Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

7 1. Meramalkan dampak liberalisasi perdagangan pupuk yang terjadi di Indonesia dan di dunia terhadap kinerja perdagangan pupuk di pasar domestik maupun di pasar internasional. 2. Meramalkan dampak liberalisasi perdagangan pupuk di Indonesia dan di dunia terhadap kinerja sektor pertanian di Indonesia untuk sub sektor perkebunan maupun sub sektor tanaman pangan. 3. Merumuskan berbagai alternatif kebijakan yang perlu ditempuh pemerintah pada masa datang dalam upaya mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya liberalisasi perdagangan pupuk. Penelitian ini diharapkan memperkaya hasil penelitian di bidang pertanian dengan telaah yang lebih mendalam pada komoditas pupuk sebagai faktor input pada usaha pertanian. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai masukan para pengambil keputusan di lembaga pemerintahan, seperti Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, atau BUMN Pupuk.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Model ekonomi pupuk dan sektor pertanian dibangun berdasarkan abstraksi fenomena yang menjelaskan perilaku produksi, konsumsi, dan perdagangan pupuk yang terintegrasi dengan ekonomi pupuk, ekonomi perkebunan, dan ekonomi tanaman pangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrika dalam bentuk sistem persamaan simultan. Komoditas tanaman pangan yang dipilih untuk diteliti adalah komoditas pangan utama yang berkaitan dengan ketahanan pangan nasional yaitu padi, jagung, dan kedele. Sedangkan komoditas perkebunan yang dipilih adalah komoditas yang berorientasi ekspor yaitu : kelapa sawit, teh, dan kakao. 8 Permintaan pupuk terdiri dari permintaan pupuk untuk urea, TSP, dan KCl. Masing-masing permintaan jenis pupuk tidak didisagregasi menurut komoditas, melainkan dilakukan secara agregat yaitu permintaan pupuk untuk tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Kinerja ekonomi yang diamati adalah kinerja perdagangan dan kinerja produksi sektor pertanian. Kinerja keduanya dilihat dari kemampuan produksi, ekspor, impor, dan harganya. Negara pengekspor dan pengimpor pupuk yang diteliti adalah negara yang mempunyai pangsa utama pada periode tahun 1997 – 2002. Negara tujuan ekspor urea utama Indonesia adalah Vietnam, Taiwan, Filipina, Thailand dan Malaysia. Negara pengekspor urea utama adalah Soviet, Kanada, Rumania, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. Negara pengimpor urea utama adalah Amerika Serikat, Vietnam, Australia, dan Thailand. Negara pengekspor TSP utama adalah Amerika Serikat, Tunisia, dan Maroko. Negara pengimpor TSP utama adalah Iran dan Brazil. Negara pengekspor KCl utama adalah Kanada, Jerman, Soviet, dan Yordania. Negara pengimpor KCl utama adalah Cina dan Brazil. Model ekonomi pupuk dan sekor pertanian yang dibangun mempunyai keterbatasan sebagai berikut : 1. Model tidak mempertimbangkan adanya biaya transportasi yang merupakan pembeda harga antar negara-negara yang terlibat dalam perdagangan pupuk. 2. Penawaran pupuk tidak memperhitungkan stok dan penyusutan. 3. Perdagangan komoditas tanaman perkebunan dan tanaman pangan tidak mendisagregasi negara pengekspor dan pengimpor. 4. Kondisi liberalisasi perdagangan diasumsikan sebagai harga domestik sama dengan harga dunia berlakunya the law of one price, dan bukan non- distorted price dalam perekonomian. 9 5. Harga dunia diasumsikan sebagai harga dalam kondisi liberal, walaupun harga dunia tersebut terbentuk ketika tidak seluruh negara di dunia yang terliabt dalam perdagangan pupuk telah menghilangkan hambatan-hambatan dalam bentuk tarif, subsidi ataupun hambatan tarif lainnya. 6. Model ekonometrika yang digunakan dalam menjelaskan perdagangan pupuk tidak mempertimbangkan blok-blok kerjasama regional seperti ASEAN. 7. Intervensi pemerintah dalam hal perdagangan pupuk hanya dipertimbangkan untuk negara-negara pengekspor saja, untuk negara pengimpor tidak dipertimbangkan intervensi perdagangannya. 8. Model ini mengasumsikan bahwa komoditas tanaman pangan baik impor dan domestik bersifat perfect substitution, sedangkan dalam realitasnya terdapat atribut produk tanaman pangan yang berbeda antara produk pangan impor dan produk pangan domestik. 9. Model tidak mempertimbangkan penurunan kualitas lahan pertanian. Hal ini berimplikasi pada asumsi bahwa kualitas lahan pada masa lalu dengan masa mendatang tetap, sehingga dianggap tidak pernah terjadi kondisi leveling off pada komoditas pertanian. 10. Komoditas hortikultura sayuran yang juga merupakan bahan pangan penting tidak diteliti, karena data tidak lengkap dan mempunyai banyak varietas.

II. TINJAUAN PUSTAKA