10 dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utama pemeliharaan sebagian hewan
kerja sebagai pembajak sawah atau tegalan. 2
Peternakan rakyat semi komersial dengan keterampilan berternak dapat dikatakan cukup. Penggunaan bibit unggul, obat-obatan, dan makanan penguat
cenderung meningkat. Tujuan utama pemeliharaan untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.
3 Peternakan komersial dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan
dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah
besar. Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan
dibandingkan dengan usaha ternak yang lain. Beberapa keuntungan usaha ternak sapi perah adalah peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah
sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, penggunaan tenaga kerja yang tetap dan
tidak musiman, pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijuan yang tersedia atau sisa-sisa hasil
pertanian, kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang dan pedet yang dihasilkan jika jantan bisa
dijual untuk sapi potong, sedangkan jika pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu Sudono et al, 2003.
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Sapi Fries Holland FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu
yang rendah Sudono, 1999. Penyediaan bahan pakan yang terbatas akan membatasi peningkatan jumlah dan mutu produksi sapi Fries Holland Girisonta,
1995. Menurut Sudono 1999, produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya
masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter dengan bangsa sapi Fries Holland FH. Hasil penelitian Junita 2008, menunjukan
bahwa produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur
11 adalah 8, 58 liter per ekor dan kepemilikan sapi laktasi masih di bawah 60 persen
dari total sapi yang dimiliki. Menurut penelitian Kadarini 2005, puncak produksi susu sapi perah
peternak di KUD Cipanas terjadi pada bulan ketiga setelah beranak kemudian turun secara bertahap. Pada bulan keempat produksi susu mengalami penurunan
yang sangat jelas dari 10 literekorhari. Hal ini kemungkinan disebabkan sapi pada usia ini mulai bunting kembali. Pada bulan kesembilan rataan produksi susu
kembali meningkat, disebabkan pada populasi yang diamati terdapat dua ekor sapi yang berusia enam tahun dan satu ekor berusia lima tahun.
Menurut Siregar 1992, usaha untuk meningkatkan produksi susu dapat dilakukan dengan menambahkan pakan atau perbaikan sistem pemberian pakan
tanpa penambahan biaya pakan. Sapi perah hendaknya diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya.
Kesalahan dalam manajemen pemeliharaan dapat dijadikan indikasi untuk mengetahui tingkat produksi yang rendah atau tidak sesuai dengan kemampuan
potensial sapi. Menurut Sudono et al. 2003, bibit sapi perah yang akan dipelihara
menentukan keberhasilan dalam berproduksi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah yaitu, keturunan, bentuk ambing, penampilan
dan umur bibit. Selain bibit hal yang menunjang dalam keberhasilan berproduksi adalah pakan. Pakan memiliki pengaruh yang dominan dalam produksi. Pengaruh
ini mencakup pada volume dan kualitas susu serta kesehatan. Pakan yang diberikan untuk ternak sapi perah terdiri dari pakan konsentrat dan hijuan. Dalam
penelitian Mandaka dan Hutagaol 2005, di Kelurahan Kebon Pedes Kabupaten Bogor diketahui skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi
Decreasing Return of Scale dimana penambahan faktor produksi tetap jumlah induk produktif dan pengalaman beternak menyebabkan penurunan keuntungan
usaha ternak dalam jangka panjang. Peluang untuk meningkatkan produksi susu nasional itu dapat
dikatagorikan dalam tiga kegiatan utama, yakni: 1 penambahan populasi sapi perah betina, 2 perbaikan pemberian pakan, serta 3 perbaikan intensifikasi
pelaksanaan Inseminasi Buatan Siregar, 1992.
12 Menurut Heriyatno 2009, Faktor faktor yang berpengaruh terhadap
produksi susu sapi perah adalah jumlah pakan konsentrat, jumlah pakan hijauan dan masa laktasi sapi. Sedangkan menurut Sudono 1999, faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu sapi adalah masa laktasi, umur sapi, selang beranak Calving Interval, tenaga kerja, makanan dan tatalaksana. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi susu sapi antara lain : 1.
Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi itu sedang menghasilkan susu antara waktu
beranak dengan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan Sudono, 1999. Sedangkan menurut Girisonta 1995, masa laktasi
adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan, produksi susu sudah
keluar. Periode laktasi mempengaruhi selang beranak pada sapi Fries Holland FH. Selang beranak paling lama ditemukan pada sapi laktasi pertama dan kedua,
dan selang beranak paling singkat ditemukan pada sapi laktasi kelima dan keenam.
