36 sebanyak 89.718. sektor industri sebanyak 57.876 atau 17,10 persen Dinas
Peternakan Kabupaten Sumedang. Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Jatinangor di Barat daya, Kecamatan Cimanggu di Selatan,
Kecamatan Pamulihan di Timur, Kecamatan Sukasari di barat laut serta wilayah Kabupaten Subang disebelah utara. Kecamatan Tanjungsari memiliki luas wilayah
+ 3462 Ha, yang terdiri dari 12 Desa. Desa tersebut meliputi Cinanjung, Raharja, Gunung Manik, Marga Jaya, Tanjungsari, Jatisari, Kuotamandiri, Margaluyu,
Gudang, Pasigaran, Kadaka Jaya, dan Cijambu Kecamatan Tanjungsari. Kecamatan Tanjungsari memiliki beberapa produk andalan. Salah satunya
adalah sebagai daerah penghasil susu sapi di Jawa Barat, selain Lembang dan Pangalengan. Selain itu, daerah Tanjungsari sebelah utara Desa Cijambu dan
sekitarnya merupakan daerah penghasil sayur-mayur. Buah-buahan dan umbi- umbian juga merupakan produk Tanjungsari yang cukup dikenal. Di kecamatan
ini juga terdapat banyak tempat-tempat yang memiliki panorama indah. Tanjungsari berada didekat kawasan pendidikan Jatinangor.
5.2. Kependudukan dan Mata Pencaharian
Jumlah penduduk dalam Kecamatan Tanjungsari berdasarkan angka penduduk pada tahun 2009, yang terdiri dari 12 desa adalah sebanyak 71.017
orang. Terdiri dari 35.991 orang laki-laki dan 35.028 orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga KK di Kecamatan Tanjungsari adalah 20.097 dengan
kepadatan 2.051 jiwa per Km persegi Kecamatan Tanjungsari, 2009. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Tanjungsari beraneka ragam,
yaitu sebagai petani, buruh tani, pedagang, buruhkaryawan, PNSTNI, wiraswasta, dan peternak. Potensi penduduk berdasarkan mata pencaharian, dapat
dilihat dalam Tabel 8.
37
Tabel 8 . Potensi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian KK di Kecamatan
Tanjungsari Tahun 2009. No
Kecamatan Petani Buruh
Tani Pedagang Karyawan PNS Wiraswasta
1 Cijambu
122 2498
60 38
14 42
2 Kadakajaya
900 1500
20 12
31 218
3 Pasigaran
826 197
167 130
34 169
4 Margaluyu
1385 253
132 135 107
977 5
Tanjungsari 27
112 526
877 104 130
6 Gudang
496 253
80 560 110
49 7
Margajaya 491
735 347
392 392 148
8 Jatisari
41 -
196 281 398
150 9
Kutamandiri 2360
404 142
161 46
193 10
Gunungmanik 960
416 316
390 310 619
11 Cinanjung
1000 750
800 500 350
530 12
Raharja 485
9 307
427 127 347
Sumber: Kecamatan Tanjungsari 2009
5.3. Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari yaitu, Desa Margajaya dan Desa Raharja. Pemilihan tempat penelitian didasarkan bahwa
kedua desa tersebut merupakan daerah utama penghasil susu sapi perah di Kecamatan Tanjungsari. Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi
perah. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi status usaha, umur, pendidikan, pengalaman beternak, lama menjadi anggota kelompok
ternak dan kepemilikan ternak. Karakteristik tersebut dianggap penting karena berpengaruh pada pelaksanaan usaha ternak sapi perah, terutama dalam
melakukan teknis budidaya sapi perah yang akan mempengaruhi hasil peternak tersebut. Karakteristik responden untuk usaha sapi perah tersebut dapat dilihat
pada Tabel 9.
38
Tabel 9. Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.
