358 dimaksudkan agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
dari tata kehidupan sosial yang sebenarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia selain sebagai
mahkluk individu juga sebagai mahkluk sosial karena ia tidak dapat lepas dalam hubungannya dengan manusia lain. Pengungkapan nilai sosial
berpadu dengan tata kehidupan sosial yang sebenarnya yang dapat dijadikan cermin atau sikap para pembacanya. Nilai pendidikan sosial akan
menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan lainnya dengan
memperhatikan hal-hal yang bersifat positif ataupun negatif. Bertolak dari beberapa pengertian nilai sosial diatas, dapat
disimpulkan bahwa nilai sosial adalah suatu aspek-aspek budaya yang disertai kesadaran emosi terhadap objek untuk memperoleh makna atau
penghargaan.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Jay adalah Yulian Firdaus Hendriyana menanggapi karya Ratih Kumala berjudul Tabularasa, yang bertajuk
”Kontemplasi emosi dan pikiran dalam tulisan“. Dalam penelitian tersebut diuraikan bahwa penulis novel Tabularasa ini hanya sedikit mendeskripsikan
tokoh-tokohnya, lebih banyak menjelma menjadi tokoh yang menceritakan dirinya sendiri, pikirannya atau yang dia rasakan melalui indranya. Penulis
berusaha menjelma ke semua tokoh yang ada, di satu adegan ia menjadi Raras,
359 pada adegan berikutnya menjadi Rimbang, menjadi Violet, menjadi Zdenka,
menjadi Gale dan seterusnya terutama pada tokoh-tokoh penting. Gaya penulisan seperti ini penulis mencoba memaparkan kondisi emosi subjektif
setiap tokohnya sehingga pembaca pun turut seolah-olah menjelma menjadi tokoh-tokoh tersebut. Sebagai seorang jebolan sekolah sastra Inggris — Ratih
Kumala menulis dengan bahasa Indonesia baku dan termasuk detail dalam menuliskan ejaan slang atau asing dengan hurup miring emphasize.
Bertolak dari uraian di atas, terlihat relevansinya dengan penelitian tentang tinjauan feminisme dalam novel Tabularas. Kontemplasi emosi dan
pikiran memperlihatkan emosi tokoh-tokohnya yang mengalami perubahan yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Raras sebagai kekasih Galih
mengalami adanya perubahan pikiran. Hal itu terjadi ketika harus mengambil keputusan setelah mengalami keguguran hasil hubungannya dengan Galih.
Raras bertemu dengan temannya yang penganut gay. Ia bisa menikah di Belanda.Hal itu memicu dirinya untuk mengambil keputusan untuk
tidakmenikah.Raras memutuskan hubungannya dengan galih. Sikap demikian diambil karena ia inggin tetap hidup dengan keinginan hatinya sehingga dapat
dengan bebas mengenang teman lesbinya sebagi kekasihnya . Violet adalah kekasih Raras seorang gadis cina dari keluarga baik-baik menjadi pecandu
narkoba mengalami perubahan-perubahan sikap yang diakibatnya oleh sikap Raras yang banyak mempengaruhi kehidupannya sampai meninggal dunia
akibat over dosis. Sikap Raras sebagi tokoh utama merupakan ujud akibat adanya keingginan untuk tidak tergantung pada lelaki dalam kehidupannya.
360 Raras mewakili keberanian bersikap untuk m,enegakkan kesetaraan derajat
dengan laki-laki melalui pendekatan yang cenderung ke arah radikal. Penempatan kedudukan tokoh yang selalu mengalami posisi berpindah-pindah
dari tokoh utama menjadi tokoh bukan utama dan sebaliknya menyebabkan timbulnya perwatakan yang sangat kompleks dan mendalam.
2. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sugihastuti Itsna Hadu Saptiawan tahun 2007 tentang Novel Nyai Dasima.
Merupakan sebuah novel yang mengandung unsure sosial historis yang kuat, terutama menyangkut kedudukan perempuan dalam hubungannya
dengan laki-laki. Secara lebih khusus, novel Nyai Dasima menceritakan posisi perempuan pada masa pemerintahan kolonial Inggris di Batavia. Dapat
dikatakan, novel Nyai Dasima berkonsentrasi pada penceritaan mengenai masalah hidup perempuan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah tokoh
perempuan yang lebih banyak dibandingkan tokoh laki-laki. Kelima tokoh perempuan tersebut adalah Bonnet, Nyai Dasima, Hayati, Wak Saleha, dan
Mak Buyung, sedangkan tokoh laki-laki ialah Edward Williams, Bang Saimun, dan Bang Puase.