2. Umur Sapi
Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua tiga tahun akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur
muda dua tahun. Produksi susu akan terus meningkat dengan tambahnya umur sapi sampai sapi itu umur tujuh tahun atau delapan tahun, yang kemudian setelah
umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11-12 tahun hasil susu nya akan rendah sekali. Hal ini disebabkan
kondisi tubuh akan menurun dan senilitas. Meningkatnya hasil susu pada laktasi dari umur dua tahun sampai umur tujuh tahun itu disebabkan bertambah besar sapi
karena pertumbuhan, jumlah tenunan dalam ambing juga bertambah. Turunnya hasil susu pada hewan tua disebabkan aktivitas-aktivitas kelenjar-kelenjar ambing
sudah berkurang. Kemampuan sapi dara untuk berkofulasi tak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan badannya, tetapi juga pertumbuhan ambingnya yang mencapai
pertumbuhan yang maksimum pada laktasi ke tiga atau ke empat Sudono, 1999.
13 3.
Tenaga Kerja Dalam Budidaya Sapi Perah Menurut Sudono 1999, tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam
usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja jadi efisien, untuk
mencapai penggunaan tenaga kerja yang efisien pada usaha peternakan sapi perah di Indonesia sebaiknya seorang tenaga kerja dapat menangani enam sampai tujuh
ekor sapi dewasa. Sedangkan menurut Mubyarto 1989, dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari
suami sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak petani. Kebutuhan dan pencurahan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis pekerjaan dan komoditi
yang diusahakan Hernanto, 1996. 4.
Makanan dan Tatalaksana Pakan ternak terbagi dalam dua kelompok, yaitu pakan hijauan dan pakan
konsentrat. Pakan konsentrat merupakan pakan yang diformulasikan atas beberapa bahan pakan seperti pollar, bungkil kedelai, dan jagung. Standar nilai koefisien
teknis pada konsentrat adalah satu persen dari berat badan sapi yaitu antara 8-10 kg konsentrat per hari untuk setiap satuan ternak Susilorini et al. 2009.
Sementara itu, pakan hijauan berasal dari hasil budidaya atau berasal dari rumput alam yang dicari di lahan terbuka. Selain itu, pakan hijauan dapat juga berasal dari
limbah pertanian, seperti jerami padi, jerami jagung dan kelopak kol yang sudah rusak Swastika et al. 2009. Standar nilai koefisien teknis pakan hijauan adalah
sepuluh persen dari berat badan sapi untuk setiap satuan ternak Susilorini et al. 2009.
Pada umumnya variasi dalam produksi susu beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya. Pemberian
makanan yang banyak pada sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu sedang dikeringkan dapat meningkatkan produksi susu sebesar 10-30 persen. Pemberian
air sangat penting untuk produksi susu, karena susu 87 persen terdiri atas air dan 50 persen dari badan sapi terdiri atas air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung
pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya dan macam makanan yang diberikan Sudono, 1999.
14 Penggunaan faktor produksi yang akan dipakai dalam analisis selain
tergantung dari penting tidaknya pengaruh penggunaannya terhadap produksi juga dibatasi pada faktor produksi yang dapat dikontrol Soekartawi et al.1986.
Penelitian Heriyatno 2009 dengan judul ”Analisis Pendapatan dan Faktor
yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak Kasus: Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur Kabupaten
Kuningan ” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu di
tingkat peternak menunjukan jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan dan masa laktasi berpengaruh nyata terhadap
produktivitas sapi perah peternak sedangkan faktor besarnya biaya usaha tidak berpengaruh nyata. Fungsi produksi yang digunakan untuk mengnganalisis usaha
ternak sapi perah menunjukan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 40,2 persen. Nilai tersebut artinya 40,2 persen hubungan antara faktor-faktor produksi
yang digunakan dengan jumlah produksi susu dapat dijelaskan oleh produksi tersebut dan sebesar 59,8 persen hubungan tersebut dijelaskan oleh faktor-faktoe
lain. Penelitian Pratiwi 2009 dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi
yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan
hijauan, konsentrat, vaselin, tenaga kerja dan dummy setelah kredit dan sebelum
kredit pada taraf nyata satu persen yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan yaitu hijauan konsentrat dan dummy setelah kredit dan sebelum kredit
sedangkan vaselin dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen.
