Rekapitulasi Pembahasan Hasil Penelitian

62 Begitu juga cara penentuan keputusan tidak jauh berbeda pada uji normalitas, pada uji homogenitas juga didasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis yaitu jika nilai ≤ maka dinyatakan bahwa kedua data memiliki variasi yang homogen, sebaliknya jika nilai maka dinyatakan bahwa kedua data tidak memiliki varians yang homogen. Tampak bahwa hasil perhitungan tersebut nilai sehngga dinyatakan bahwa kedua data memiliki variasi yang homogen.

2. Uji Hipotesis

Dari data-data di atas uji persyarat analisis statistik, diperoleh bahwa kedua data berdistribusi normal dan homogen. Oleh itu, uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus uji t. untuk menentukan t hitung digunakan rumus berikut ini. = Perhitungan untuk menentukan nilai t hitung disajikan pada lampiran 12. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh bahwa nilai t hitung adalah 2,3176 dan nilai t tabel pada taraf signifikansi 5 adalah 1,9973 Berdasarkan nilai perolehan tersebut, tampak nilai t t . Ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan menggunakan Problem Based Learning dan siswa yang diajar dengan menggunakan Cooperative Learning. Oleh karna itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa yang menggunakan Problem Based Learning lebih baik dari pada yang menggunakan Cooperative Learning. 63

F. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata posttest diketahui bahwa hasil belajar fisika siswa kedua kelompok menunjukkan terdapat perbedaan. Hal ini dibuktikan dari hasil nilai rata-rata kelas Problem Based Learning lebih besar dibandingkan rata- rata kelas Cooperative Learning. Nilai rata-rata kelas Problem Based Learning sebesar 64 dan kelas Cooperative Learning sebesar 57,14. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t diperoleh t hitung t tabel , yaitu nilai t hitung adalah 2,3176. Nilai t tabel pada taraf signifikansi 5 α =0,05 adalah 1,9973. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar fisika siswa yang menggunakan Problem Based Learning dengan yang menggunakan Cooperative Learning. Keadaan ini menggambarkan bahwa hasil belajar siswa pada konsep getaran dan gelombang lebih baik dengan pembelajaran Problem Based learning, karena menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan yang tidak menerapkan pembelajaran Cooperative Learning. kelas Problem Based Learning lebih baik dalam hal perolehan rata-rata nilai posttest dan rata-rata nilai N-Gain. Problem Based Learning dan Cooperative Learning dianggap sebagai model pembelajaran yang masing-masing memiliki keunggulan tertentu. Hal ini yang diduga menjadi salah satu penyebab bahwa hasil uji hipotesis menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kedua kelas yang tidak terlalu signifikan. Problem Based Learning unggul dalam hal pengajaran keterampilan pemecahan masalah sedangkan Cooperative Learning unggul dalam hal sistematika selama proses pembelajaran. Menurut Dasna dan Sutrisno, 1 Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap model ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Berhubungan dengan Cooperative Learning, Muijs dan Reynolds secara eksplisit menyatakan bahwa Cooperative Learning merupakan 1 I Wayan Dasna dan Sutrisno, “Pembelajaran Berbasis Masalah”, artikel diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari http:lubisgrafura.wordpress.com20070919pembelajaran-berbasis-masalah 64 pembelajaran yang sistematis. Pada Cooperative Learning, materi pelajaran terstruktur dengan jelas, penyampaian presentasi yang jelas dan teratur, serta langkah- langkah pembelajaran dilaksanakan secara sistematis. 2 Temuan yang diperoleh selama penelitian, bahwa hasil belajar siswa pada kelas Problem Based Learning dinyatakan kurang berhasil, walaupun hasil uji hipotesis menunjukan bahwa terdapat perbedaan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dengan Cooprative Learning. Indikasi ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai posttest yang tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 64. Hal ini memberikan informasi bahwa Problem Based Learning sebagai model pembelajaran memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Diduga hal ini menjadi salah satu penyebab hasil belajar siswa kurang berhasil. Faktor tersebut disebabkan oleh keterbatasan waktu sehingga pembelajaran kurang maksimal, karakter siswa yang cenderung terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran sederhana dan sebagainya. Perlunya pembiasaan ini dapat dianalogikan dengan hukum latihan The Law of Exercise yang dikemukkaan oleh Edward Lee Thorndike, salah satu konsep yang mendasari teori belajar behaviorisme. Menurutnya, semakin sering sebuah tingkah laku diulang, dilatih, atau digunakan, maka asosiasi-asosiasi yang mendasari tingkah laku tersebut semakin kuat. Sebaliknya, jika semakin jarang digunakan, maka asosiasi tersebut semakin lemah. Berdasarkan analogi ini, maka dapat dikatakan jika sebuah model pembelajaran baru terus dibiasakan maka siswa juga pada akhirnya terbiasa dan merasa nyaman dengan model tersebut. 