Karakteristik Responden Jumlah Petani
Persentase 1. Status Usaha
a. Utama 33
91,67 b. Sampingan
3 8,33
Total 36
100 2. Umur th
a. 35 4
11,11 b. 35- 55
29 80,56
c. 55 3
8,33 Total
36 100
3. Pendidikan a. Tidak Sekolah
3 8,11
b.SD 24
64,86 c.SLTP
7 18,92
d. SLTA 2
8,11 Total
36 100
4. Pengalaman Beternak thn a. 10
4 11,11
b. 10-15 10
27,78 c. 16-20
14 38,89
d. 21-25 8
22,22 Total
36 100
5. Lama Manjadi Anggota Koperasi a. 10
5 13,89
b. 10-15 12
33,33 c. 16-20
13 36,11
d. 21-25 6
16,67 Total
36 100
6. Kepemilikan Ternak ekor a. 1-3
12 33,33
b. 4-5 20
55,55 b. 6-7
4 11,11
Total 36
100
5.3.1. Status Usaha
Pekerjaan responden pada umumnya masih berada dalam batasan dunia pertanian dan peternakan. Hanya tiga dari 36 responden yang memiliki pekerjaan
utama tidak berhubungan dengan peternakan yaitu pekerja swasta, buruh tani,
39 supir angkot dan berdagang sembako. Pekerjaan utama ditentukan dengan
pendekatan tenaga kerja maupun waktu terbesar yang diluangkan oleh seseorang dalam bekerja untuk memperoleh pendapatan baik dalam bentuk uang maupun
bentuk pendapatan lain seperti hasil pertanian maupun peternakan. Tabel 9, menunjukan bahwa sebagian besar 91,67 persen responden
menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan utama. Sedangkan responden yang menjadikan usaha ternak sapi perah sebagai pekerjaan tambahan
yang memiliki pekerjaan sampingan hanya sebesar 8,33 persen. Besarnya persentase yang menjadikan usaha ternak sapi perah dijadikan mata pencaharian
utama dikarenakan kontinuitas penerimaan tunai didapatkan responden setiap hari ketika sapi perah dalam masa laktasi.
5.3.2. Umur
Umur responden peternak sapi perah di daerah penelitian mayoritas berusia 35 sampai 55 tahun yaitu 80,56 persen. Selain itu, terdapat 11,11 persen
responden yang berusia kurang dari 35 tahun dan 8,33 persen responden yang berusia lebih dari 55 tahun ke atas. Jadi secara keseluruhan responden terbanyak
berusia 35 sampai 55 tahun. Hal ini disebabkan pada usia dewasa madya 35 sampai 55 tahun, responden telah memiliki kemantapan dalam berwirausaha di
bidang peternakan ini. Sedikitnya responden yang memiliki usia kurang dari 35 tahun dewasa awal disebabkan seseorang pada usia ini masih dalam tahap
pencarian bidang usaha yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Responden usia 55 tahun ke atas tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan
faktor usia yang sudah tidak sesuai untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pengelolaan ternak sapi. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
responden pada usia ini sebagian besar telah melimpahkan atau mewariskan usaha ternaknya kepada anak atau kerabatnya sehingga responden pada usia ini cukup
sedikit.
5.3.3. Pendidikan
Tingkat pendidikan responden berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden yang diwawancarai
pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh
40 responden tersebut masih rendah. Sebagian besar tingkat pendidikan responden
adalah pendidikan Sekolah Dasar SD yaitu 64,86 persen. Hanya sebagian kecil responden yang mencapai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP yaitu
18,92 persen dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA yaitu 8,11 persen, ada juga responden yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali yaitu sekitar 8,11
persen. Tingkat pendidikan responden menjadi faktor utama dalam penerapan
transformasi teknologi yang ada dalam usahaternak sapi perah tersebut. Pada umumnya tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam
mengadopsi teknologi dan memahami Informasi, baik dalam hal budidaya maupun perlakuan pasca pemerahan.Tingkat pendidikan yang rendah ini
diperngaruhi oleh pola pikir responden yang masih menganggap bahwa pekerjaan yang mereka lakukan sudah turun-temurun dilakukan, sehingga mereka berpikir
bahwa pendidikan bukan hal yang utama.
5.3.4. Pengalaman Beternak Sapi Perah
Pengalaman beternak sapi perah yang dialami oleh responden selain mendapatkan pengalaman beternak sapi perah dengan berusaha ternak sendiri,
peternak juga mendapatkan pengalaman sejak membantu orang tua maupun keluarga yang memiliki usahaternak. Sebagian besar responden telah lama
berprofesi sebagai peternak hewan khususnya sapi perah. Karakteristik ternak sapi perah ini yang bisa menghasilkan pendapatan tiap hari dari hasil penjualan susu
dan relatif mudah dalam melakukan budidaya ternaknya, sehingga menjadikan usaha sapi perah ini sudah lama dibudidayakan oleh responden di daerah
penelitian. Tabel 9, menggambarkan karakteristik responden dari lama pengalaman
beternak sapi perah. Sebagian besar peternak yang dijadikan responden memiliki pengalaman bertenak sapi perah selama 16-20 tahun dengan persentase 38,89
persen. Pengalaman berusaha ternak yang dimiliki oleh responden menunjukan lamanya responden berperan aktif dalam usahaternak sapi perah. Semakin lama
pengalaman berusaha ternak sapi perah maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami teknik budidaya dalam kegiatan usahaternak yang dijalankan.
