menunjang, menyenangkan dan tidak membosankan, belajar dengan bergairah, integratif, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing
dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif, dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, dan
laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa, dan lain-lain
10
Pembelajaran kontekstual Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong mereka untuk membuat
hubungan antara
pengetahuan yang
dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran
efektif, yakni:
konstruktivisme constructivism, bertanya questioning, menemukan inquiry, masyarakat
belajar learning community, pemodelan modeling, dan penilaian sebenarnya authenticassessment.
11
Dalam pengertian lain, pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan
antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari- hari.
12
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari konteks pribadi, sosial, dan kultural
sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dan
ditransfer dari
satu permasalahan
ke permasalahanlainnya atau dari satu konteks ke konteks lainnya.
10
Akhmad Sudrajat, “Model Pembelajaran Kontekstual”, artikel diakses pada tanggal 26 Oktober 2008 dari
http:akhmadsudrajat.wordpress.com20080129pembelajaran-kontekstual , h.7
11
Ibid, h.5-7
12
Kunandar, Op cit, h. 296
Ketujuh komponen CTL seperti yang disebutkan oleh Sudrajat di atas, dijelaskan secara mendetail kembali, sebagai berikut :
13
a. Konstruktivisme. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Konsep yang melandasi definisi ini adalah pernyataan yang dikemukakan oleh Piaget
tentang pengetahuan. Piaget menyatakan bahwa: 1 Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka,
akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2 Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
3 Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pangalaman-pengalaman seseorang. b. Inkuiri, yang meliputi proses pembelajaran yang didasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. c. Questioning bertanya. Asas ini ditandai dengan beberapa hal sebagai
berikut. 1 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir siswa. 2 Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran
yang berbasis inkuiri. d. Learning Community Masyarakat Belajar. Dalam CTL menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Penerapan asas ini dapat dilakukan dengan cara :
1 Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. 2 Guru mengundang orang-orang yang dianggap memiliki keahlian
khusus seperti petani, dokter, tukang reparasi radio, dan sebagainya.
13
Wina Sanjaya, Op. cit., h.118 - 123
3 Saling bertukar pengalaman, informasi, saling membelajarkan. e. Modeling Permodelan. Kegiatan ini meliputi:
1 Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar.
2 Mengerjakan kegiatan yang diinginkan oleh guru agar siswa mengerjakannya.
f. Reflection Refleksi, yaitu kegiatan-kegiatan yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut.
1 Berpikir tentang kegiatan yang telah dipelajari. 2 Mencatat hal-hal yang telah dipelajari.
3 Membuat jurnal, karya seni, dan diskusi kelompok. g. Authentic Assessment Penilaian yang Sebenarnya. Asas ini ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut. 1 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
2 Penilaian produk kinerja. 3 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
Pendekatan pembelajaran konstekstual dapat dijabarkan dalam beberapa model pembelajaran. Diantara model-model pembelajaran yang menggunakan
pendekatan kontekstual adalah pembelajaran berbasis masalah Problem Based Learning dan Cooperative Learning, pembelajaran kooperatif. Kedua
model pembelajaran tersebut merupakan model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, sesuai amanat
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP
14
. Disamping itu, dalam salah satu artikelnya, Suherman menyatakan bahwa Problem Based Learning dan
Cooperative Learnig merupakan model pembelajaran yang dapat menjadikan pembelajaran berjalan lebih efektif.
15
14
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : Bumi Aksara, 2010, Cet ke-1, h.6
15
Erman Suherman, “Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa,” artikel diakses pada tanggal 4 Agustus 2009 dari
http:educare.e-fkipunla.net , h.7-8
3. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Learning, PBL
Salah satu model pembelajaran yang termasuk kedalam pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran berbasis masalah Problem Based
Learning. Tidak seperti pada pembelajaran konvensional yang memusatkan perhatian pada masalah setelah pemberian instruksi-instruksi dasar pada fakta
dan keterampilan, Problem Based Learning dimulai dengan pengamatan terhadap sebuah masalah, selanjutnya proses pembelajaran dilakukan
berkaitan dengan fakta dan keterampilan dalam konteks yang relevan diberikan.
Problem Based Learning memiliki ciri-ciri pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata,
pemelajar secara
berkelompok aktif
merumuskan masalah
dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan mencari
sendiri materi yang terkait dengan masalah, dan melaporkan solusi dari masalah.
16
Problem Based Learning menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Problem
Based Learning memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan
sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran konvensional, siswa lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang
diberikan secara terstruktur oleh seorang guru. Model pembelajaran berbasis masalah membuat siswa bertanggung jawab
pada pembelajaran mereka melalui penyelesaian masalah dan melakukan kegiatan
inkuiri dalam rangka mengembangkan proses penalaran.
Pembelajaran berbasis masalah lebih menempatkan guru sebagai fasilitator dari pada sebagai sumber. Pembelajaran Berbasis Masalah juga mendukung
siswa untuk memperoleh struktur pengetahuan yang terintegrasi dalam
16
M Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, Jakarta : Kencana, 2009, Cet ke-1, h.12
masalah dunia nyata, masalah yang akan dihadapi siswa dalam dunia kerja atau profesi, komunitas, dan kehidupan pribadi.
17
PBLadalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap model ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Secara
lebih lanjut bahwa PBLadalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar siswa dengan masalah-masalah
praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
18
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan suatu permasalahan
yang selanjutnya akan dicarikan solusinya. Sebagaimana umumnya model-model pembelajaran lain, Problem Based
Learning memiliki beberapa landasan teori khusus yang membedakannya dengan model pembelajaran lain. Beberapa teori yang melandasi Problem
Based Learning itu adalah sebagai berikut. a. Dewey dan Kelas Demokratis
Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan agar sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas
merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan yang nyata.Dewey juga menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat
dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual sosial.
19
Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat daripada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang menarik dan pilihan
17
Suchaini, “Pembelajaran Berbasis Masalah,” artikel diakses pada tanggal 23 Januari 2009 dari http:suchaini.wordpress.com20081215pembelajaran-berbasis-masalah
18
I Wayan Dasna dan Sutrisno, “Pembelajaran Berbasis Masalah”, artikel diakses pada tanggal 12 Juni
2009 dari
http:lubisgrafura.wordpress.com20070919pembelajaran-berbasis- masalah
19
Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur, Pembelajaran Berdasarkan Masalah Buku Ajar Mahasiswa Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press, 2001, h. 16.
mereka sendiri.Visi pembelajaran yang berdaya guna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki
secara pribadi situasi yang bermaknasecara jelas menghubungkan PBL kontemporer dengan filosofi pendidikan dan pedagogi Dewey.
b. Piaget, Vygotsky, dan Konstruktivisme Jean Piaget 1886-1980 menyatakan bahwa setiap anak memiliki rasa
ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya.Rasa ingin tahu ini, memotivasi mereka secara aktif untuk
membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati.
20
Pada semua tahap perkembangan, setiap anak perlu memahami lingkungan mereka. Tugas pendidikan yang berkaitan dengan hal itu
adalah memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu. Siswa dalam segala usia secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus-menerus
tumbuh dan berubah pada saat siswa mendapat pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal
mereka. Lev Vygotsky 1896-1943 juga mengemukakan pendapat yang sama
dengan Piaget yaitu perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang ketika mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Siswa mempunyai dua tingkat perkembangan, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Konsep ini disebut dengan zone of proximal development.
21
Tingkat perkembangan aktual didefinisikan sebagai penggunaan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang
khusus atas kemampuannya sendiri. Sedangkan tingkat perkembangan
20
Ibid, h.17.
21
Ibid, h.18.
potensial didefinisikan sebagai tingkat ketika seorang individu dapat memfungsikan atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang lain,
seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi.
c. Bruner dan Pembelajaran Penemuannya Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang
menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu. Hal ini akan menuntut siswa untuk aktif
terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Bruner
memerikan scaffolding sebagai suatu proses ketika seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya
melalui bantuan scaffolding dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
22
PBL juga memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan model pembelajaran lain. Muslimin Ibrahimmenyebutkan bahwa
karakteristik PBL adalah sebagai berikut.
23
1 Pengajuan pertanyaan atau masalah Pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan
atau masalah, bukannya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah
mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi
siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai
macam solusi untuk situasi itu.
22
Ibid, h.20.
23
Ibid, h. 5 – 6.