Model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Learning, PBL

potensial didefinisikan sebagai tingkat ketika seorang individu dapat memfungsikan atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang lain, seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi. c. Bruner dan Pembelajaran Penemuannya Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu. Hal ini akan menuntut siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner memerikan scaffolding sebagai suatu proses ketika seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan scaffolding dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. 22 PBL juga memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan model pembelajaran lain. Muslimin Ibrahimmenyebutkan bahwa karakteristik PBL adalah sebagai berikut. 23 1 Pengajuan pertanyaan atau masalah Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. 22 Ibid, h.20. 23 Ibid, h. 5 – 6. 2 Berfokus pada keterkaitan antardisiplin Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata. Hal itu dimaksudkan agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. 3 Penyelidikan autentik Model pembelajaran berbasis masalah menghendaki siswa untuk melakukan pennyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.Mereka harus menganalsis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. 4 Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang hal yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif terhadap laporan tradisional atau makalah. 5 Kerjasama Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain. Bentuk kerja sama ini dilakukan paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas- tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Sedangkan Warmada mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PBL. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam PBL. 24 a. Permasalahan atau tugas triggering problemquestion. Permasalahan yang disajikan sebaiknya memenuhi karakteritik sebagai berikut. 1 Tidak mempunyai struktur yang jelas sehingga siswa terdorong untuk membuat sejumlah hipotesis dan mengkaji berbagai kemungkinan penyelesaian masalah. Permasalahan yang kurang berstruktur ini sebaiknya dirancang oleh guru, agar siswa termotivasi dan berkesempatan untuk secara bebas mencari informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber. 2 Cukup kompleks dan ambigu sehingga siswa terdorong untuk menggunakan strategi-strategi penyelesaian masalah dan keterampilan berpikir yang tinggi seperti melakukan analisis dan sintesis, evaluasi, dan pembentukan pengetahuan dan pemahaman baru. 3 Bermakna dan berhubungan dengan kehidupan nyata siswa, sehingga mereka termotivasi untuk mengarahkan dirinya sendiri dan menguji pengetahuan dan pemahaman lama mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut. b. Karakteristik kelompok. Pembagian kelompok dilakukan dengan acak antara 5 sampai 8 orang. Pembagian kelompok ini juga harus mempertimbangkan heterogenitas. Kelompok yang baik adalah kelompok yang cukup heterogen. c. Sumber belajar, yaitu bahan bacaan atau informasi dari narasumber yang dapat dijadikan acuan bagi siswa dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan. Karena bentuk tugas akan memancing beragam pemikiran, 24 I Wayan Warmada, “Problem Based Learning PBL Berbasis Teknologi Informasi ICT: prosidingSeminar “Penumbuhan Inovasi Sistem Pembelajaran: Pendekatan-Based Learning Berbasis ICT Information and Communication Technology”, 15 Mei 2004 dan CAFEO- 21 21 st Conference of The Asian Federation of Enggineering Organization, 22-23 Oktober 2003, h.2-3. maka sumber belajar yang tersedia juga diharapkan cukup bervariasi dan dalam jumlah yang memadai. d. Waktu kegiatan. Disesuaikan dengan beban kurikulum yang hendak dicapai. Berkaitan dengan hal ini, setiap guru memiliki kebijakan sendiri dalam menyusun waktu kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan pada Problem Based Learning ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut ini. 25 Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tingkah Laku Guru Siswa Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Siswa memahaminya dan menerapkan materi yang sedang di jelaskan oleh guru dan menjawab pertanyaan guru berkaitan dengan materi yang sedang dijelaskan kemudian menyimaknya dan mencatat. Tahap 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan guru dengan menjawab pertanyaan- pertanyaannya. Tahap 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Menyimak penjelasan guru tentang cara pemecahan masalah yang disarankan dan membandingkannya dengan pemecahan masalah yang dilakukan kelompoknya. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Mengumpulkan pekerjaan rumahnya dan menjawab pertanyaan guru berkaitan dengan hal itu. Melaporkan perkembangan penyelidikannya dan menanyakan kesulitan yang dite-mukan. 25 Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur, Op-cit, h. 13. Tahap Tingkah Laku Guru Siswa Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Mempresentasikan hasil pemecahan masalah yang dilakukan kelompoknya di depan kelas.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Definisi dan Landasan Teori