41
5.3.5. Lama Menjadi Anggota Koperasi
Sebagian responden telah lama menjadi anggota koperasi. Karakteristik koperasi ini memberikan pelayanan dan dukungan untuk responden dari mulai
penyediaan pakan, kesehatan, obat-obatan, IB dan transportasi, sehingga membuat responden menjadi lebih mudah dalam membudidayakan usaha sapi perahnya.
Tabel 9, menunjukan bahwa responden dengan lama masuk menjadi anggota koperasi selama 16-20 tahun memiliki proposi paling besar yaitu 35,11
persen. Selain itu, terdapat 33,33 persen responden menjadi anggota koperasi dari 10-15 tahun dan responden yang menjadi anggota koperasi dari 21-25 tahun
mendapat proporsi 16,67 persen. Sedangkan responden dengan lama menjadi anggota koperasi kurang dari 10 tahun memiliki proporsi paling rendah yaitu
13,89 persen. Lama menjadi anggota koperasi menunjukan responden berperan aktif
dalam kegiatan koperasi dan menggunakan fasilitas pendukung yang disediakan koperasi seperti pelayanan kesehatan, kawin suntik, penyediaan pakan, peralatan
dan lain-lain. Semakin lama responden menjadi anggota koperasi maka dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami peraturan-peraturan yang
diberikan dari koperasi.
5.3.6. Kepemilikan Ternak
Sapi perah yang dipelihara responden di Kecamatan Tanjungsari adalah sapi Fries Holland FH. Populasi ternak responden di dua Desa di Kecamatan
Tanjungsari adalah 148 ekor sapi perah laktasi. Sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Berdasarkan informasi
dari responden sapi yang dipelihara berasal dari warisan dari orang tua responden, bantuan dari koperasi dan ada juga yang membeli sapi sendiri.
Jumlah kepemilikan ternak responden dilihat dari kriteria kepemilikan ternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 9. Dari 36 responden jumlah terbesar
55,55 terdapat pada responden dengan kepemilikan ternak 4-5 ekor, jumlah ini disebabkan kemampuan daya beli responden akan sapi perah yang rendah.
Menurut Soedono,1999 peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi
perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya ≥ 60 .
42 Persentase sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan
dalam tata laksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan.
5.4. Tatalaksana Usahaternak 5.4.1. Pengadaan dan Pemilihan Bakalan Sapi Perah
Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh responden sapi perah di dua Desa di Kecamatan Tanjungsari adalah bangsa Fries Holland FH atau peranakan
Fries Holland hasil perkawinan silang dengan sapi lokal. Pengadaan bakalan sapi perah didapatkan dari pembibitan dengan Inseminasi Buatan IB dan juga
diperoleh dari bakalan sapi perah dara bunting dari luar daerah seperti KPBSU Bandung, Lembang Bandung, dan KSU Tandangsari. Pemilihan bakalan sapi
perah dilakukan dengan melihat kesehatan fisik, jenis atau turunan bakalan serta umur bakalan sapi perah. Pemilihan bakalan sapi perah tersebut diseleksi
berdasarkan bentuk tubuh, genetik sapi, sifat-sifatnya dan kesehatannya. Bentuk tubuh secara umum yaitu berbentuk pasak atau menyudut, sapi
yang sehat selalu aktif, nafsu makan kuat, kulit halus dan mengkilat, mata bersinar, kapasitas tubuh yang besar sehingga memungkinkan sapi dapat
menempung sejumlah makanan dari berbagai jenis makanan dengan volume tinggi yang diperlukan sebagai bahan baku pembentukan energi. Genetik sapi
mempengaruhi kemampuan sapi dalam memproduksi susu, mutu air susu dan keteraturan beranak. Kualitas dan jumlah produktivitas susu yang mempunyai
sifat menurun dapat diperbaiki melalui seleksi. Oleh karena itu perlu kecermatan dalam menentukan sapi yang akan dijadikan induk dengan mengetahui asal usul
keturunannya. Sifat-sifat sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Calon induk yang
mempunyai sifat jinak dan tenang, menurut, nafsu makan tinggi sangat mudah dipelihara dan dikuasai. Sebaliknya, sapi dengan sifat yang gugup dan tidak dapat
beradaptasi dengan cara-cara yang dipergunakan dalam pengelolaan dapat mengakibatkan kurangnya ketenangan dalam kelompok sehingga produktivitas
susu secara keseluruhan menurun.
