dan Kecamatan Tarakan Utara 2. Didapat melalui trial and error dari simulasi model yang dicocokkan dengan kondisi eksisting dari tahun 2001-
2009. 8. Belum diberlakukannya kebijakan hemat air pada masing-masing sektor
kebutuhan. Berdasarkan Gambar 34 dapat dilihat bahwa kebutuhan sektor domestik
dipengaruhi oleh variable pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka jemlah penduduk juga akan semakin tinggi. Hal ini
mengakibatkan kebutuhan air bersih untuk domestik menjadi meningkat. Sehingga dengan mengalikan jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air
bersih didapat kebutuhan air bersih sektor domestic. Dengan cara yang sama dilakukan juga pada sektor perhotelan dan industri. Dalam sub model ini
ditambahkan juga kebijakan hemat air dengan variable reduce untuk kebutuhan penduduk, reduce and reuse untuk sektor perhotelan dan reduce, reuse and
recycle pada sektor industri, sebagai kebijakan untuk meningkatkan efisiensi air bersih.
Gambar 34 Causal loop sub model kebutuhan air bersih
Gambar 35 Struktur sub model kebutuhan air bersih
7.3.2 Sub Model Ketersediaan Air Bersih
Sub model ketersediaan ini mendeskripsikan ketersediaan air bersih yang berasal dari sumber alam yaitu air tanahsumur dan pelayanan PDAM.
Ketersediaan air bersih dari alam dipengaruhi oleh besarnya koefisien run off masing-masing tutupan lahan, curah hujan, luas lahan dan luas catchment area.
Sedangkan ketersediaan air dari sektor pelayanan PDAM dihitung berdasarkan kapasitas instalasi pengolahan air IPA PDAM. Keterkaitan antar variable
ketersediaan air dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36 Causal loop sub model ketersediaan air bersih
Ketersediaan air tanah dapat ditingkatkan dengan menaikan imbuh air tanah dengan melakukan upaya-upaya reboisasi pada lahan hutan, pembuatan
terasering pada lahan ladingtegakan, pembuatan sumur resapan pada lahan permukiman dan pembuatan sistem intensifikasi pada lahan tambak. Upaya
konservasi ini dilakukan untuk menurunkan koefisien run off masing-masing land use sehingga imbuhan air tanah menjadi meningkat. Jadi, semakin tinggi upaya
konservasi maka koefisien run off akan semakin kecil dan imbuhan air tanah akan meningkat. Nilai koefisien run off pada masing-masing land use dapat
dilihat pada Tabel 18. Imbuhan air tanah yang dipakai sebagai air bersih diasumsikan sebanyak 40, dan sisanya berupa cadangan air tanah. Namun
upaya konservasi ini juga harus memperhitungkan biaya konservasi pada masing-masing land use. Dalam hal ini biaya konservasi pada masing-masing
land use berupa data asumsi berupa nilai masukan input. Koefisien run off pada masing-masing lahan dikumulatifkan sehingga
menjadi koefisien run off kumulatif menggunakan persamaan 4. Persamaan- persamaan lain yang digunakan dalam perhitungan ketersediaan air bersih pada
sub model ketersediaan air bersih ini adalah :
∑ ∑
……………… 4 ……………..…...………….………… 5
……………..………………………… 6 ………………………………… 7
dimana :
C = koefisien run off kumulatif C
i
= koefisien run off lahan i A
i
= luas lahan i ha RO =
Run Off m
3
thn I = curah hujan tahunan mmthn
A = luas daerah tangkapan ha
G = imbuhan air tanah m
3
thn P =
volume hujan m
3
thn E =
evaporasi m
3
thn IKA = indeks ketersediaan air bersih
Ketersediaan air dari pelayanan PDAM dapat ditingkatkan dengan cara melakukan uprating instalasi pengolahan air IPA PDAM eksisting atau membuat
instalasi pengolahan air bersih mikro IPAB Mikro pada masing-masing wilayah yang kekurangan pelayanan air bersih. Pada sub model ini dibandingkan antara
penambahan ketersediaan air dengan cara uprating IPA dan pembuatan IPAB Mikro. Rincian biaya uprating dan IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 6 sd
7. Berdasarkan biaya uprating dan biaya pemasangan IPAB Mikro tersebut