330
c. Pendekatan Feminisme Sastra
Pada umumnya mereka mengakui bahwa feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada
dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut. Berdasarkan asumsi di atas berkembang berbagai
pendapat-pendapat sebagai berikut: ”Upaya penelitian demikian lalu memunculkan teori pengkajian feminisme
sastra. Dari sini pengkajian sastra feminis dapat kearah dua sasaran, yaitu: 1 bagaimana pandangan laki-laki terhadap perempuan dan 2 bagaimana sikap
perempuan dalam membatasi dirinya. Keduanya akan berpusar lebar ke dalam teks sastra yang jalin-menjalin dengan budaya masing-masing
wilayah Suwardi Endraswara, 2008:147.
Jabaran dua sasaran itu, menurut Selden Pradopo, 1991:137 dapat digolongkan menjadi lima fokus: 1 biologi, yang sering menempatkan
perempuan lebih inferior, lembut, lemah, dan rendah; 2 pengalaman, seringkali perempuan dipandang hanya memiliki pengalaman terbatas, masalah menstruasi,
melahirkan, menyusui, dan seterusnya; 3 wacana, biasanya perempuan lebih rendah penguasaan bahasa, sedangkan laki-laki memiliki ”tuntutan kuat”. Akibat
dari semua ini, akan menimbulkan stereotip yang negative pada diri perempuan, perempuan sekadar kanca wingking; 4 proses ketidaksadaran, secara diam-diam
penulis feminis telah meruntuhkan otoritas laki-laki. Seksualitas perempuan bersifat revolusioner.
Suwardi Endraswara 2008:146 menjelaskan lebih lanjut tentang dasar pemikiran feminisme yaitu,
“Subversive, beragam, dan terbuka. Namun demikian, hal ini masih kurang disadari oleh laki-laki; 5 pengarang feminis biasanya sering
menghadirkan tuntutan sosial dan ekonomi yang berbeda dengan laki-laki.
331 Dari berbagai fokus tersebut, peneliti sastra yang berhaluan feminis dapat
memusat pada beberapa pilihan agar lebih mendalam. Dasar pemikiran dalam penelitian sastra berprespektif feminis adalah upaya pemahaman
kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra. Peran dan kedudukan perempuan tersebut akan menjadi sentral
pembahasan penelitian sastra. Penneliti akan memperhatikan dominasi laki-laki atau gerakan perempuan”.
Feminisme mengkaji kedudukan dan peran perempuan dalam karya sastra sebagai dasar terpenting dalam pembahasan. Selanjutnya Selden1993:205
menyampaikan tentang kritik feminisme yaitu, “…feminist critical theory has mean, par excellence, contradiction,
interchange, debate; indeed it is based on a series of creative oppositions, of critiques and counter-critiques, and is contantly and innovatively in flux
– challenging, subverting and expand-ing not only male theories but its own positions and agenda”.
Teori kritik feminisme tersebut menyampaikan adanya pertentangan, pembelokan dan perdebatan bukan hanya teori mengenai “pria” tapi juga tentang
kaum perempuan yang mana memiliki posisi yang pantas untuk dipermasalahkan jadi bukan hanya kaum pria tetapi juga kaum feminis sendiri sebagai perempuan.
Mariane H. Marchand and Jane L. Parpart1995:8 menyampaikan hal yang sama bahwa kritik feminisme menginspirasikan pencarian jati diri kaum
perempuan di utara dan mendorong keterbukaan akan perbedaan dan ketidakberdayaan.
“These critiques have inspired considerable soul-searching among feminists in the North, and have encouraged an openness to difference and
a reluctance to essentialize “woman” that bodes well for global feminist understanding ‘.