43
5.4.2. Kandang
Kandang merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam peternakan sapi perah. Responden di Kecamatan Tanjungsari memelihara semua sapinya
dalam kandang dan tidak digembalakan pada lahan terbuka. Mereka tidak mengembalakan sapinya karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Kandang sapi
perah di daerah tropis seharusnya disesuaikan dengan kondisi iklimnya. Tipe kandang untuk sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya
saja yang berbeda. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher dengan tujuan agar sirkulasi udara kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang
tidak lembab. Penggunaan asbes bertujuan untuk menjaga kesetabilan suhu dalam kandang. Perubahan suhu yang tiba-tiba akan menyebabkan sapi stres dan
menurunkan produktivitasnya. Lantai kandang peternakan responden di Kecamatan Tanjungsari dibuat
dari kayu dan ada beberapa responden yang menggunakan lantai dari semen dengan tekstur miring agar mudah dibersihkan dan selalu kering. Selain itu juga
dibuat selokan atau parit agar tidak terjadi genangan air. Tempat makan dan minum merupakan perlengkapan yang sangat penting. Responden membuat
tempat makan dan minum menggunakan ember pelastik dan ada beberapa responden yang membuat tempat pakan dan air minum dari beton semen secara
individual. Lokasi kandang peternakan responden ditempatkan disamping atau
dibelakang rumah. Responden membangun kandang peternakannya secara tradisional dengan bahan baku sebagian dari kayu hutan sehingga tempat makan,
minum, dan pembuangan kotoran belum dibuat secara baik dan ada beberapa yang semi permanen yaitu lantai kandang disemen serta dibuat bak tempat pakan dan
minum. Pada umumnya ukuran kandang yang digunakan responden berkisar 1.0 x 1,5 sampai 1,5 x 2.0 meter untuk satu ekor sapi dewasa, dengan lantai papan dan
semen. Responden membersihkan kandangnya dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum pemerahan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kenyamanan sapi perah
dan kebersihan susu yang dihasilkan.
44
5.4.3. Peralatan
Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh responden untuk menjalankan usaha ternaknya. Peralatan ini menunjang
responden untuk bekerja dalam melakukan budidaya sapi mereka. Peralatan yang dimiliki responden sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan
oleh responden yaitu biaya penyusutan peralatan. Penghitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis
peralatan tersebut. Peralatan yang digunakan responden di Kecamatan Tanjungsari antara lain :
a. Milk can, yaitu kaleng penampung susu yang terbuat dari almunium khusus
tanpa sambungan. Ukuran rata-rata yang dipakai adalah 10 liter, 15 liter dan 20 liter.
b. Ember, digunakan untuk menampung air minum sapi, memandikan sapi,
menampung pakan ransum dan untuk membersihkan kandang. Ukuran ember bervariasi dari 15 liter
– 25 liter. c.
Sabit, digunakan untuk menyabit rumput dan membersihkan semak disekitar kandang.
d. Saringan, digunakan untuk menyaring susu sewaktu memasukan ke dalam
milk can. e.
Cangkul Sekop, digunakan untuk membersihkan kotoran sapi. f.
Gerobak, digunakan untuk mengangkut pakan atau milk can yang sudah di isi susu dan lain-lain.
g. Bak penampungan air, digunakan untuk menampung air yang akan dipakai
untuk membersihkan kandang atau memandikan sapi. Hanya beberapa peternak yang memilikinya.
h. Selang air, dimiliki oleh peternak yang menggunakan pompa air sanyo.
Digunakan untuk membersihkan kandang dan memandikan sapi dengan menyemprotkan air melalui selang.
