`
26
no. 32 tahun 1998 sampai INPRES no. 9 tahun 2002 untuk harga dasar pembelian gabah.
2.3.4. Perlakuan Khusus dan Berbeda
Perlakuan khusus dan berbeda Special and Differential Treatment untuk negara-negara berkembang merupakan suatu keharusan. Perlakuan khusus dan
berbeda terdapat pada semua persetujuan Perdagangan Barang, Persetujuan TRIPS dan Understanding on rules and Procedur Governing the Settlement of
Dispute, seperti: 1 pemberian pengecualian, dengan batas waktu tertentu serta jangka waktu lebih lama untuk melaksanakan kewajiban, 2 keluwesan prosedur
dan pelaksanaan kewajiban, dan 3 bantuan teknis. Indonesia sebagai negara berkembang berkepentingan dengan perlakuan
khusus dan berbeda untuk pertanian dan perlakuan ini diharapkan menjadi fasilitator negara berkembang untuk mengejar pembangunan sektor pertanian
yang tertinggal dibandingkan negara maju, akan tetapi perlakuan tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh negara-negara berkembang.
2.3.5. Ketahanan Pangan
Negara yang mempunyai ketergantungan impor pangan tinggi akan mudah mengalami krisis pangan. Jika perdagangan pangan diberlakukan, maka
persaingan memperoleh kecukupan pangan akan meningkat antara konsumen negara-negara maju yang berpendapatan tinggi dibandingkan negara-negara
berkembang yang berpendapatan rendah. Negara-negara maju dapat memungut pajak pertanian, tetapi negara-negara berkembang memberikan subsidi kepada
sektor pertanian. Ketahanan pangan sulit dipisahkan dengan ketahanan nasional
`
27
dan kepentingan internasional. Jika pangan merupakan komoditas strategis suatu negara, maka negara tersebut akan menanggung ongkos yang besar ketika negara
tidak mampu menjamin stabilitas pasokan pangan untuk masyarakat. Ketahanan pangan mencakup masalah ketersediaan availability, stabilitas pasokan
stability, keterjangkauan accessibility, dan kemampuan berproduksi capability.
Negara-negara maju dan Cairns Group anggota WTO berpendapat bahwa ketahanan pangan food security dapat dicapai melalui perdagangan bebas dan
tidak perlu melalui kebijakan swasembada pangan. Akan tetapi, angkatan kerja sektor pangan cukup dominan di Indonesia, jumlah keluarga petani mencapai
sekitar 21 juta kepala keluarga, permintaan beras Indonesia rata-rata sebesar 30 juta ton per tahun dan penawaran beras di pasar dunia maksimum sebesar 20
juta ton per tahun 66.67 persen, dan ekspor beras di pasar internasional sebanyak 55 persen dikuasai Amerika Serikat, Thailand, dan Vietnam, sehingga Indonesia
tidak dapat bergantung kepada penawaran beras di pasar dunia. Selain beras, Indonesia merupakan pengimpor terbesar gula dan gandum. Oleh karena itu,
posisi konsep ketahanan pangan di Indonesia perlu dirumuskan secara jelas dalam perundingan WTO. Ketahanan pangan negara-negara berkembang diharapkan
mendapatkan porsi yang memadai pada perundingan pertanian. Akses pangan masyarakat yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi merupakan tujuan
kebijakan pangan negara-negara berkembang.
2.4. Tinjauan Regulasi Perdagangan Bebas Bidang Kesehatan