II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Industri Pupuk dan Sektor Pertanian Indonesia
Indonesia memiliki deposit minyak bumi dan gas bumi yang cukup potensial, pabrik pupuk pertama yang dibangun adalah pupuk nitrogen, yaitu
pupuk urea di Palembang pada tahun 1963 dengan bahan baku gas bumi. Pabrik pupuk kedua yang dibangun adalah pupuk ZA amonium sulfat dan urea di
Gresik pada tahun 1970, dengan menggunakan bahan baku minyak bakar fuel oil karena di Jawa Timur saat itu belum ditemukan kandungan gas bumi. Namun
setelah keberadaan gas bumi ditemukan, proses pembuatannya diubah dengan pabrik yang menggunakan gas bumi.
Gas bumi yang digunakan untuk industri pupuk hanya kurang lebih 7.64 persen dari total gas bumi, sedangkan industri petrokimia, semen, baja, dan PGN
meggunakan 4.97 persen. Selama ini untuk mendapatkan devisa yang banyak dan cepat, gas bumi dijual dalam bentuk bahan baku misalnya LNG dan LPG.
Penjualan LNG Indonesia memiliki market share sebesar 34.66 persen padahal cadangannya hanya 1.40 persen cadangan gas bumi dunia. Gas bumi merupakan
sumberdaya bumi yang tidak dapat diperbaharui, maka perlu adanya kebijakan pemerintah tentang konservasi dan prioritas alokasi penggunaan gas bumi,
termasuk kebijaksanaan harga gas untuk industri pupuk dalam jangka panjang. Kontrak pembelian gas bumi oleh industri pupuk di bawah tahun 1992
harganya masih US 1.00 per MMBTU, namun kontrak yang baru harganya berkisar US 1.50 – 2.00 per MMBTU. Meskipun harga kontrak gas bumi di atas
US 1.00 per MMBTU, tetapi dalam pelaksanaannya industri pupuk tetap membayar US 1.00 per MMBTU karena selisihnya disubsidi oleh pemerintah,
`
11
sehingga tidak membebani industri pupuk. Namun dengan dihapuskannya subsidi pupuk mulai tanggal 1 Desember 1998, harga gas bumi dibayar dengan harga
kontraknya. Akibat tingginya harga gas bumi yang harus dibayar oleh sebagian industri
pupuk, dan harga jual pupuk dalam negeri dibatasi oleh pemerintah sesuai dengan daya beli petani, maka beberapa industri pupuk tidak memperoleh margin yang
wajar. Agar tetap dapat bersaing, selanjutnya industri pupuk mengajukan usulan kepada pemerintah untuk menurunkan harga gas bumi yang akhirnya disetujui
pemerintah dengan memberikan Insentif Gas Domestik IGD dengan harga US 1.30 per MMBTU yang berlaku untuk PT. Pusri, PT. Pupuk Kujang, dan kontrak
tambahan untuk PT. Pupuk Kaltim. Dasar permintaan IGD oleh industri pupuk adalah untuk menurunkan
biaya produksi karena harga jual di dalam negeri harus rendah. Dengan demikian, industri pupuk dapat bertahan dengan dua alternatif yaitu menurunkan harga gas
bumi, atau meningkatkan harga jual. Alternatif harga jual dinaikkan tidak boleh dilakukan karena daya beli
masyarakat petani masih rendah, sedangkan konsep IGD yang ditawarkan oleh Menteri Energi tidak disetujui oleh Menteri Keuangan. Kondisi ini memperburuk
industri pupuk nasional. Kontrak gas bumi yang harga kontraknya US 1 per MMBTU akan berakhir, yaitu :
1. Kaltim I
: dalam proses perpanjangan 2.
AAF : Desember 2002
3. PIM
: Desember 2003 4.
Kaltim II : Desember 2003
5. Kaltim III
: Desember 2007
`
12
Pupuk urea yang berasal dari pabrik di ataslah yang mampu bersaing di pasar internasional berhadapan dengan produsen urea dari Malaysia, Timur Tengah,
Rusia yang harga gas buminya kurang dari US 1 per MMBTU. Pusri yang harga gas buminya US 1.50 per MMBTU untuk Pusri IB dan
US 1.85 per MMBTU untuk Pusri II, III, dan IV, secara rata-rata biaya produksinya sudah US 90 per ton urea curah. Apabila harga urea curah dunia
turun menjadi US 100 per ton, maka secara bisnis, urea Pusri tidak mampu bersaing. Hal ini berlaku juga untuk PT Pupuk Kujang yang harga gas buminya
US 1.70 – 1.85 per MBBTU. Pabrik baru seperti PIM 2, Kaltim IV, dan Kujang IB, harga gas buminya
diindikasikan melebihi US 2.00 per MMBTU. Meskipun sudah menggunakan konsep hemat energi 25 MMBTU per ton, biaya gas bumi saja sudah US 50 per
ton. Apabila ditambah biaya overhead, depresiasi, dan bunga pinjaman, maka biaya produksi rata-rata 20 tahun adalah US 120 per ton.
