Penokohan dalam Novel Kajian tentang Novel a. Pengertian Sastra

293 menyebutkan 21 unsur pembentuk struktur cerita rekaan, yaitu: 1 tema; 2 ketegangan dan pengembangan; 3 alur; 4 pelukisan tokoh; 5 konflik; 6 kesegaran dan atmosfer; 7 latar; 8 pusat; 9 kesatuan; 10 logika; 11 interpretasi 12 kepercayaan; 13 pengalaman keseluruhan; 14 gerakan; 15 pola dan perencanaan; 16 tokoh dan laku; 17 seleksi dan sugesti; 18 jarak; 19 skala; 20 gaya; dan 21 imajinasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan ,bahwa struktur novel merupakan sebuah totalitas yang terdiri dari kesatuan unsur-unsur pembentuknya. Baik unsur intrinsik maupun ektrinsik. Unsur-unsur tersebut saling berhubungan dan saling menentukan. Tiap-tiap unsur pembangun struktur dapat bermakna jika memiliki keterkaitan dengan keseluruhan. Dengan kata lain dalam keadaan terpisah dari totalitasnya unsur-unsur tersebut tidak bermakna, tidak berfungsi, dan tidak ada artinya

e. Penokohan dalam Novel

Analisis perwatakan pada tokoh tertentu dalam karya sastra dimulai dari bagaimana pengarang novel memperkenalkan tokoh-tokohnya, peran, dan fungsi peran atau penokohannya tersebut. Tokoh yang yang ditampilkan akan dapat dianalisis melalui berbagai hal seperti dialog, perilaku, latar, maupun melalui analisa dari pengarang sendiri melalui tulisannya. Tokoh cerita menurut Abrams sebagaimana dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, 2005: 165 menjelaskan, tokoh cerita character, adalah orang- orang yang ditampilkan dalam suatu naratif, atau drama, yang oleh pembaca 294 ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan adalah gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Fungsi dan peran tokoh dalam cerita bukan hanya sekedar memainkan peran tetapi harus mampu menyampaikan ide cerita, tema yang terangkai dalam satu jalinan cerita. Jokop Sumarjo dalam Zainuddin Fananie, 2000: 86 menjelaskan fungsi dan peran tokoh dalam cerita yaitu: ”Sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh-tokoh rekaan. Kendati berupa rekaan atau hanya imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan jiwa, terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alasan pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang”. Hubungan antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat sekali dengan bagaimana penerimaan pembaca. Karena pembacalah yang dapat memberi makna yang sebenarnya. Pemaknaan pembaca dilihat dari bagaimana berdialog dengan kata-kata atau dengan sikap tingkah lakunya dilihat berdasarkan oleh kwalitas pribadi tokoh bukan hanya secara fisik saja. Burhan Nurgiantoro, 1995: 165 menyampaikan pengertian yang berbeda antara penokohan dan tokoh. Pengertian penokohan lebih luas dibandingkan dengan pengertiannya tokoh. Tokoh berhubungan dengan pemeran sedangkan penokohan berhubugan dengan perwatakan pemeran sebagai berikut: ”Istilah penokohan berbeda pengertiannya dengan tokoh. Penokohan lebih luas dibandingkan dengan tokoh. Tokoh hanyalah sosok pemeran dalam cerita sedangkan penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, 295 bagaimana perwatakan tokoh cerita, bagaimana penempatannya dalam cerita, dan pelukisan dalam cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca”. Wellek Warren, 1989: 288 menyampaikan pendapatnya tentang adanya perubahan penokohan. Penokohan yang telah didukung oleh penampilan psikis dan fisik dapat berubah sewaktu-waktu berdasarkan keadaan karakterologi yang dijadikan acuan. Tokoh dalam novel dapat menunjukan adanya perubahan tersebut. Ada penokohan statis dan penokohan dinamis atau penokohan berkembang. Penokohan datar flat characterization menampilkan satu kecenderungan, yang dianggap dominan atau kecenderungan yang paling jelas secara sosial. Penokohan bulat round characterization seperti penokohan dinamik membutuhkan ruang dan penekanan. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi memilki peranan yang tidak sama. Burhan Nurgiantoro, 2005: 176 memberikan kategori ke dalam beberapa jenis yaitu: 1 dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dibedakan menjadi tokoh utama cerita central charakter, main charakter dan tokoh tambahan paripheral charakter; 2 dilihat dari fungsi penampilan tokoh dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis; 3 berdasarkan perwatakannya tokoh cerita dibedakan ke dalam tokoh sederhana simple atau flat character dan tokoh kompleks atau tokoh bulat complex atau round character; 4 berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dibedakan ke dalam tokoh statistidak berkembang static charakter dan tokoh berkembang developing charakter; 5 berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadapsekelompok manusia dari kehidupan nyata,tokoh cerita 296 dapat dibedakan ke dalam tokoh topikal typical character dan tokoh netral neutral character. Hal yang sama disampaikan oleh Aminuddin, 2002: 82 bahwa ragam pelaku penokohan sebagai berikut: ”Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonis, dan pelaku antagonis juga terdapat sejumlah ragam pelaku yang lain. Ragam pelaku lain selain ragam pelaku yang telah diungkapkan itu adalah 1 simple character, 2 complex character, 3 pelaku dinamis ,dan 4 pelaku statis”. Simpel karakter adalah jika pelaku tidak banyak menunjukan adanya kompleksitas masalah. Komplek karakter pelaku yang pemunculannya menunjukan pelaku yang banyak dibebani permasalahan yang komplek. Pelaku dinamis adalah pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilan. Pelaku statis dalam hal ini adalah pelaku yang tidak menunjukan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita berakhir. Sementara itu, Panuti Sudjiman dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 53 menyampaikan kedudukan tokoh protagonis dalam cerita yaitu: ”Penentuan tokoh protagonis didasarkan pada kriteria sebagai berikut.. Pertama tokoh yang paling tinggi intensitas keterlibatannya dalam peristiwa- peristiwa yang membangun cerita. Waktu yang digunakan untuk menceritakan pengalaman tokoh protagonis lebih banyak dibandingkan dengan waktu yangdigunakan untuk mengisahkan tokoh-tokoh lain. Kedua tokoh protagonis berhubungan dengan semua tokoh yang ada di dalam cerita, sedangkan tokoh-tokoh lain tidak saling berhubungan. Ketiga, protagonis menjadi pusat sorotan di alam cerita”. Keberhasilan pengarang dalam menggambarkan atau menampilkan penokohan tergantung pada kemampuan pengarang menggambarkan watak tokoh- 297 tokoh yang ada yang mewakili karakter-karakter manusia yang dikehendaki tema dan amanat dalam batas kewajaran realita kehidupan manusia. Zainuddin Fananie, 2000: 87 mengungkapkan model mengekspresikan karakter tokoh yang dipakai pengarang dapat bermacam-macam yaitu: 1 analitik artinya tokoh-tokoh cerita sudah dideskripsikan sendiri oleh pengarang, dengan kata lain pengaranglah yang menganalisis watak tokoh-tokohnya; dan 2 dramatik artinya pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan karakter tokohnya. Karakter dibangun melalui kebiasaan berpikir, cara pengambilan keputusan dalam menghadapi setiap peristiwa,perjalanan karier, dan hubungan dengan tokoh-toko lain, termasuk komentar dari tokoh yang satu ke tokoh yang lain. Lebih lanjut Boulton, dalam Aminuddin, 2002: 79 mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di dalam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi, pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing, sepatu, dan lain-lainnya. Cara penggarang menggambarkan para tokoh dapat di analisis oleh pengarang langsung dan jelas melalui tulisannya.Analisis lain dapat dilakukan dengan melihat melalui komponen-komponen yang mendukung dalam rangkaian 298 ceritanya. Secara garis besar ada dua macam cara pendeskripsian karakter tokoh dalam sastra novel seperti yang disampaikan oleh Mursal Esten, 1990: 27 sebagai berikut: ”Pertama secara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan bagaimana watak tokoh-tokohnya. Kedua secara dramatik, yaitu pengarang tidak langsung menceritakan bagaimana watak-watak para tokohnya. Misalnya melalui penggambaran tempat dan lingkungan tokoh, bentuk-bentuk lahir potongan tubuh dan sebagainya, melalui percakapan dialog, dan melalui perbuatan tokoh”. Lebih rinci dan luas lagi Muchtar lubis dalam Henry Guntur Tarigan 1993: 132-133 menyampaikan tentang cara penggambaran penokohan bukan hanya dari unsur-unsur yang mendukung saja tetapi juga tanggapan dan komentar dari lawan main dan bagaimana tokoh dapat bereaksi terhadap suatu kejadian sebagai berikut: 1 physical deskription melukiskan bentuk lahir tokoh; secara Portryal of thought stream or of concious thought melukiskan jalan pikiran tokoh atau siapa saja yang melintas dalam pikirannya; 2 reaction to even bagaimana reaksi tokoh itu terhadap kejadian; 3 direct outhor analysis pengarang langsung menganalisis watak tokohnya. Menurut M. Saleh Saad dalam Tengsoe Tjahjono, 1988: 138 menyampaikan cara pengarang melukiskan keadaan dan watak tokoh-tokohnya dapat melalui dua jalan yaitu: 1 cara analitik; dan 2 cara dramatik. Dalam cara analitik seorang pengarang akan menjelaskan secara langsung keadaan dan watak tokoh-tokohnya, sedangkan dalam cara dramatik dalam melukiskan tokoh- tokohnya tidak dengan cara menganalisis langsung, tetapi melalui hal-hal yang lain. Cara pelukisan keadaan watak tokoh secara dramatik ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu: 1 dengan cara melukiskan reaksi tokoh lain 299 terhadap tokoh utama, 2 dengan cara melukiskan keadaan sekitar tempat tokoh itu tinggal, 3 dengan cara melukiskan jalam pikiran dan perasaan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, dan 4 dengan cara melukiskan perbuatan tokoh-tokoh tersebut. Pembaca novel yang berpengalaman sebelum memberi simpulan terhadap karakter tokoh, ia akan cenderung menunda pendapatnya tentang satu karakter tertentu, terbuka menerima petunjuk baru untuk memperkuat penilaian terhadap karakter tersebut. Petunjuk tersebut dapat berupa nama tokoh, deskripsi eksplisit, dan komentar pengarang sendiri terhadap karakter tokoh Robert Stanton, 2007: 34 mengatakan: ”Pada kasus lain, bunyi yang diartikulasikan dari nama karakter tertentu dapat mengarahkan kita pada sifat karakter itu seperti nama karakter- karakter Dickens Scrooge yang mensugestikan sifat kikir, pickwick yang humoris, atau Murdstone yang jahat. Bukti lain yang tidak kalah penting adalah deskripsi eksplisit dan komentar pengarang tentang karakter bersangkutan. Deskripsi semacam itu selalu membantu kita dalam menvisualisasikan sekaligus memahami karakter tersebut”. Pada prinsipnya ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk menampilkan tokoh-tokohnya yaitu: 1 metode analisis atau deskriptif atau langsung; 2 metode tidak langsung atau peragaan atau dramatisasi, ditambah dengan 3 metode kontekstual. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga metode tersebut di atas: 1 metode analisis atau deskriptif atau langsung yaitu metode yang digunakan pengarang dalam mendeskripsikan tokoh-tokohnya secara langsung dengan terinci analitis. Pendeskripsiannya dapat dilakukan secara fisik keadaan 300 fisiknya, psikis wataknya, dapat juga keadaan sosialnya kedudukan dan pangkat akan tetapi lazimnya adalah ketiga-tiganya. 2 metode tidak langsung atau metode dramatik. Pengarang tidak memaparkan kehidupan tokoh cerita tetapi pembaca yang menafsirkan karena pengarang ingin memberikan fakta. Pengarang dalam mengambarkan tokohnya ini biasanya berkenaan dengan penampilan fisik,hubungan dengan orang lain,cara hidup sehari-hari, dan sebagainya. 3 metode kontekstual adalah metode yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh melalui konteks bahasa atau bacaan Herman J. Waluyo, 2002: 167. Wellek dan Warren, 1989: 287 menjelaskan cara-cara yang paling sederhana dalam pendeskripsian perwatakan adalah dengan pemberian nama. Setiap sebutan adalah sejenis cara memberi kepribadian dan penghidupan. Character atau tokoh adalah bahan yang paling aktif yang menjadi penggerak jalan cerita. Karakter ini berpribadi, berwatak, dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang tiga dimensional. Tiga dimensi yang di maksud adalah: 1 Dimensi fisiologis ialah ciri-ciri badani, seperti: a usia, tingkat kedewasaan, b jenis kelamin , c keadaan tubuhnya, d ciri-ciri muka. 2 Dimensi sosiologis ialah latar belakang kemasyarakatan, misalnya: a status sosial, b pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat, c pendidikan d kehidupan pribadi e pandangan hidup f aktifitas sosial, organisasi, hobbi, g bangsa, suku, keturunan. 301 3 Dimensi psikologis ialah latar belakang kejiwaan, meliputi: a mentalitas, ukuran moralmembedakan antara yang baik dan tidak baik, b temperamen, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan, c I.Q. Intelegen Quotient tingkat kecerdasan, kecakapan, keahlian khusus dalam bidang- bidang tertentu Harymawan, 1988: 25. Tokoh dalam cerita novel seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari- hari disekitar kita, selalu memiliki berbagai watak-watak tertentu tentang macam apa tokoh yang ditampilkannya itu. Seorang pengarang seringkali memberikan penjelasan kepada pembaca secara langsung. Seorang pelaku yang digambarkan melalui gambaran lingkungan. Seringkali lewat tingkah laku seseorang juga dapat ditentukan bagaimana perwatakannya. Pemahaman watak seseorang juga dapat diketahui lewat apa yang dibicarakan oleh orang lain terhadapnya. Dalam upaya memahami watak-watak tokoh pelaku dalam cerita, pembaca dapat penjelasan kepada pembaca secara langsung. seorang pelaku yang digambarkan melalui gambaran lingkungan. Seringkali lewat tingkah laku seseorang juga dapat ditentukan bagaimana perwatakannya. Pemahaman watak seseorang juga dapat diketahui lewat apa yang dibicarakan oleh orang lain terhadapnya. Dalam upaya memahami watak-watak tokoh pelaku dalam cerita, pembaca dapat menelusurinya lewat: 1 tuturan pengarang terhadp karakteristik pelakunya; 2 gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian; 3 menunjukan bagaimana perilakunya; 4 melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri; 5 memahami bagaimana jalan pikirannya; 6 melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya; 7 302 melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya; 8 melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya; 9 melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya. Aminuddin, 2002: 80. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara atau proses pengarang melukiskan atau menggambarkan watak dari tokoh yang ditampilkan melalui kemampuan jiwanya dan sesuai dengan perwatakan pemeran tokoh dalam cerita.

2. Kajian Tentang Feminisme Sastra a.