Struktur Novel Kajian tentang Novel a. Pengertian Sastra

289 fantastis artinya tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari atau menyalahi hukum empiris. Adapun Zaiden Hendy, 1993: 225 membagi novel berdasarkan unsur fiksi dan corak isinya. Berdasarkan unsur fiksi novel dapat dibagi menjadi tiga, yaitu novel plot, novel watak, dan novel tematis. 1 Novel plot atau novel kejadian. Novel ini mementingkan struktur cerita atau perkembangan kejadian. Novel ini biasanya banyak melukiskan ketegangan karena banyak mengisahkan kejadian; 2 Novel watak atau novel karakter. Novel ini mementingkan pengisahan watak atau karakter para pelakunya misalnya penakut, pemalas, humor, pemarah, mudah putus asa, mudah kecil hati, dan sebagainya; dan 3 Novel tematis. Novel ini mementingkan tema atau pokok pesoalan yang sangat banyak, maka novel tematispun bermacam-macam pula. Dari sekian banyak itu digolongkan atau beberapa saja yaitu novel politik, novel agama, dan novel sosial. Berdasarkan corak isinya, novel dibagi atas novel populer dan novel aktual. Novel populer adalah novel kebanyakan yang ditulis dengan pola tiru meniru karena itu, novel jenis ini sangat banyak dihasilkan. Tergolong dalam novel ini yaitu: novel detektif, novel kriminal, novel western, dan novel silat.