Di sisi lain, sesuai dengan Surat menteri Pertanian No. BM.340401MentanXII98 tanggal 11 Desember 1998, maka mulai tanggal
1 Desember 1998 Pemerintah telah menghapus subsidi dan tataniaga pupuk. Dengan demikian mulai Desember 1998 harga pupuk maupun distribusinya
mengacu pada pola pasar bebas. Penghapusan subsidi dan tataniaga pupuk didasarkan pada kenyataan
bahwa subsidi pupuk yang diberikan pemerintah banyak yang tidak mencapai sasaran akibat dari adanya perembesan pupuk yang mengakibatkan lebih
tingginya harga pupuk di tingkat petani dibanding HET yang telah ditetapkan. Selain itu juga terdapatnya kelangkaan pupuk bagi petani.
Dengan dihapuskannya subsidi dan tataniaga pupuk tersebut diharapkan akan dapat dicapai kondisi sebagai berikut:
`
13
1. Penyediaan pupuk untuk tanaman pangan akan lebih terjamin karena perembesan pupuk dapat dikurangi, bahkan dihilangkan.
2. Pelayanan pupuk kepada petani akan dapat ditingkatkan karena dengan banyaknya penyalur akan mendorong terjadinya kompetisi utamanya dibidang
pelayanan kepada petani. 3. Peningkatan efisiensi pemupukan dan kualitas lingkungan hidup. Hal ini
dimungkinkan karena dengan meningkatnya harga pupuk akan menyebabkan pemakaian pupuk oleh petani akan lebih bijaksana.
4. Penghematan subsidi pemerintah. 5. Optimalisasi pemanfaatan pasar pupuk dalam negeri oleh produsen pupuk
nasional, karena dengan berlakunya harga sesuai mekanisme pasar maka harga pupuk di dalam negeri menjadi cukup menarik.
6. Jaminan pengadaan pupuk oleh produsen pupuk dalam negeri untuk jangka panjang lebih terjamin, karena dengan harga pasar bebas tersebut
memungkinkan produsen untuk memupuk dana guna mendukung kelangsungan produksinya APPI, 2000.
Dalam pelaksananaan di lapangan, penghapusan subsidi dan tataniaga pupuk tersebut ternyata belum dapat memenuhi harapan utamanya dalam
menjamin penyediaan pupuk untuk tanaman pangan. Hal ini antara lain dibuktikan dengan masih adanya keluhan petani yang kesulitan dalam
mendapatkan pupuk, tingginya harga pupuk dan masih terbatasnya jumlah penyalurpengecer yang ada. Sebagai gambaran mekanisme subsidi yang
dilakukan dapat disajikan sebagai berikut :
`
14
HET
HPP HP
HP = HPP Subsidi dihapus
HET Rp
Subsidi
Biaya distribusi
Tahun
Gambar 1. Mekanisme Subsidi Pemerintah pada Harga Pupuk Kesulitan petani dalam mendapatkan pupuk tersebut telah memberikan
dampak yang merugikan terhadap hasil panen tanaman pangan utamanya padi. Menurut hasil pengamatan di lapangan, produktifitas padi di beberapa daerah
yang diamati mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu dari semula rata-rata 4.50 ton per ha menjadi hanya 3.50 ton per ha APPI, 2000.
Penurunan produktifitas tanaman pangan tersebut cukup mengkhawatirkan karena selain akan mempengaruhi kemampuan pengadaan pangan nasional dalam
jangka panjang juga akan menurunkan minat petani dalam mengusahakan tanaman pangan. Hal ini akan meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap
beras impor. Menurunnya kinerja sektor pertanian Indonesia direspon oleh pemerintah
melalui agenda revitalisasi sektor pertanian. Pemerintah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur triple track strategy
yang berasas pro-gowth, pro-employment, dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: 1 peningkatan pertumbuhan
ekonomi di atas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; 2 pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan
menciptakan lapangan kerja baru, dan 3 revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
`
15
2.2. Tinjauan Umum Liberalisasi Perdagangan