3 Karena pembiasaan ini akan memperkuat asosiasi-asosiasi yang mendasari perilaku siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dari model yang baru tersebut dengan cara memberikan respons yang sesuai dengan yang diharapkan. Disamping itu, hal lain yang diduga menjadi penyebab temuan-temuan tersebut adalah penempatan jadwal pelajaran fisika di kelas Cooperative Learning 2 Daniel Muijs dan David Reynolds, Effective Teaching: Evidence and Practice, 2 nd Edition London: SAGE Publications, 2006,. h. 30 – 32. 3 Artikel diakses pada tanggal 2 Desember dari http:wangmuba.com20090221teori-psikologi- belajar-dan-aplikasinya-dalam-pendidikan 65 yang selalu ditempatkan pada jam terakhir sedangkan kelas Problem Based Learning di jam kedua. Pengaruh waktu ini diduga menjadi salah satu penyebab pembelajaran di kelas Cooperative Learning berjalan kurang efektif dibandingkan dengan pembelajaran di kelas Problem Based Learning. Bahkan, jadwal pelajaran fisika kelas Cooperative Learning ditempatkan setelah pelajaran eksakta lainnya, yaitu matematika, kimia, dan biologi. Pada umumnya pembelajaran di siang hari pada jam terakhir pelajaran merupakan suasana yang membosankan sehingga proses pembelajaran berjalan tidak efektif lagi. Pada jam terakhir ini secara fisik siswa mulai letih karena pengaruh tubuh yang mulai merasakan lapar dan lemahnya otot-otot yang disebabkan karena kekurangan energi. Disamping dari sisi fisik, ternyata dari sisi psikologis juga para siswa mulai menurun. Semangat untuk memperhatikan, mencatat, mendengarkan, dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru tidak sehebat pada jam pelajaran kesatu, kedua, atau ketiga yang tentunya masih dihiasi suasana segar dan normalnya semua sistem kerja syaraf. 4 Implikasinya adalah pembelajaran fisika di kelas Cooperative Learning hampir selalu berjalan kurang efektif. Bahkan kadang-kadang, waktu pembelajaran di jam terakhir hanya dapat berjalan selama setengahnya saja. Sehingga ketercapaian proses pembelajaran juga menurun. Namun demikian, rendahnya tingkat ketercapaian proses pembelajaran bukan berarti siswanya tidak mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memenuhi ketercapaian tersebut, melainkan tidak adanya kesempatan bagi mereka untuk memenuhi ketercapaian tersebut karena waktu proses pembelajaran yang berjalan tidak maksimal. 4 PBM Jam Terakhir Menjemukan, artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 dari http:smkn- pakong.sch.idindex.php?view=article;catid=1:latest-newsid=86:pbm-jam-terakhir- menjemukanformat=pdf 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Perbedaan hasil belajar fisika siswa yang diajarkan dengan model Problem Based Learning dapat terlihat dari jumlah gain yang di proleh yaitu 0,42 dengan meanya 64 sedangkan kelompok yang di ajarkan dengan model Cooperative Learning jumlah gain yang diperoleh yaitu 0,34 dengan meannya 57,14 2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan menggunakan model Problem Based Learning dengan siswa yang diajarkan menggunakan model Cooperative Learning. 3. Model pembelajaran Problem Based Learning dengan Cooperative Learning merupakan yang dapat memberi rangsangan kepada siswa untuk aktif secara langsung dalam belajar.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan selama penelitian, penulis mengajukan beberapa saran sebagai perbaikan di masa mendatang. 1. Setiap model mempunyai kelebihan dan kelemahan, oleh itu pendidikan hendaknya tidak menggunakan satu model saja, tetapi harus menggunakan model yang bervariasi. 2. Guru diharapkan dapat menggunakan model Problem Based Learning untuk konsep fisika. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah model Problem Based Learning dan Cooperative Learning dapat memberikan hasil belajar yang baik pada materi pelajaran fisika pada konsep yang berbeda. 