Suwardi Endraswara mengungkapkan focus kajian feminisme pada: 1 kedudukan dan peran tokoh perempuan dalam sastra; 2 ketertinggalan kaum
perempuan dalam pendidikan dan aktivitas kemasyarakatan; 3 faktor pembaca
332 sastra, khususnya tanggapan pembaca terhadap emansipasi perempuan dalam
sastra. Jika peneliti mampu mengungkap ketiga fokus tersebut, setidaknya akan
terbaca pula tujuan penelitian feminis sastra yang dikemukakan Kuiper Sugihastuti dan Suharto, 2002: 68, yaitu: a untuk mengkritik hasil karya sastra
dan untuk menyoroti hal-hal yang bersifat standar yang didasarkan pada patriakhal; b untuk menampilkan teks-teks yang diremehkan yang dibuat
perempuan; c untuk mengokohkan gynocritic, yaitu studi teks-teks yang dipusatkan pada perempuan, dan untuk mengokohkan kaum perempuan; d untuk
mengeksplorasi konstruksi kultural dari gender dan identitas. Lebih lanjut Teeuw dalam Ratna,2007:183-184 menyampaikan tentang
beberapa indiktor yang dianggap telah memicu lahirnya gerakan feminis di dunia Barat tersebut, sebagai berikut: 1 berkembangnya teknik kontrasepsi, yang
memungkinkan perempuan melepaskan diri dari kekuasaan lelaki; 2 adikalisasi politik, khususnya sebagai akibat perang Vietnam; 3 akhirnya gerakan
pembebasan dari ikatan-ikatan tradisional, misalnya ikatan gereja, ikatan kulit hitam Amerika, ikatan mahasiswa dan sebagainya; 4 sekularisasi, menurunkan
wibawa agama dalam segala bidang kehidupan; 5 perkembangan pendidikan yang secara khusus dinikmati oleh perempuan; 6 reaksi terhadap pendekatan
sastra yang mengasingkan karya dari struktur sosial, seperti kritik baru dan strukturalime; 7 ketidakpuasan terhadap teori dan praktik ideology Marxis
Orthodoks, tidak terbatas sebagai Marxis Asovyet atau Cina, tetapi Marxis di dunia Barat secara keseluruhan.
333 Sementara itu feminisme di Indonesia oleh Julia Kriteva dikatakan bahwa:
“Pengkalisfikasikan gelombang feminisme menjadi tiga tahap, tetap Indonesia masih belum bisa merumuskan arah gerakan feminismenya secara
konkrit dan menyuarakan gaungnya. Dari gelombang pertama feminisme egalitarian yang bertujuan menghapus kelas, Indonesia masih belum bisa
menyikapi penghapusan kelas. Jangankan kelas perempuan dan laki-laki, penghapusan kelas proletar dan borjuis masih belum bisa dilakukan
sehingga dampaknya adalah semakin langgengnya kapitalisme. Pada gelombang kedua yang menekankan radikalisme, Indonesia bisa dipastikan
tidak akan pernah bisa mengusung gerakan ini. Pasalnya, pluralitas dan adat ketimuran masih menjadi pondasi bagi madyarakat Indonesia. Sehingga hal
tersebut naif sekali untuk diterapkan di Indonesia. Kemungkinan terbesar, gerakan feminisme Indonesia akan mengarah kepada gerakan feminisme
gelombang ketiga. Hal ini disebabkan pada gelombang ini, gerakan mengarah
pada desakan
eksistensi yang
paralel yang
mampu mengkaloborasikan dengan budaya setempat”.
http:leeanarea.blogspot.com200807kritik-terhadap-feminisme- indonesia.html.
Berakar dari penyebab munculnya feminisme dan seiring kemajuan teori feminisme Deboran Cameron 1993:5 menyatakan tanggapannya tentang
perkembangan teori feminisme sebagai berikut. Feminist theory has advanced various accounts and examined the influence
of a number of factors.An example is the sexual division of labour, present to some degree in all known societies, in which some tasks are woman,s and
others are men,s. Men,s work is economically and socially valued; Woman,s usually is not. The Societies which most closely approach sexual equality
seem to be those in which woman control their own production, and men need the things they produce.
Kemajuan teori feminisme dalam bermacam-macam bidang dan menjelaskan pengaruh dalam beberapa faktor. Sebagai contoh dalam kelompok
seksual dari ketenagakerjaan berlansung pada beberapa sosial yang diketahui, dimana di bedakan antara beberapa tugas perempuan dan tugas laki-laki. Tugas
laki-laki dalam bidang ekonomi dan bernilai sosial. Perempuan selalu tidak demikian. Pengetahuan sosial yang paling dekat dengan pendekatan kualitas
sosial yang terlibat dalam diri masing-masing yang mengontrol produksinya sendiri-sendiri dan laki-laki membutuhkan hal yang mereka produksi.
334 Nyoman Kutha Ratna 2007:186 menyampaikan fokus pembicaraan
teori feminisme yaitu,
“Teori feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori
ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik
gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem
hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa
harus menerima nilai- nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba
untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak
ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki, subyek sebagai ego-
centric menggunakan pikiran-pikiran, sementara perempuan sebagai hetero- centric untuk orang lain”.