Sebagian besar peralatan tersebut biasa di beli oleh responden di Koperasi Serba Usaha Tandangsari, dengan sistem pembayaran cash atau kredit, untuk
pembelian dengan kredit pembayaran dilakukan dengan memotong hasil dari
45 penjualan susu. Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari
di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 . Harga rata-rata peralatan di Koperasi Serba Usaha Tandangsari di
Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.
Peralatan Jumlah Satuan
Harga Rp Umur Teknis bulan
Millk Can 10 L Satu buah
150.000 60
Millk Can 20 L Satu buah
200.000 60
Millk Can 30 L Satu buah
300.000 60
Ember Satu buah
15.000 6
Gayung Satu buah
6.000 6
SabitArit Satu buah
20.000 60
Golok Satu buah
20.000 60
CangkulSekop Satu buah
30.000 60
Gerobak Satu buah
200.000 60
Lap ambing Satu buah
2.500 1
Sosorong Satu buah
7.500 12
Sepatu Bot Satu pasang
40.000 12
5.4.4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut Soekartawi 2002, setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti
memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa ketenaga kerjaan bidang peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga
kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Besar kecilnya akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK
untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan responden dalam pemeliharaan sapi perah.
Penggunaan tenaga kerja responden dalam usahaternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya menggunakan perhitungan Hari Kerja
Pria HKP sebagai berikut, setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung dengan
46 jumlah jam kerja delapan jam per hari dihitung dari jam 04.00 pagi hingga jam
07.00 pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam 14.00 hingga jam 19.00. Sedangkan untuk tenaga kerja memiliki perincian sebagai berikut; tenaga kerja
pria 1 HKP, wanita 0,75 HKP dan anak-anak 0,5 HKP. Responden di Kecamatan Tanjungsari lebih banyak menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga yakni sebanyak 95,7 persen jumlah dari HKP Hari Kerja
Pria yang digunakan untuk memelihara ternak, sedangkan tenaga kerja luar keluarga hanya sebesar 4,3 persen dari seluruh HKP. Kegiatan tenaga kerja yang
dilakukan untuk memelihara ternak sapi perah di Kecamatan Tanjungsari adalah membersihkan kandang
, memandikan sapi, pemerahan dan pemberian pakan serta
pencarian rumput. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 14.000 per hari. Untuk tenaga kerja di luar keluarga responden harus mengeluarkan biaya secara
langsung setiap bulan sebagai imbalan atas jasa yang mereka kerjakan, sedangkan untuk tenaga kerja dalam keluarga, responden tidak mengeluarkan biaya secara
langsung sehingga bisa menutupi pengeluaran atas pemakaian tenaga kerja.
5.4.5. Pakan
Semua mahluk hidup membutuhkan makanan, termasuk sapi perah. Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis
yang lain seperti bernapas, proses pencernaan, gerak jantung dan untuk memprosuksi susu saging sertauntuk pertumbuhan janin disalam kandungan
Girisonta,1995. Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah
yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah dapat menyebabkan produktivitas menurun. Responden umumnya menyadari bahwa pakan yang
diberikan mempengaruhi produktivitas susu, sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan bagi sapi. Pakan ternak yang diberikan oleh responden pada
sapi perah, umumnya sama terdiri dari pakan hijauan yang mengandung serat kasar tinggi dan pakan konsentrat yang mengandung serat kasar rendah.
