Peran Pupuk dalam Produksi Pertanian Pertanian Tanaman Perkebunan Indonesia

112 Produksi ketiga negara produsen utama pupuk KCl sebesar 12.55 juta ton per tahun dan produksi dunia sebesar 17.98 juta ton per tahun. Ekspor pupuk KCl ketiga negara mencapai 83.13 persen ekspor dunia. Ekspor pupuk KCl dari ketiga negara tersebut mencapai 10.59 juta ton per tahun pada tahun 1980. Ekspor KCl meningkat menjadi 13.13 juta ton per tahun pada tahun 1985. China dan Brasil merupakan negara pengimpor KCl utama. Impor pupuk KCl China sebesar 0.3 juta ton per tahun pada tahun 1990. Impor pupuk KCl China menurun menjadi 0.16 juta ton per tahun pada tahun 1985. Impor pupuk KCl China meningkat sekitar 100 persen menjadi 2.3 juta ton per tahun pada tahun 1995 dan tahun 2000. Impor KCl Brasil sebesar 1.26 juta ton per tahun pada tahun 1980, sebesar 1.11 juta ton per tahun pada tahun 1990 dan meningkat sekitar 100 persen menjadi sebesar 2.5 juta ton per tahun pada tahun 2000.

5.3. Peran Pupuk dalam Produksi Pertanian

Unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal adalah C, H, O, N, P, K, S, Ca, Mg, Fe, Mn, Zn, Cu, B dan Mo. Tiga unsur yang pertama yaitu C, H dan O diperoleh tanaman dari udara dan air. Unsur N, P dan K dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak dan dinamakan unsur makro primer dalam teknik budidaya pertanian. Unsur S, Ca dan Mg diperlukan dalam jumlah sedikit dibandingkan unsur makro primer dan dinamakan unsur hara makro sekunder. Unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B dan Mo dinamakan unsur mikro, karena diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit. Unsur N diberikan dalam bentuk pupuk urea, unsur P dalam bentuk pupuk TSP atau SP36 dan unsur K dalam bentuk pupuk KCl. 113 Tanaman membutuhkan unsur hara dalam proporsi dan keseimbangan tertentu. Kekurangan unsur tertentu akan berdampak terhadap produksi yang menurun. Produksi tanaman mengikuti hukum “mata rantai yang terlemah”. Produksi tanaman dipengaruhi jumlah unsur yang tidak memenuhi standar kebutuhan yang diperlukan tanaman. Produksi tanaman akan optimal, jika seluruh unsur yaitu N, P dan K tersedia dalam proporsi yang berimbang seperti Gambar 19 . Gambar 19. Ilustrasi Hukum Mata Rantai Terlemah Pemupukan berimbang merupakan suatu keharusan dalam memproduksi tanaman secara optimal. Pupuk urea, TSPSP-36 dan KCl merupakan barang komplemen, karena ketiganya akan menghasilkan produksi pertanian secara optimal jika digunakan secara bersama-sama dalam proporsi yang seimbang. Pola usahatani sebagian besar petani di Indonesia bersifat subsisten sejak tahun 1960-an, yaitu sistem usahatani yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri. Jika produksi berlebihan, maka kelebihan produksi dijual untuk menambah tingkat kesejahteraan petani. Sistem pertanian modern mendorong produktivitas dan pola usahatani petani beralih dari pola usahatani subsisten menjadi pola usahatani yang intensif. 114

5.4. Pertanian Tanaman Perkebunan Indonesia

Sepanjang tahun 1994 – 2000 luas areal perkebunan meningkat rata-rata 2 persen per tahun hingga total areal perkebunan pada tahun 2000 mencapai 15.10 juta ha. Selama lima tahun terakhir, perkembangan produksi perkebunan juga meningkat rata-rata 4.10 persen per tahun untuk jenis tanaman tahunan dan 1.60 persen untuk tanaman semusim. Komoditas perkebunan yang mengalami peningkatan produksi paling tinggi adalah kakao sebesar 10.30 persen per tahun dan kelapa sawit 7.90 persen per tahun. Peningkatan produksi terjadi selain karena meningkatnya luas areal juga adanya kenaikan produktivitas per ha dan penggunaan bibit unggul, terutama oleh perusahaan perkebunan swasta. Sayangnya, peningkatan produktivitas tersebut belum diikuti oleh perkebunan rakyat. Meskipun dalam periode dua tahun terjadi peningkatan namun masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar, baik swasta maupun milik negara, terutama jenis usaha perkebunan yang juga digarap perkebunan besar seperti karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Produktivitas rata-rata karet rakyat, misalnya, hanya 0.60 ton karet kering per ha dibanding perkebunan besar yang mencapai 1.10 ton per ha. Ini pun masih sangat rendah dibandingkan negara pesaing utama, seperti Thailand yang mencapai 1.5 – 2 ton per ha. Walaupun juga dipengaruhi oleh keadaan pasar dan berbagai mekanisme kebijakan, rendahnya produktivitas perkebunan juga disebabkan oleh: 1. Mahalnya harga pupuk dan saprotan lain, terutama pada perkebunan sawit. 2. Perkebunan rakyat yang lemah dalam akses permodalan, teknologi dan manajemen diperankan semata-mata penyedia bahan baku bagi perusahaan 115 besar yang menguasai kegiatan pengolahan dan pemasaran, sehingga petani tidak mempunyai banyak pilihan dalam memasarkan produknya dan posisi tawar menawar yang lemah dalam menentukan harga. 3. Pendapatan petani yang rendah menyebabkan arus modal juga terganggu, sehingga pemeliharaan dan peremajaan tanaman juga tidak terjamin. Petani juga mengalami kesulitan berinvestasi mengembangkan usahanya. Berikut ini adalah neraca perdagangan pertanian tanaman perkebunan yang bersumber dari data BPS, sebagai berikut. Tabel 11. Keragaan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan Produk Pertanian Indonesia pada Tahun 1997 – 2001 US 000 Hsl Tnm Perkebunan 1997 1998 1999 2000 2001 Ekspor 5180116 4079889 4092807 3887184 3444386 Impor 1522338 1247042 1427774 1257265 1550976 Surplus 3657778 2832847 2665033 2629919 1893410 Sumber : Data BPS, diolah 2001 Keterangan : Data sd Sept 2001 Berdasarkan keragaan data pada Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa sub sektor tanaman perkebunan mengalami surplus perdagangan. Jika dicermati keragaan neraca ekspor impor produk perkebunan selama 5 lima tahun terakhir selalu mengalami penurunan.

5.5. Pertanian Tanaman Pangan Indonesia