Penelitian Mandaka 2005 menganalisis fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi dan kemungkinan skema kredit bagi pengembangan skala usaha
peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Kesimpulan yang didapat yaitu peternak sapi perah di Wilayah tersebut memiliki
kecenderungan yang sama dalam teknis produksi maupun biaya produksi dan hanya input tetap berupa jumlah induk produktif yang berpengaruh nyata pada
tingkat kepercayaan di atas 75 persen. Skala ekonomi peternakan sapi perah rakyat berada pada kondisi decreasing return of scale dimana penambahan input
15 tetap jumlah induk produktif dan pengalaman beternak menyebabkan penurunan
keuntungan usaha ternak dalam jangka panjang. Skema kredit yang sesuai dengan kondisi aktual dan keinginan peternak di
Kelurahan Kebon Pedes adalah : 1
Ternak sapi merupakan jenis agunan yang paling memungkinkan untuk dijadikan sebagai jaminan kredit utama.
2 Jangka waktu pengembalian kredit yang relevan pada usaha ternak sapi
perah adalah 7 tahun dengan tingkat suku bunga kredit antara 0-1 persen per bulan.
3 Nilai pinjaman yang paling sesuai bagi pengembangan usaha ternak skala
kecil sebesar Rp 6.000.000-Rp 12.000.000 atau setara dengan 1-2 ekor induk produktif.
Penelitian Sihite 1998, dalam mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha peternakan sapi perah terdapat beberapa variabel yang
diukur yaitu jumlah produksi susu sebagai variabel dependen, jumlah makanan penguat, jumlah makanan hijauan, jumlah tenaga kerja dan jumlah sapi laktasi.
Pada taraf nyata 0,05 hanya jumlah pakan hijauan yang mempengaruhi produksi susu secara signifikan sedangkan jumlah makanan penguat dan persentase sapi
laktasi berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,10. Jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap peroduksi susu.
Penelitian Fitriani 2001, dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak usaha gaduhan ternak sapi potong di Kecamatan Cipego,
Boyolali, Jawa Tengah mengemukakan bahwa rata-rata tingkat pendapatan yang diterima oleh peternak penggaduh per ekor adalah Rp 1031,59, per HKP. Dengan
tingkat kontribusi pendapatan dari usaha tersebut terhadap total pendapatan keluarga peternak adalah 4,5 persen. Dari analisa regresi diperoleh nilai koefisien
determinan R
2
sebesar 68,8 yang berarti bahwa 68,8 persen keragaman tingkat pendapatan peternak penggaduh dapat dijelaskan oleh faktor umur sapi awal
penggemukan, curahan jam kerja, nilai jual sapi, umur peternak penggaduh, pengalaman beternak, lama penggemukan dan harga beli. Peubah yang memiliki
pengaruh nyata terhadap pendapatan peternak adalah umur sapi awal penggemukan 1,301 dan harga jual 2,868. Sedangkan peubah yang tidak
16 berpengaruh nyata adalah curah jam kerja, umur peternak, pengalaman beternak
dan persentase pembagian hasil yang diterima peternak penggaduh.
Beberapa penelitian terdahulu yang ditulis oleh Heriyanto, Pratiwi, Sihite, Fitriani dan Mandaka terdapat kesamaan dalam objek penelitian yaitu sapi perah.
Untuk penelitian yang dibuat oleh Heriyanto, Pratiwi, Sihite dan Fitriani terdapat kesamaan dalam analisis penelitian yaitu menggunakan analisis pendapatan
usahatani RC rasio serta produktivitas dan pendapatan dengan fungsi Cobb Douglas. Dari hasil keempat penelitian, pendapatan usahatani tersebut
menguntungkan karena memiliki nilai RC rasio lebih dari satu, sedangkan dari hasil fungsi Cobb Douglas menunjukan hubungan faktor-faktor input yang
digunakan dengan output yang dihasilkan. Keempat penelitian tersebut dapat sebagai reverensi dan acuan serta perbandingan terhadap dengan penelitian yang
dilakukan. Penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas susu dan pendapatan peternak. Sedangkan
perbedaan penelitian Mandaka dengan penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan analisis efisiensi usahatani. Perbedaan ini diharapkan dapat
memperkaya pengetahuan peneliti mengenai efisiensi usahatani sapi perah.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN