14
Indonesia. Kondisi seperti ini merupakan peluang pemasaran Itik yang menjanjikan.
2.2 Praktek Budidaya dan Produktivitas Ternak Itik 2.2.1 Perkandangan
Menurut Rasyaf 1986, kandang merupakan tempat kediaman ternak, dan dari kandang tersebut ternak memperoleh manfaat. Untuk mengetahui sistem
kediaman tersebut memberikan manfaat yang optimal dan menguntungkan, hendaknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1 harus memberikan
kenyamanan bagi ternak Itik, 2 memberikan kesehatan pada Itik yang ada di dalamnya, 3 harus memberikan hasil bagi peternak, 4 tidak mengganggu
peternak, 5 memenuhi syarat ekonomis. Selanjutnya Rasyaf 1986, menambahkan bahwa pemilihan tempat peternakan menjadi hal yang utama dalam
usaha. Tempat yang dipilih hendaknya memiliki persyaratan sebagi berikut: 1 dekat dengan sumber air, 2 dekat dengan daerah pemasaran, 3dekat dengan
sumber bahan baku, 4 tidak mengganggu lingkungan sekitar, 5 tidak mengganggu peternak. Samosir 1983 menjelaskan bahwa pada peternakan Itik,
kandang yang umum digunakan adalah tipe sheed. Lantai kandang yang terbaik adalah yang terbuat dari semen atau papan, karena untuk mempermudah
membersihkannya. Menurut Suharno dan Amri 2002, luas kandang hendaknya disesuaikan
dengan jumlah dan umur Itik yang dipelihara. Untuk Itik dewasa 6 bulan, Itik dara 2-6 bulan, anak Itik 1 hari-2 bulan, kapasitas kandang Itik masing-masing
4-5 ekor per meter persegi, 5-10 ekor per meter persegi, dan 8-10 meter persegi untuk 100 ekor anak Itik.
2.2.2 Pakan
Makanan Itik yang dipelihara secara ekstensif tidaklah diperhatikan secara benar, sebab Itik dilepas saja untuk mencari makanan sendiri. Itik mendapat
makanan dari sisa panenan yang didapatnya di sawah, dan protein hewani diperoleh dari remis, cacing, dan belalang Harahap et.al 1978.
Rasyaf 1986 menjelaskan, bahwa bahan-bahan makanan yang bisa dipakai sebagai campuran ransum adalah: jagung kuning, dedak lunteh, bungkil-
Click here to buy A
w w
w .ABBYY.c o m
Click here to buy A
w w
w .ABBYY.c o m
15
bungkilan, ubi kayu, daun lamtoro, daun petai cina, kulit kerang, garam dapur, minyak atau lemak, dan tepung darah. Batas maksimum pemakaian bahan
makanan tersebut dipengaruhi oleh kualitas bahan dan harga bahan makanan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, hasil penelitian Harahap et.al 1978 pada
peternak Itik di Sumatera Barat, jumlah induk yang dipelihara mempengaruhi biaya makanan, makin banyak Itik yang dipelihara, peternak akan lebih banyak
memperhatikan ternaknya terutama tentang pakannya. Samosir 1983 menyatakan bahwa patokan-patokan kebutuhan protein,
lemak, energi metabolis, asam-asam amino vitamin, atau mineral untuk Itik petelur Indonesia, masih jauh dari jangkauan. Baik kebutuhan untuk anak Itik, Itik
remaja, Itik petelur dewasa maupun untuk ternak Itik pembibitan. Untuk Itik-Itik yang dipelihara secara intensif, kebutuhan akan nutrisi tersebut sepenuhnya harus
dapat disediakan. Khusus untuk Itik petelur kebutuhan akan kalsium dan fosfor cenderung lebih banyak. Bagi Itik petelur kalsium dan fosfor dimanfaatkan untuk
membuat kulit telur dan membantu kelancaran fisiologis. Untuk sebutir telur, Itik memerlukan 2,6 gram kalsium yang tercerna. Secara umum pakan Itik harus
mengandung 16-18 persen protein, 2800 Kkalgram energi metabolis, delapan persen serat kasar, 3,5-4 persen kalsium, dan 0,3-0,9 persen fosfor Kardjono,
1998. Suharno dan Amri 2002 menyarankan untuk pakan yang dibeli dari
pabrik ransum komersial hanya digunakan pada saat pemeliharaan Itik periode awal, sementara untuk Itik dara mulai dari umur tujuh minggu dan seterusnya
menggunakan makanan yang diramu sendiri dengan bahan-bahan yang diperoleh disekitar lokasi usaha. Kebutuhan nutrisi bagi Itik sepenuhnya harus dapat
disediakan. Khusus bagi induk Itik petelur, kebutuhan akan kalsium dan fosfor cenderung lebih banyak karena akan dimanfaatkan untuk pembentukan cangkang
telur dan membantu kelancaran proses pengeluaran telur.
2.2.3 Bibit