d. Struktur Novel

Dunia atau kosmos seorang novelis pola atau struktur atau organisma yang meliputi plot, tokoh, latar, pandangan hidup, dan nada adalah unsur sastra yang 290 perlu dipelajari, jika ingin membandingkan novel dengan kehidupan, atau jika ingin menilai-secara etika atau sosial karya seorang novelis. Kenyataan yang disampaikan dalam karya sastra tidak dapat diukur dengan ketepatan sejumlah fakta tertentu atau dinilai berdasarkan ukuran moral. Realita yang ditampilkan adalah kenyataan keseluruhan dalam dunia fiksi itu sendiri. Dunia yang sebenarnya tidak akan sepadu dunia yang diciptakan dan ditampilkan oleh penulis novel. Wellek dan Warren, 1993: 283 mengatakan bahwa pada umumnya kritikus yang membedakan novel dengan karya sastra lain akan membedakan tiga unsur pembentuk novel yaitu: alur, penokohan, dan latar. Robert Stanton Dalam Sugihastuti dan Rossi Abi Ali Irsyad, 2007: 90 menyinggung tenang struktur novel sebagai berikut; “Oleh karena bentuknya yang panjang, novel tak dapat mewarisi kesatuan padat yang dipunyai cerpen. Novel juga tidak mampu menyanjikan topiknya menonjol seperti prinsip mikrokosmis cerpen. Sebaliknya, novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter dan berbagai peristiwa ruwet yang menjadi beberapa tahun selam secara lebih mendetail”. Dibandingkan dengan cerpen, novel mampu menghadirkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang dimilikinya dengan lebih mendetail. Karakter tokoh dilukiskan secara mendalam, lengkap, dan berkembang. Latar belakang sosial diciptakan untuk memperjelas situasi sosial yang dilukiskan penulis. Situasi sosial yang digambarkan berjalan secara bertahap dalam rangkaian urutan waktu membentuk peristiwa-peristiwa dalam waktu yang cukup lama dan panjang. Novel memiliki kemampuan untuk menceritakan secara lebih banyak dari sekedar apa yang diceritakan. Kelebihan novel adalah kemampuannya menyampaikan 291 permasalahan yang kompleks secara penuh dalam mengkreasikan sebuah dunia yang lengkap. Stanton dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2001:56 mengatakan bahwa struktur karya sastra terdiri dari 3 unsur yakni tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita terdiri atas alur, tokoh, dan latar. Sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, dan suasana, simbol-simbol, imaji, dan juga cara-cara pemilihan judul. Fungsi karya sastra adalah menggabungkan dua unsur karya sastra yaitu fakta karya sastra dan tema karya sastra sehingga makna karya sastra yang sedang dipelajari dapaat dioahami dengan jelas. Teeuw 1983: 38 menyebutkan bahwa sistem sastra ada tiga aspek dan sistem sastra oleh A Teeuw disejajarkan dengan pengertian struktur sastra. Tiga aspek sistem sastra itu ialah: ”1 externe strukturrelation dalam Plett, 1975: 122, sistem itu tidak otonom tetapi terikat pada sistem bahasa. Si penyair dalam menciptakannya paling tidak sebagian terikat pada sistem bahasa yang dipakainya, tidak hanya pada aspek bentuknya, tetapi pula pada sistem maknanya. Sejauh mana ada kelonggaran dan kebebasannya merupakan masalah yang menarik untuk diteliti, tetapi tidak mudah; 2 interne strukturralation Plett, 1975: 122, sistem itu merupakan struktur intern, struktur dalam yang bagian dan lapisannya saling menentukan dan saling berkaitan. Sistem itu dapat disebut semacam tata sastra, ”a set of conventions fo reading poetry”...; 3 Sistem sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat kompleks dan bersusun-susun”. Robert Stanton dalam terjemahan Sugihastuti dan Rossi Abi Ali Irsyad, 2000: 90 mengatakan bahwa dalam novel tidak dibebani oleh tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dalam bentuk padat dan ditulis dalam skala besar sehingga mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas ketimbang cerpen. 292 Abrams berpendapat fiksi mengarah pada prosa naratif. Fiksi yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering diangkat bersinonim dengan novel. Fiksi atau novel meupakan hasil tiruan dunia nyata dilihat dari kacamata pengarang itu sendiri. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia,dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot alur cerita, tokoh penokohan, latar tempat waktu dan peristiwa, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja, juga bersifat imajinatif. Kesemuanya itu walau bersifat noneksistensial, karena dengan sengaja dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan dan atau dianalogikan dengan dunia nyata secara lengkap dengan runtutan peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya sehingga tampak seperti sungguh ada dan terjaditerlihat berjalan dengan sistem koherensinya sendiri. Kebenaran dalam fiksi, dengan demikian ,tidak harus sama dan berarti dan memang tidak perlu disamakan dan diartikan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata. Hal itu disebabkan dunia fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata masing-masing memiliki sistemhukumnya sendiri Burhan Nurgiantoro, 2005: 4. Selanjutnya, Henry Guntur Tarigan membagi beberapa yang dapat di klasifikasikan dalam sat kelompok. Konflik, kesegaran, atmosfer, kesatuan, logika, pengalaman keseluruhan, gerakan dan kelajuan dapat dikelompokkan menjadi satu unsur dari plot atau kerangka cerita. Sedangkan pola dan perencanan, seleksi dan sugesti, jarak, pelukisan tokoh, dan skala dapat dimasukkan dalam unsur gaya atau style. Yaitu bahwa Henry Guntur Tarigan 1984: 124 293 menyebutkan 21 unsur pembentuk struktur cerita rekaan, yaitu: 1 tema; 2 ketegangan dan pengembangan; 3 alur; 4 pelukisan tokoh; 5 konflik; 6 kesegaran dan atmosfer; 7 latar; 8 pusat; 9 kesatuan; 10 logika; 11 interpretasi 12 kepercayaan; 13 pengalaman keseluruhan; 14 gerakan; 15 pola dan perencanaan; 16 tokoh dan laku; 17 seleksi dan sugesti; 18 jarak; 19 skala; 20 gaya; dan 21 imajinasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan ,bahwa struktur novel merupakan sebuah totalitas yang terdiri dari kesatuan unsur-unsur pembentuknya. Baik unsur intrinsik maupun ektrinsik. Unsur-unsur tersebut saling berhubungan dan saling menentukan. Tiap-tiap unsur pembangun struktur dapat bermakna jika memiliki keterkaitan dengan keseluruhan. Dengan kata lain dalam keadaan terpisah dari totalitasnya unsur-unsur tersebut tidak bermakna, tidak berfungsi, dan tidak ada artinya

e. Penokohan dalam Novel