Curah Hujan Rata-rata Model penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil (studi kasus : pulau tarakan, Kalimantan Timur).

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi penyediaan air bersih menggunakan 3 tiga tahapan metode, yaitu 1 ISM Interpretatif Structural Modelling untuk mengetahui faktor kunci dalam kendala, kebutuhan dan kelembagaan penyediaan air bersih; 2 AHP Analytical Hierarchy Process untuk mendapatkan alternatif penyediaan air bersih; dan 3 SWOT Strength, Weakness, Opportunities and Threats untuk menyusun strategi dalam pengembangan penyediaan air bersih.

5.1 Analisis Kendala, Kebutuhan dan Kelembagaan Penyediaan Air Bersih

Dalam penyediaan air bersih secara berkelanjutan di Pulau kecil, dalam hal ini di Kota Tarakan, perlu dikaji aspek kendala, kebutuhan dan lembaga yang berperan dalam penyediaan air bersih. Kajian ini menggunakan metode ISM Interpretative Structural Modelling dengan menggunakan kuisioner dan diskusi pakar.

a. Kendala dalam Penyediaan Air Bersih di Pulau Kecil

Berdasarkan hasil pendapat pakar, ditemukan 12 sub elemen kendala, yaitu 1 kebijakan yang kurang memperhatikan pulau kecil, 2 terbatasnya sarana dan prasarana dasar, 3 kualitas air baku yang buruk akibat pencemaran, 4 rendahnya kesadaran hidup bersih, 5 tingginya investasi sarana penyediaan air bersih, 6 tata ruang yang buruk, 7 mudah terjadi konflik sosial, 8 kurangnya sumberdaya manusia yang memadai, 9 terbatasnya sumberdaya air tawar, 10 kurangnya kemampuankapasitas institusi, 11 tata kelola kelembagaan lemah, 12 teknologi penyediaan air kurang memadai. Hubungan kontekstual antar sub elemen kendala adalah sub elemen kendala yang satu memberikan kontribusi atau menyebabkan sub elemen kendala yang lain. Berdasarkan hasil analisis seperti pada Gambar 15 menunjukkan bahwa sub elemen kendala kebijakan yang kurang memperhatikan Pulau kecil K1, kualitas air baku yang buruk akibat pencemaran K3, tingginya investasi sarana penyediaan air bersih K5, tata ruang yang buruk K6, kurangnya sumberdaya manusia yang memadai K8, terbatasnya sumberdaya air tawar K9, terletak pada independent sector. Hal ini menunjukkan bahwa ke enam sub elemen kendala tersebut memberikan kontribusi yang tinggi terhadap sub elemen kendala yang lain, setiap perubahan dalam sub elemen ini akan mempengaruhi sub elemen kendala yang lain, sehingga perlu kajian yang lebih hati-hati dan mendalam. Sub elemen terbatasnya sarana dan prasarana dasar K2 dan mudah terjadi konflik sosial K7, terletak pada linkage sector, hal ini berarti bahwa terjadinya kedua sub elemen kendala tersebut sangat dipengaruhi dan sekaligus mempengaruhi terjadinya sub elemen kendala yang lain. Sub elemen kurangnya kemampuankapasitas institusi K10, tata kelola kelembagaan lemah K11, berada pada dependent sector, hal ini berarti bahwa terjadinya kedua kendala ini sangat dipengaruhi oleh sub elemen kendala lainnya. Sedangkan sub elemen kendala rendahnya kesadaran hidup bersih K4 dan teknologi penyediaan air kurang memadai K12, menempati autonomous sector, hal ini berarti bahwa sub elemen kendala ini umumnya tidak berkaitan atau memiliki hubungan yang sedikit dengan sub elemen kendala lainnya. Gambar 15 Matriks driver power – dependence untuk elemen kendala dalam penyediaan air bersih berkelanjutan di Kota Tarakan Dari analisis ini didapatkan hirarki sub elemen kendala seperti yang disajikan pada Gambar 16. Sub elemen kendala kunci driver power pada penyediaan air bersih berkelanjutan di pulau kecil di Kota Tarakan adalah kualitas air baku yang buruk akibat pencemaran K3, kurangnya sumberdaya