Bertolak pada uraian di atas, terlihat relevansinya dengan penelitian tinjauan feminisme dalam novel Tabularasa. Kekerasan terhadap perempuan
dalam novel Nyai Dasima terjadi baik dalam lingkungan domestik dan publik. Pada lingkungan domestik, kekerasan terhadap perempuan muncul dalam
bentuk kekerasan fisik, kekerasan emosional, dan kekerasan ekonomi, sedangkan pada lingkungan domestik, kekerasan terhadap perempuan berupa
361 eksploitasi tenaga perempuan dalam pekerjaan rumah tangga, sedangkan pada
lingkungan publik kekerasan fisik terhadap perempuan muncul dalam peristiwa pembunuhan terhadap tokoh utama dalam novel yaitu Nyai Dasima,
kekerasan emosional terhadap perempuan pada lungkup domestik dan publik muncul dalam bentuk peremehan terhadap eksistensi Nyai Dasima dalam
hubungannya dengan masyarakat Eropa. Kekerasan ekonomi dalam novel Nyai Dasima hanya terjadi dalam lingkup domestik yang muncul dalam
bentuk menghabiskan uang istri yang dilakukan oleh Bang Saimun dan keluarganya terhadap harta benda milik Nyai Dasima. Terakhir, kekerasan
seksual dalam novel terjadi hanya pada lingkup publik dan muncul dalam tiga bentuk yang dialami oleh tokoh perempuan yang sama yaitu Nyai Dasima,
pernyataan mengenai bentuk tubuh Nyai Dasima dalam diksi botoh dan bahenol yang dilakukan oleh Abdullah dan Abang Pause, serta pemerkosaan
terhadap Nyai Dasima oleh Edward. Secara umum, inferioritas perempuan dalam novel Nyai Dasima diakibatkan oleh prasangka gender yang
menimbulkan ketidak adilan gender yang termanifestasikan dalam pandangan dan perlakuan terhadap perampuan baik dalam lingkup domestiK maupun
lingkup public. Pertama, prasangka gender telah menimbulkan stereotip, marginalisasi, ketergantungan perempuan terhadap laki-laki, serta kelemahan
perempuan dalam daya pikir yang menyebabklan timbulnya tindak kekerasan perempuan. Kedua, prasangka gender telah menumbulkan subordinasi
terhadap peran perempuan dalam upaya mediasi cultural. Ketiga, prasangka gender menimbulkan ketergantungan perempuan terhadap laki-laki yang
362 menyebabkan tidak utuhnya ioidentitas seorang perempuan, keempat
prasangka gender telah menimbulkan stereotip-stereotip yang malabeli perempuan yang pada citranya sebagai istri, ibu, ibu rumah tangga, perempuan
sebagai simbol status, kedudukan suami, serta, citra perempuan sebagai pembantu suami.
3. Penelitian yang telah dilakukan oleh Nugraheni Eko Wardani, SS.M.Hum tahun 2006 dengan judul” Kritik Sastra Feminisme Sebagai Alternatif
Pengajaran Sastra”. “ Wening” merupakan cerpen karya Yanusa Nugroho yang dimuat di harian
Kompas pada tanggal 16 Mei 2006. Cerpen ini memiliki tokoh utama bernama Wening. Sesuai dengan judul cerpennya. Maka ceritanya berkisar tentang
kehidupan yang dialami Wening. Problem ini berkaitan dengan posisinya sebagai istri yang harus menurut pada suami dan sebagai individu yang
membutuhkan aktualitas diri. Berdasarkan pada uraian di atas, terlihat relevansinya dengan penelitian
tinjauan feminisme dalam novel Tabularasa. Tindakan sewenang-wenang suaminya ditelan Wening dengen kekecewaan. Kekecewaan yang dialaminya
mengakibatkan Wening mengambil keputusan untuk meninggalkan suami dan memenuhi hasratnya untuk menari. Seumur hidupnnya ia tidak pernah
berhak menjadi dirinya sendiri. Hidup sebagai diri sendiri merupakan cita- citanya yang paling mahal bagi Wening, maka cita-cita itu kini mulai
diwujudkan.
363 Perempuan memiliki posisi inferior, maka dalam segala hal ia
dipandang sebagai mahluk yang rendah derajatnya. Perempuan memiliki kehendak dan cita-cita tidak bebas diungkapkan. Ketentuan dan peraturan
sudah ditentukan laki-laki sebagai makluk superior. Perempuan tinggal mengikuti atau mantaati peraturan tersebut. Apapun yang dilakukan
perempuan untuk meninggalkan area domestik tidak dianggap ada manfaatnya bagi diri sendiri maupun keluarga.
Untuk mengubah kesenjangan gender maka harus ada upaya dari diri perempuan itu sendiri untuk keluar dari permasaahan tersebut. Pada cerpen
“Wening” tampaknya pengarang menampilkan perempuan yang kuat dan kokoh dalam memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender. Tokoh
perempuan berani keluar dari belenggu keluarga karena ia inggin mengubah kesenjangan gender antara dirinya dengan suaminya. Berpisah dari suami
yang tidak bisa menghargai pemikirannya, kehendaknya, dan visi perempuan sebagai istri. Sikap ini merupakan tindakan terbaik yang dipandang Wening
mampu membuatnya bahagia.
C. Kerangka Berpikir