Hal sama disampaikan oleh Tong dalam Witakania menyampaikan tentang fokus pembicaraan dalam teori feminisme yaitu,
“Masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisiologi perempuan dan laki-laki sebagai dasar untuk membangun serangkaian
identitas dan perilaku maskulin dan feminin yang diberlakukan untuk memberdayakan laki-laki di satu sisi dan melemahkan perempuan di sisi
lain. Masyarakat patriarkal menyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budaya adalah “alamiah” dan karena itu “normalitas” seseorang tergantung
pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender. Perilaku ini secara kultural dihubungkan dengan jenis kelamin biologis
seseorang. Masyarakat patriarkal menggunakan peran gender yang kaku untuk memastikan perempuan tetap pasif penuh kasih sayang, penurut,
tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah dan laki-laki tetap aktif kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana,
bertanggung jawab, orisinil, kompetitif Tong, 1998:72-73. http:resources.unpad.ac.idunpadontentuploadspublikasi_dosensas
tra20dan20sastra20feminis20dalam20kebudayan.pdf.
Lebih lanjut Selden 1993: 203 menegaskan bahwa tujuan kritik feminise adalah mencari dan menemukan kemudian menegaskan perlunya persamaan
gender antara perempuan dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin dan kebudayaan patrilineal perlu dihapus di dalam masyarakat.
335 “Throughout its long history, feminism for while the word may only havve
come into English usage in the 1890s, women’s conscious struggle to resist patriarchy goes much further back has sought to disturb the
complacent certainties of such a patriarchal culture, to assert a belief in sexual equality, and to eradicate sexist domination in transforming
society.
Tujuan dari kritk tersebut adalah mencari cara untuk mengusik keyakinan akan kebudayaan patrilineal, untuk menegaskan persamaan gender dan untuk
mencabut dominasi jenis kelamin dalam masyarakat sehingga mengalami adanya perubahan.
Hal yang sama disampaikan sesuai dengan tujuan inti pendekatan feminisme menurut Djajanegara dalam Nani Tuloli, 2000: 85 menyatakan
bahwa: ”Pendekatan feminisme bertujuan untuk meningkatkan kedudukan dan
derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan untuk mencapai tujuan ini mencakup beberapa cara
termasuk melalui bidang sastra “. Mansour Fakih meluruskan anggapan tentang feminisme yang sempat
ditolak oleh masyarakat. Mansour Fakih2007: 78 menyatakan: “Persoalannya feminisme itu sendiri,seperti juga aliran pemikiran dan
gerakan lainnya, bukan merupakan suatu pemikiran atau aliran yang tunggal, melainkan terdiri atas pelbagai ideologi, paradigma, serta teori
yang dipakai oleh mereka masing-masing. Meski gerakan feminis datang dengan analisis dan dari ideology yang berbeda-beda, umumnya mereka
mempunyai kesamaan kepedulian, yakni memperjuangkan nasib perempuan”.
Menurut Kasiyam dalam Sugiyastuti dan Itsna Hadi S 2007: 96 feminisme sebagai gerakan perempuan muncul dalam karakteristik yang berbeda-
beda yang disebabkan asumsi dasar yang memandang persoalan-persoalan yang menyebabkan ketimpangan gender, sehingga munculah beberapa aliran dalam
pendekatan feminisme. Gerakan feminisme muncul pada tahun 1960an, yaitu:
336
1 Feminisme Liberal
Kerangka kerja feminis liberal dalam mamperjuangkan masyarakat tertuju pada “ kesempatan yang sama dan hak yang sama “ bagi setiap
individu, termasuk di dalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan .Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan ini penting
bagi mereka dan karenanya tidak perlu membedakan kesempatan antara laki- laki dan perempuan Mansour Fakih, 2007: 81. Pendidikan dan ketrampilan
bagi perempuan akan meningkatkan partisipasi perempuan dalam berbagai lingkungan sosial sehingga terbentuk kemintraan laki-laki dan perempuan.
Kemitraan bersifat kesejajaran yang saling bekerjasama dan saling melengkapi karena pada dasarnya perempuan memiliki kemampuan dan
potensi apabila memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
2 Feminisme Radikal
Jaggar dalam Mansour Fakih, 2007: 84 mengatakan: “Para penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara
tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis. Sehingga, dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap kaum
perempuan oleh laki-laki, mereka menganggapnya berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriakrinya. Dengan demikian
‘kaum laki-laki’ secara biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan. Dari situ aliran feminisme menganggap bahwa penguasaan
fisik perempuan oleh laki-laki seperti hubungan seksual, adalah bentuk dasar penindasan terhadap kaum perempuan “.