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Model ini sejalan dengan salah satu prinsip CTL yaitu learning community. Dimana lingkungan pembelajarannya dicirikan oleh proses demokratis dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. 26 Melalui pembelajaran kooperatif, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan dan menerapkan konsep yang telah ia pelajari sebelumnya. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya kecuali, barangkali, nilai yang akan dia peroleh. Ketika kegiatan belajar bersifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas. 27 Pembelajaran kooperatif menghasilkan komunikasi dan kemampuan interaksi kelompok. Aspek yang membedakan pembelajaran kooperatif 26 Haviluddin, Active Learning berbasis Teknologi Informasi ICT, Jurnal Informatika Mulawarman : September 2010, h. 2 27 Melvin L Silberma. Active Learning, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, Bandung: Musamedia dan Nuansa, 2009, edisi Revisi, Cet ke-3, h. 27- 28 dengan pembelajaran lain yaitu terciptanya interaksi antara siswa dengan siswa. 28 Pembentukan kelompok dalam pembelajaran kooperatif harus menyesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuannya untuk memaksimalkan nilai, maka siswa dikelompokkan sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Ketika guru menempatkan siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah dalam satu kelompok, tujuan pembelajaran yaitu meningkatkan prestasi akademik. Tujuan lain dalam pembelajaran kooperatif adalah mengembangkan kemampuan sosial, memperluas persahabatan, dan meningkatkan pemahaman lintas ras. 29 Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh pandangan John Dewey dan Herbert Thelan, yang menyatakan bahwa pendidikan dalam masyarakat demokratis seharursnya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Karena proses demokrasi dan peran aktif siswa merupakan ciri dari pembelajaran kooperatif. 30 Berbeda dengan teori belajar behavioris yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagai refleks otomatis dari stimulus yang diberikan, teori belajar sosial menyatakan bahwa disamping sebagai hasil dari stimulus yang diberikan, tingkah laku manusia juga dipengaruhi akibat interaksi manusia dengan lingkungannya. Ilustrasi yang menggambarkan hubungan faktor kognitif, sosial lingkungan, dan tingkah laku ini diperlihatkan pada Gambar 2.1 berikut ini. 28 Richard I. Arends, dkk., Exploring Teaching: an Introduction to Education 2 nd Education New York: McGraw Hill Companies Inc., 2001, h. 196 29 Ibid, h.197 30 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta ; Prestasi Pustaka, 2007, h. 45 Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan akan mempengaruhi tingkah laku, faktor tingkah laku akan mempengaruhi lingkungan, dan faktor kognitif akan mempengaruhi tingkah laku. Begitu pun seterusnya. Bandura menggunakan istilah person pribadi, sedangkan istilah tambahan kognitif cognitive ini merupakan usul dari Santrock karena menurutnya terdapat banyak faktor person yang merupakan faktor kognitif juga.

b. PendekatanPembelajaran Kooperatif

a Pengertian pendekatan pembelajaran kooperatif Pendekatan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran aktif. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif, atau hanya menerima dari guru, ada kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Dan kemungkinan besar yang akan terjadi adalah kepasifan siswa akan terus melekat seperti semen yang membutuhkan waktu lama untuk mengeringkannya. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan Gambar 2.2 M odel Belajar M enurut Bandura Teori Belajar Sosial E Environm ent Lingkungan B Behavioer Tingkah laku P C Personal dan Fakt or kognit if menjadikan proses belajar lebih efektif. 31 Sementara belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, seharusnya hasil belajar dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pernyataan sederhana ini berbicara banyak tentang perlunya cara belajar aktif oleh Melvin L. Silberman menjadi apa yang disebut paham belajar aktif. Menurutnya, kebanyakan orang mudah lupa ketika ia hanya mendengarkan saja. Namun ia sedikit ingat ketika mendengar dan melihat. Mereka mulai memahami saat mendengar, melihat, mendiskusikan dengan orang lain. 32 Ungkapan itu sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran. Agar peserta didik belajar secara aktif, guru perlu menciptakan metode yang tepat, sehingga peserta didik tertarik untuk belajar dan dapat menciptakan ide-ide atau gagasan baru dalam menyelesaikan suatu masalah dalam belajar. Kemudian yang perlu diingat bahwa belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu. Senada dengan Melvin, Bobbi DePoter mengatakn bahwa kita belajar hanya 10 dari yang kita baca, 20 dari apa yang kita dengar, 30 dari apa yang kita lihat dan 90 dari apa yang kita katakana dan lakukan. 33 Pernyataan tersebut menjelaskan dan memberikan suatu gambaran bagaimana belajar aktif itu akan lebih menyenangkan dan mudah dipahami ketika peserta didik mengalami sendiri apa yang sedang dipelajari dan diamati, sehingga siswa mampu belajar secara efektif dan efisien dengan tidak mengesampingkan potensi yang dimiliki siswa untuk dikembangkan secara optimal baik dari segi emosional, mental, intelektual, maupun psikomotor siswa. Sebagian besar guru mengajar hingga batas akhir masa sekolah, semester, atau bidang studi. Mereka mungkin beranggapan bahwa pada saat akhir mereka dapat menjejalkan lebih banyak informasi dan menyelesaikan topik 31 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : Bumi Aksara, 2010, Cet ke-1, h.7 32 Melvin L Silberma, Op cit, h. 23 33 Bobbi DePoter, Quantum Teaching, diterjemahkan oleh Ary Nilandari Bandung : Kaifa, 2001, Cet ke-4, h. 57