram S = bobot sampel gram d. Metode Quality Fuction Deployment QFD, dilakukan untuk memperoleh titik terang antara akar masalah yang teridentifikasi dan faktor penyebabnya. Metode QFD ini membutuhkan data tentang bahan baku, proses, peralatan, hasil uji organoleptik, dan data sekunder literatur yang diperlukan. e. Eksekusi langkah perbaikan dilakukan berdasarkan analisis masalah dengan metode QFD. Berdasarkan data QFD, akan diperoleh rekomendasi langkah perbaikan, baik berupa redesain bahan baku maupun redesain proses. f. Data pengamatan produksi juga digunakan dalam menyusun program analisis kelayakan usaha.

V. ASPEK PRODUKSI

A. SARANA PRODUKSI

Sarana produksi yang dimaksud di sini adalah mesin produksi dan peralatan pendukung lainnya dalam proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ dari bahan baku biji kakao kering fermentasi hingga permen cokelat telah berada dalam kemasan. Tabel 2 menunjukkan beberapa sarana produksi yang digunakan dalam proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi permen cokelat ‘Jimbarwana’ dari persiapan bahan baku biji kakao kering fermentasi hingga pengemasan produk jadi meliputi alat uji belah cut test, mesin penyangrai roaster, mesin pemecah nib dan pemisah kulit desheller, mesin pemasta kasar nib grinder, alat pengempa presser, mesin pengayak siever, mesin pencampur mixer, mesin penghalus refiner, mesin konsing conche, dan mesin tempering tempering machine.

1. Alat Uji Belah

Alat uji belah digunakan untuk mengetahui tingkat kesempurnaan proses fermentasi secara fisis. Uji ini dilakukan dengan membelah biji kakao hasil fermentasi secara membujur tepat di bagian tengahnya. Alat ini dapat membelah sampel sebanyak 50 biji kakao secara bersamaan dalam waktu kurang dari 5 menit. Belahan-belahan biji kakao berjajar terbuka di atas papan kayu sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi warna dan lekukan jaringan permukaan belahan biji kakao Mulato et al., 2005. Gambar 2 menunjukkan alat uji belah dan sampel biji kakao yang telah dibelah dengan alat ini. Gambar 2. Alat uji belah a dan sampel biji kakao b a b 24 Gambar 3 menunjukkan perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao. Warna jaringan biji kakao yang semula ungu dan pejal berangsur berubah menjadi lebih coklat dan berongga sebagai fungsi dari waktu fermentasi. Biji kakao ”slaty” warna ungu agak keabu-abuan umumnya dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat kurang dari 3 hari, sedangkan biji kakao rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah produk dari proses fermentasi yang terlalu lama lebih dari 5 hari. Keduanya merupakan cacat mutu. Biji kakao dengan waktu fermentasi 5 hari mempunyai warna belahan coklat agak tua dan tekstur berongga. Sebaliknya, biji kakao ”slaty” mempunyai tekstur pejal Wood dan Lass 1985 dalam Mulato et al. 2005. Gambar 3. Perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao Mulato et al., 2005

2. Mesin Penyangrai

Mesin penyangrai digunakan untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat dari biji kakao dengan perlakuan panas. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan dengan baik mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi. Jika dipanaskan pada suhu dan waktu yang cukup, keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard reaksi pembentukan rasa dan aroma. Sedangkan senyawa gula non-reduksi sukrosa akan terhidrolisis oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi Maillard Mulato et al., 2005. Gambar 4 menunjukkan mesin sangrai berbahan bakar minyak tanah.