Waluyo dalam Jurnal Dwijawarta, No. 1, 1998 menegaskan bahwa bagi feminisme radikal ideologi patriarki yang menimbulakan hierarki
337 kekuasaan di mana laki-laki berkedudukan superior dan perempuan inferior
merupakan dasar penindasan perempuan. Pembaharuan teknologi ditujukan agar
perempuan tidak
menderita berkepanjangan
karena harus
mempergunakan alat KB, pengaturan kehamilan serta pengasuhan anak dan permasalahan rumah tangga menjadi tanggung jawab secara bersama.
Dominasi laki-laki dalam menenukan reproduksi harus dihindari karena berkaitan dengan organ milik perempuan. Perempuan semestinya memiliki
kebebasan kapan ia menentukan kehamilannya dan mempergunakan alat kontrasepsi yang diinginkan. Dalam bentuk yang paling ekstrim feminisme
radikal menyampaikan konsepnya bahwa perempuan dianjurkan tidak perlu menikah jika pernikahan hanya merupakan sumber utama dari penindasan
laki-laki atas perempuan.
3 Feminisme Marxis
Kelompok ini menolak keyakinan kaun radikal yang menyatakatn biologis sebagai dasar perbedaan gender. Bagi kaum ini penindasan
perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan reproduksi. Persoalan perempuan selaku diletakkan dalam kerangka kritis atas kapitalisme
Mansour Fakih, 2007:86. Hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam feminisme marxis dalam pernikahan seperti hubungan antara kelas borjuis dan
kelas proletar. Kepemilikan laki-laki terhadap perempuan disamakan dengan kepemilikan laki-laki terhadap barang produksi. Segala peraturan dari laki-
laki harus ditaati perempuan sehingga laki-laki sebagai “pemilik” dan perempuan sebagai” barang milik” laki-laki.
338
4 Feminisme Sosialis
Aliran ini menurut Jaggar dalam Mansour Fagih, 2007: 91 mengatakan bahwa:
“Feminisme merupakan paduansintesa antara metode histories materialis Marx dan Engels dengan gagasan personal is political dari
kaum feminis radikal. Aliran ini menganggap bahwa konstruksi sosial sebagai sumber ketidakadilan terhadap perempuan. Termasuk di
dalamnya adalah stereotipe-stereotipe yang diletakkan pada kaum perempuan “.
Lebih lanjut Mansour Fakih 2007: 90 menyampaikan tambahan pendapatnya tentang feminisme sosialis sebagai berikut:
”Penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahwa revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan.Atas
dasar itu mereka menolak fisi Marxis klasik yang meletakkan eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Sebaliknya, feminisme tanpa
kesdaran kelas juga menimbulkan masalah. Oleh karen itu analisis patriarki perlu dikawnkan dengan analisis kelas. Dengan demikian kritik
terhadap eksploitasi kelas dari sistem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketidak adilan gender yang
mengakibatkan dominasi, subordinasi,dan marginalisasi atas kaum peremuan”.
Sejalan dengan pemikiran Mansour Fakih yang membagi aliran dalam empat macam yaitu Feminisme Liberal, Feminisme Radikal, Feminisme
sosialis, dan feminisme Marxis, Herman J. Waluyo Jurnal Wanodya, 2000: 1 menyampaikan konsepnya tentang aliran dalam pendekatan feminisme
yaitu: Feminisme Liberal memandang bahwa menurut kodratnya perempuan
itu lemah dan kapasitasnya terbatas. Karena itu, perempuan disisihkan dari dunia publik pendidikan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya, sehingga
tidak dapat berkembang dan hak-haknya menjadi terbatas. Perempuan tidak mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi secara adil dengan pria.
339 Karena itu, feminisme liberal menganjurkan gugatan agar diadakan
pengendalian agar perempuan tidak dirugikan. Feminisme Radikal memandang bahwa perbedaan biologis antara
pria dan perempuan menjadi sumber apresi dan subordinasi perempuan yang membedakan dari pria. Karena itu, pembebasan perempuan harus
diusahakan dengan revolusi biologis-teknologi. Perempuan tidak mengalami penderitaan berkepanjangan karena harus menderita dalam KB, kehamilan,
pengasuhan anak, melayani suami, dan urusan” perempuan” yang sebenarnya adalah urusan bersama. Dominasi pria dalam sistem reproduksi
perempuan harus dihindarkan karena semua hal tersebut berkaitan dengan perempuan. Institusi sosial budaya dan struktur legalitas politis harus
ditumbangkan dari dominasi laki-laki. Perempuan harus bebas memutuskan kapan ia mau atau tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, hamil, bayi
tabung ataupun kontrak kehamilan. Bukan pria yang menentukan hal itu semua.