67 DAFTAR PUSTAKA Aeni, Titin, Khurotul. Pendekatan Konstruktivisme dengan Model Pembelajaran Berbadasarkan Masalah Problem Based Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Laju Reaksi. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri, 2008 Arends, Richard. dkk. Exploring Teaching: an Introduction to Education 2 nd Education. New York: McGraw Hill Companies Inc, 2001. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2005. Cruickshank, R Donald. The Act of Teaching. New York : Mc Graw Hill, 2006. Dasna, I, Wayan dan Sutrisno. Pembelajaran Berbasis Masalah. artikel diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari http:lubisgrafura.wordpress.com20070919pembelajaran-berbasis- masalah Depdiknas. Slide presentasi yang diterbitkan dalam rangka sosialisasi KTSP. DePorter, Bobby. Quantum Teaching. Diterjemahkan oleh Ary Nilandari. Bandung : Kaifa, 2001. Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Distrik, I, Wayan. Model Pembelajaran Aktif dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMAN 13 BandarLampung, artikel diakses pada tanggal 4 Agustus 2009 dari http:pustakailmiah.unila.ac.id20090716model-pembelajaran-Aktif- dengan-pendekatan-kontekstual-untuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi- dan-hasil-belajar-fisika-siswa-sman-13-bandar-lampung Harinaldi. Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains . Jakarta: Erlangga, 2005. Haviluddin. Jurnal Informatika Mulawarman. Active Learning berbasis Teknologi Informasi ICT. 2010 Ibrahim, Muslimin dan Mohamad Nur. Pembelajaran Berdasarkan Masalah Buku Ajar Mahasiswa. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press, 2001. Ibrahim, Nurdin. Pemanfaatan Tutorial Audio untuk Perataan Kualitas Hasil Belajar artikel diakses dari htttp:www.depdiknas.go.idjurnal44nurdin.htm. Kunandar. Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Meltzer, David. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible ‘‘Hidden Variable’’ in Diagnostic Pretest Scores, artikel diakses pada tanggal 9 Agustus 2009 dari http:ojps.aip.orgajp Muhammad, Geis. Mengoptimalisasi Proses Belajar-mengajar melalui Pendekatan Belajar Aktif. Jakarta: Makalah, Al-Shoffa 2003. Muijs, Daniel dan David Reynolds. Effective Teaching: Evidence and Practice 2 nd Edition. London: SAGE Publications, 2006. Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Nopiyanti, dkk. Kumpulan Skripsi Pendidikan Ilmu Komputer. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbasis Multimedia dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran TIK. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2010. Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sumartana. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1986. Pribadi, Benny. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Dian Rakyat, 2009. Puspita, Angella, Veranica. Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif terhadap Hasil Belajar Pokok Bahasan Laporan Keuangan pada Siswa Kelas X SMAN 1 Grobogan. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang, 2005. Riyanto, Dwi. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri, 2007. Sabri, M, Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Sanjaya, Wina. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana, 2008. Santrock, John. Psikologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh Tri Wibowo. Jakarta : Kencana, 2010. Silberma, Melvin. Active Learning. Diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien. Bandung: Musamedia dan Nuansa, 2004. Subana dan Sudrajat. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia, 2001. Subana. dkk. Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2005. Subratha, Nyoman . Jurnal Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Penelitian Undiksha. Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif dan Strategi Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII C SMP Negeri Sukasada. 2007 Suchaini. Pembelajaran Berbasis Masalah, artikel diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari http:suchaini.wordpress.com20081215pembelajaran- berbasis-masalah Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991. Sudjiono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Sudrajat, Akhmad. Model Pembelajaran Kontekstual, artikel diakses pada tanggal 26 Oktober 2008 dari http:akhmadsudrajat.wordpress.com20080129pembelajaran- kontekstual