Hijauan merupakan makanan pokok yang dibutuhkan sapi perah karena kandungan karbohidratnya dan serat kasar yang tinggi. Makanan hijauan ini
diperoleh dari sekitar tempat tinggal responden yaitu yang sebagian besar dari
47 tegalan yang sengaja ditanam rumput-rumputan untuk makanan ternak dan
sebagian lagi dari tempat lain yang terdapat rumput-rumputan, namun ada juga responden yang membeli rumput kepada masyarakat seharga Rp 100 per kilogram
atau sekitar Rp 5.000,00 per ikat 50 kg. Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden bisa dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5
. Pemberian Pakan Hijauan pada Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010
Sumber : Elim, 2010
Ternak yang memperoleh makanan yang kurang baik akan berpengaruh pada berkurangnya produktivitas susu yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, makanan hijauan yang bisa diberikan kepada ternak berupa rumput gajah, rumput raja, rumput lapang, daun singkong, daun
lamtorogung, dahan pisang, dan sebagainya. Pemberian pakan hijauan yang dilakukan responden tanpa takaran atau mengira-ngira jumlah pakan yang
diberikan. Pakan hijauan diberikan tiga kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. Pakan hijauan
diberikan setelah pemberian pakan penguat. Pemenuhan gizi yang cukup
dapat dilakukan dengan pemberian makanan yang memiliki kandungan hayati yang cukup serta berimbang. Pemberian
makanan hijauan saja pada ternak sapi tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan, maka diperlukan makanan tambahan berupa makanan konsentrat. Sapi
laktasi membutuhkan makanan tambahan agar dapat menghasilkan susu yang sesuai dengan yang diharapkan. Makanan konsentrat ini terdiri dari pollard,
bungkil kelapa, ongok dan lain-lain. Penyuluhan yang dilakukan petugas Koperasi
48 Tandangsari menyarankan pemberian pakan konsentrat dengan perbandingan 1 :
2, yang artinya pemberian satu kilogram konsentrat untuk setiap dua liter susu yang dihasilkan
. Sehingga kandungan nutrisi didalamnya telah sesuai dengan
kebutuhan sapi perah. Pakan tambahan berupa konsentrat bisa dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 . Pakan Tambahan Berupa Konsentrat pada Peternakan Responden di
Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010
Sumber : Elim, 2010
Pakan konsentrat diberikan dua kali yaitu pada pagi dan sore hari. Selain itu seluruh responden menambahkan pakan tambahan untuk ternak sapi yaitu
dengan memberikan ampas tahu untuk pakan sapi laktasi agar jumlah produktivitas susunya meningkat. Rata-rata kebutuhan pakan hijauan, konsentrat
dan ampas tahu untuk responden yang ada di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 . Rata-rata Pemberian Pakan Sapi Perah Responden di Kecamatan
Tanjungsari 2009. No
Pakan Jumlah Kgtahun
1 Hijauan
80056,66667 2
Konsentrat 8591,22225
3 Ampas Tahu
2354,236111
5.4.6. Kesehatan Hewan dan Reproduksi
Obat-obatan diperlukan saat sapi mengalami penyakit. Biasanya sapi yang terkena penyakit langsung diperiksa oleh bagian kesehatan hewan yang ada di
Kecamatan Tanjungsari sehingga untuk penanganan kasusnya dapat dilakukan
49 untuk mencegah timbulnya penyakit yang semakin berbahaya. Responden hanya
melaporkan pada bagian kesehatan hewan KESWAN, untuk mendapat pelayanan berupa obat-obatan dan vitamin sesuai dengan penyakit ternaknya.
Penyakit yang biasanya menyerang pada sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari adalah diare, perut sapi kembung, mastitis, memar-memar yang
mengakibatkan luka, serta Brucellosis cacingan. Penanganan pertama yang dilakukan responden yaitu dengan cara melaporkan ke bagian medis kesehatan
hewan yang ditangani oleh tenaga medis KSU Tandangsari atau dokter hewan. Sapi-sapi pada responden hampir sepanjang hari berada didalam kandang
sehingga kuku belakangnya menjadi lunak akibat sering tergenang air. Kondisi kuku semacam ini akan menyebabkan penyakit kuku busuk sehingga responden
harus secara rutin memotongnya. Pemotongan kuku secara rutin akan mengembalikan bentuk kuku kedalam keadaan yang normal. Selain itu,
pemotongan kuku akan membuat sapi merasa nyaman karena berat badannya akan terbagi merata pada keempat kakinya.
Pada umumnya sistem reproduksi sapi perah responden di Kecamatan Tanjungsari dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan IB. Bagi responden, IB
dinilai lebih menguntungkan dari pada perkawinan alami. Hal ini dikarenakan lebih praktis, hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya, serta mengurangi tingkat
penyebaran penyakit oleh sapi jantan dan anak sapi pedet hasil inseminasi buatan keturunannya lebih bagus. Pelayanan Inseminasi Buatan IB sapi perah di
Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 . Pelayanan Inseminasi Buatan IB Sapi Perah di Kecamatan
Tanjungsari Tahun 2010.
Sumber: Mamat, 2010.
