Pengembangan Komoditas Unggulan dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Tani

14 produk yang dihasilkan oleh tenaga kerjanya, dan sebagian lagi pada nilai atas produk tersebut. Pembangunan dan tujuannya memiliki pengertian ataupun persepsi baik secara individual maupun sebagai kelompok yang tentu menaruh harapan yang besar pada pembangunan, bahwa keadaan masyarakat akan menjadi lebih baik melalui pembangunan. Pembangunan sering menjadi perdebatan akademik dan perdebatan ideologi. Negara yang semula dibawah penjajahan kolonial, setelah merdeka hanya melihat pembangunan sebagai salah satu cara untuk survive dan sekaligus untuk mengejar ketertinggalan. Rusli 2004, memberi arti pembangunan ekonomi dengan membedakan antara pertumbuhan Growth dan perkembangan development pertumbuhan dan perkembangan terjadi bersama- sama, tetapi pertumbuhan dapat terjadi tanpa perkembangan. Sebenarnya pembangunan atau perkembangan dapat diberikan makna lebih luas sebagai contoh pemberian makna dalam arti lebih luas dimana pembangunan mengandung tiga nilai inti, yaitu : dapat mempertahankan hidup life sustainance, mempunyai harga diri self esteem, dan kebebasan freedom Todaro 2000. Pendapat ini berasumsi suatu komunitas atau masyarakat mempunyai kemampuan atau kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan dasar dengan selalu berpegang kepada harga diri dan martabat ataupun kepribadian.

2.4 Pengembangan Komoditas Unggulan dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Tani

Pendapatan Daerah Regional Bruto PDRB Kabupaten Bogor pada tahun 2006 mencapai 4,69 diperoleh dari sektor pertanian. Walapun lebih kecil jika dibandingkan dengan sektor yang lain terutama sektor industri yang mencapai 64,30 dan sektor perdagangan yang mencapai 15,48, namun PDRB sektor pertanian dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Artinya sektor pertanian menjadi sektor potensial dalam menambah nilai pendapatan daerah dari tahun ke tahun walaupun secara jumlah menjadi sektor penyumbang ke-tiga terbesar terhadap PDRB Kabupaten Bogor. Menurut Adiwijoyo 2005, apabila petani di daerah mau dan mampu merubah keadaan bertani dari pola bertani secara konvensional, dengan sistem 15 olah tanah menggunakan pupuk dan obat-obatan kimia ke pola bertani organik terpadu, ada langkah-langkah yang dapat dilakukan : Pertama model pertanian lahan basah yang dikembangkan saat ini harus ditinggalkan, karena akan mengeksploitasi habis-habisan unsur hara yang sangat di butuhkan oleh tanaman padi, sehingga sawah semakin lama akan semakin banyak memerlukan pupuk dan obat-obatan anti hama tanaman yang dibutuhkan. Kedua model pertanian lahan kering, pertanian ini merupakan sumber bahan pangan yang sangat potensial, sehingga untuk meningkatkan jumlah hasil panen secara massal dikembangkan secara konvensional, secara monokultur dan dimekanisasi. Model ini adalah model pertanian organik terpadu dan tanpa olah tanah TOT, yaitu dengan menanam berbagai tanaman musiman heterokultur secara tumpang sari dan tumpang gilir tanpa olah tanah, memadukan dengan usaha peternakan. Pembangunan ekonomi perdesaan sebagai satu kesatuan antara pembangunan sektor pertanian dan industri. Arah dari pembangunan tersebut terdapat pada upaya pemberdayaan agro industri. Pengembangan agro industri ini, sekaligus dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa yang sejalan dengan berkembangnya kegiatan di dalam sektor pertanian on farm dan di luar pertanian off farm melalui proses pengolahan, serta kegiatan jasa perdagangan komoditas primer. Berkembangnya kegiatan tersebut akan dapat meningkatkan nilai tambah di perdesaan, diversifikasi produksi perdesaan, pendapatan petani dan akan mempercepat akumulasi kapital perdesaan, Sandra 2002. Menurut Kurniawati 2002, program yang perlu dikembangkan di perdesaan untuk sektor pertanian dan industri kecil adalah komoditas yang berpotensi meningkatkan nilai tambah produk pertanian, pengembangan sistem pemasaran yang tidak terdistorsi, penyediaan sarana transfortasi dan distribusi produk, serta pengembangan kemitraan dan restrukturisasi sistem kelembagaan pertanian dan agroindustri.

2.5 Kelembagaan Masyarakat dalam Penanggulangan Kemiskinan