II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang, sejumlah atau segolongan orang yang berada dalam tingkatan kekurangan dibandingkan dengan
standar kehidupan umum yang layak berlaku di masyarakat. Standar kehidupan yang rendah ini langsung berpengaruh terhadap tingkat kesehatan, kehidupan
moral dan harga diri mereka sebagai orang miskin. Seseorang dimasukan ke dalam golongan miskin apabila dia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar.
Menurut Darwis 2004, kebutuhan dasar itu sendiri dapat dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu 1 Kebutuhan fisik primer yang merupakan kebutuhan gizi,
perumahan, kesehatan; 2 Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup; 3 Kebutuhan lainnya yang lebih tinggi jika
kebutuhan primer dan kultural sudah terpenuhi dan ada kelebihan pendapatan. Pengertian kebutuhan dasar menurut ILO International Labour Organization
membagi kebutuhan dasar ke dalam dua unsur, yaitu 1 Kebutuhan meliputi tuntutan minimum tertentu suatu keluarga sebagai konsumsi pribadi seperti
makanan, perumahan, pakaian, peralatan dan perlengkapan rumah tangga; dan 2 Kebutuhan yang meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh dan untuk
masyarakat seperti minum, angkutan umum, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas kebudayaan.
Kemiskinan merupakan permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, khususnya pada negara-negara yang sedang
berkembang. Kemiskinan sangat berkaitan erat dengan faktor-faktor tertentu misalnya pendapatan, pendidikan, kesehatan, akses terhadap barang dan jasa, dan
kondisi lingkungan. Menurut Ritonga 2003, miskin adalah kondisi kehidupan masyarakat yang sangat serba kekurangan yang dialami seseorang sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan hidup minimalnya kebutuhan dasarnya. Menurut Sumodiningrat 1999, kemiskinan bila ditinjau dari penyebabnya
dapat dibedakan menjadi kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan Struktural terjadi disebabkan oleh faktor eksternal atau faktor yang
berada di luar jangkauan individu, secara kongkrit faktor ini merupakan hambatan
7 kelembagaan atau struktur yang menghambat seseorang untuk meraih
kesempatan. Artinya, bukan karena seseorang tidak mau bekerja tetapi struktur yang ada menjadi hambatan. Kemiskinan kultural timbul disebabkan karena faktor
internal yang berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya sebagai akibat nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut sekelompok masyarakat.
Kemiskinan sesungguhnya merupakan masalah multidimensi yang erat kaitannya dengan kesejahteraan, dikaitkan dengan keterbatasan hak-hak sosial
sehingga jika seseorang dianggap miskin biasanya cenderung tidak sejahtera. Banyak definisi dan konsep yang berbeda tentang kesejahteraan atau Well Being,
misalnya dikatakan bahwa kesejahteraan seseorang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan komoditas secara umum. Seseorang dikatakan mampu jika
dia memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki kekayaan atau secara paralel dapat dianalogikan tentang
kemampuan seseorang untuk memperoleh jenis barang-barang konsumsi tertentu misalnya makan dan perumahan. Seseorang yang kurang mampu untuk berperan
dalam masyarakat mungkin memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah Sen, 1999 atau lebih rentan vulnerable terhadap krisis atau gejolak ekonomi dan
iklim. Jadi dalam konteks ini, kemiskinan dapat berarti kurangnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan komoditas secara umum yaitu keterbatasan terhadap
kelompok pilihan komoditas Watts, 1968 atau jenis konsumsi tertentu, misalnya terlalu sedikit mengkonsumsi makanan yang dirasa sangat esensial atau perlu
untuk memenuhi standar hidup dalam masyarakat, maupun dalam arti kurangnya kemampuan untuk berperan dalam masyarakat.
Kemiskinan memiliki konsep yang sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Tetapi pada umumnya, ketika orang
berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Berdasarkan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila
tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak hal inilah yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Definisi
ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang miskin,
8 tetapi definisi ini sangat kurang memadai karena 1 Tidak cukup untuk memahami
realitas kemiskinan; 2 Dapat menjerumuskan kepada kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan
makanan yang memadai; 3 Tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontra produktif.
BAPPENAS 2004, mendifiniskan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang laki-laki dan perempuan tidak mampu
memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain,
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk
mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain: pendekatan kebutuhan dasar basic needs
approach , pendekatan pendapatan income approach, pendekatan kemampuan
dasar human capability approach dan pendekatan objective and subjective Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi
dimana pendapatan seseorang berada dibawah garis kemiskinan, yaitu besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan dan non pangan sandang,
perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan dan bahan bakar. Berdasarkan indikator internasional seperti terdefinisi miskin dalam kategori MDGs
Millenium Development Goals adalah warga miskin yang berpendapatan dibawah satu dolar AS setiap harinya. Kemudian Asian Development
menggunakan dasar garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia sebesar US 2 perkapita per hari, setelah dikonversi kedalam rupiah menjadi sekitar Rp.
540.000 per bulan. Menurut Nurkse 1953, ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan
bisa terjadi pada seseorang, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah terjadi karena antara lain akibat sumber daya alam yang
terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan struktural terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat
9 anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai
fasilitas lain yang tersedia, sehingga mereka tetap miskin. Sajogyo 1987, mengungkapkan kemiskinan merupakan suatu tingkat
kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup
bekerja dan hidup sehat didasarkan pada kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. Sajogyo dalam menentukan garis kemiskinan menggunakan ekuivalen konsumsi
beras per kapita. Konsumsi beras untuk perkotaan dan perdesaan masing-masing ditentukan sebesar 360 kg dan 240 kg per kapita per tahun.
Beberapa konsep dasar mengenai kemiskinan diatas merupakan konsep yang berkembang di masyarakat, masih banyak konsep lain mengenai kemiskinan
yang dapat kita pelajari sebagai definisi kemiskinan, tetapi pada intinya hampir semua sumber sepakat bahwa kemiskinan pada dasarnya adalah ketidakmampuan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Indikator Kemiskinan