Feminisme psikoanalitik Freud, memandang bahwa akar apresi perempuan adalah pada jiwa perempuan itu sendiri .anak-anak lelaki dibuat
sangat tergantung pada ayahnya. Anak laki-laki kemudian mampu melepaskan dominasi ibu dan berintegrasi pada budaya ayah untuk
menguasai alam dan perempuan, karena sama-sama memiliki ”penis”, sementara anak perempuan yang tidak memiliki selalu tergantung pada
orang lain karena integrasinya tidak sempurna. Perempuan selalu berada
340 pada perbatasan budaya, tidak dapat menguasai tetapi selalu dikuasai,
bahkan perempuan takut akan kekuatannya sendiri. Feminisme sosialis memandang bahwa kondisi perempuan ditentukan
oleh struktur produksi, reproduksi, seksualitas dan sosialisasi masa kanak- kanaknya. Kalau perempuan ingin memperoleh kebebasan, maka status dan
fungsinya dalam struktur harus diubah. Sikap rendah diri perempuan harus diubah untuk memperoleh kepercayaan diri dalam melepaskan pemikirannya
dari cara pandang patriarkal. Feminisme eksistensialis memandang perempuan sebagai the other
karena ia bukan perempuan. Perempuan tidak bebas menentukan makna eksistensinya dan hanya menjadi obyek yang eksistensinya ditentukan oleh
pria. Karena itu, perempuan harus mendobrak definisi, label, dan esensi yang membatasi eksistensinya dan berusaha untuk dirinya sendiri.
Feminisme paska modern berpandangan bahwa pengalaman
perempuan berbeda menurut kelas, ras, dan budayanya. Dogma patriakal harus ditentang melalui penolakan terhadap pemikiran-pemikiran yang
tunggal dan simplitis. Feminisme moderat memandang bahwa kodrat perempuan dan pria
memang berbeda yang harus dibuat sama adalah hak, kesempatan, dan perlakuan. Karena itu, yang penting dalam hubungan pria dan perempuan
adalah terciptanya hubungan kemitrasejajaran. Kemitrasejajaran ini adalah merupakan pandangan pokok dari jender.
341 Sesuai dengan prinsip yang ditawarkan femiisme radikal di atas,
Gerarda Sunarsih Jurnal Wanodya, 2000:1 menjelaskan perlunya pelaksanaan berbagai program untuk menjamin hak reproduksi didasarkan
pada pengakuan terhadap hak-hak asasi semua pasangan dan perorangan untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab: jumlah, jarak dan
saatnya melahirkan anak-anak mereka serta informasi dan cara-cara yang dibutuhkan untuk meleksanakannya; serta hak untuk mendapatkan derajat
kesehatan reproduksi dan seksual yang paling tinggi. Termasuk hal dari semua untuk memutuskan tentang masalah reproduksi, bebas dari
diskriminasi, paksaan, dan kekerasan. Martha Shelly dalam Mansour Fakih et all, 2000: 226
menyampaikan pendapatnya tentang feminisme radikal yang lebih ekstrim berorientasi bahwa menjadi lesbian adalah terbebas dari domonasi laki-laki,
baik secara internal maupun eksternal. Selanjutnya Martha Shelly berkata bahwa perempuan lesbian perlu dijadikan model sebagai perempuan
mandiri. Lebih jelasnya disampaikan dengan bahasa Inggris sebagai berikut:
”I have never met a lesbian who was feminist ..... I have never met a lesbian who believed that she was innately less rational or capable that a man, … in
a male-dominated society, lesbianism is a sign of metal health”. Hal yang sama disampaikan bahwa Feminisme radikal muncul sejak
pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi perjuangan separatisme perempuan. Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas
kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi.
342 Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam
sistem masyarakat yang sekarang ada. Gerakan ini adalah gerakan yang sesuai namanya yang radikal.
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek
utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas
termasuk lesbianisme, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. The Personal is Political menjadi gagasan anyar yang
mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan
buruk black propaganda banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia
saat ini memiliki Undang Undang RI No. 23 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga UU PKDRT. http:id.wikipedia.orgwikiFeminisme.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan dan teori sastra feminis melihat bagaimana nilai-nilai budaya yang di-
anut suatu masyarakat, suatu kebudayaan, yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu serta melihat bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi
hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam tingkatan psikologis dan budaya.
343
d. Pendekatan Feminisme dalam Kajian Sastra Novel