50 Berdasarkan pengalaman peternak responden di Kecamatan Tanjungsari
tidak semua sapi mengalami kebuntingan ketika pertama kali dilakukan IB. Hal ini akan membuat sapi perah kehilangan masa subur dan harus menunggu lagi
selama 21 hari hingga masa sapi birahi kemudian dilakukan IB yang kedua kalinya. Pengaturan jarak perkawinan akan berpengaruh terhadap produktivitas
ternak dan mempengaruhi jarak kelahiran. Pengaturan jarak kelahiran pada responden di Kecamatan Tanjungsari tidak melebihi 365 hari.
Untuk melakukan Inseminasi Buatan dan pelayanan kesehatan, responden bisa menggunakan jasa petugas kesehatan hewan dari KSU Tandangsari. Biaya
pelayanan IB, obat-obatan, dan vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Peraturan pemotongan hasil
penjualan susu berlaku bagi setiap anggota koperasi baik yang ternaknya di IB dan terkena penyakit atau tidak tetap mendapatkan potongan.
5.4.7. Pemerahan
Pemerahan merupakan kegiatan yang harus mendapat perhatian khusus karena akan mempengaruhi kuantitas susu yang dihasilkan. Responden sapi perah
di Kecamatan Tanjungsari pada umumnya melakukan pemerahan susu dua kali dalam sehari yaitu pagi hari sekitar pukul 05.30 sampai 07.00 dan sore hari sekitar
pukul 15.30 sampai 17.00. Teknis pemerahan susu sendiri masih sangat tradisional yaitu dengan menggunakan tangan pekerja.
Sebelum melakukan proses pemerahan, terlebih dahulu sapi dimandikan guna mencegah kontaminasi pada susu. Untuk merangsang agar susu sapi dapat
keluar dengan baik, responden melakukan pembilasan kepada ambing sapi menggunakan kain lap dan air hangat. Setiap proses pemerahan dilakukan dengan
secepat mungkin, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi sapi yang diperah. Awal pemerahan harus dilakukan
dengan hati-hati, lembut dan pelan, kemudian dilanjutkan sedikit lebih cepat, sehingga sapi yang diperah tidak stres. Pemerahan harus dilakukan sampai air
susu yang didalam ambingnya keluar habis dan setelah selesai pemerahan putingnya dicelup dengan desinfektan, hal ini untuk mencegah terjadinya mastitis
pada sapi. Untuk lebih jelasnya proses pemerahan responden di Kecamatan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 8.
51 Gambar 8
. Proses Pemerahan Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2010
Sumber: Komar,2010
Untuk memudahkan dalam proses pemerahan biasanya responden menggunakan vaseline agar ambing sapi dalam keadaan licin. Hal ini dilakukan
guna menghindari kegelisahaan dan rasa sakit sapi saat diperah. Penggunaan vaseline terbukti aman bagi kesehatan ambing sapi perah dan tidak mempengaruhi
kualitas susu yang dihasilkan. Kebutuhan vaselin responden rata-rata selama satu tahun sebesar 9.027,777 gram. Vaselin yang digunakan untuk pemerahan sapi
perah didapat dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari.
5.4.8. Produktivitas Susu
Produktivitas susu harian responden rata-rata di Kecamatan Tanjungsari berkisar antara delapan liter sampai sembilan liter per ekor. Perbedaan
produktivitas pada ternak tersebut dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, selang beranak,
tatalaksana pemberian pakan dan pemerahan Sudono, 1999. Produktivitas susu sapi perah di Indonesia pada umumnya rendah, dimana hasil rata-rata berkisar
antara tiga sampai sepuluh liter per hari.
5.4.9. Pemasaran
Kemampuan pasar untuk menyerap produk susu sapi dengan harga jual yang tepat, maka akan menghasilkan keuntungan. Sebaliknya bila pasar tidak
mampu menyerap produk susu sapi, maka usahaternak sapi perah yang dirintis akan mengalami kerugian. Pemasaran susu sapi responden dijual kepada Koperasi
Serba Usaha Tandangsari dalam bentuk susu segar. Selain penjualan susu, sapi
52 laktasi afkir dan sapi pedet jantan dijual ke pasar hewan dan pengusaha
penggemukan sapi potong. 5.5. Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani Soekartawi et al, 1986. Penerimaan usahaternak sapi
perah di Kecamatan Tanjungsari terdiri dari penjualan susu dan penerimaan dari penjualan anak sapi pedet hasil budidaya usaha ternak sapi perah yang rata-rata
berumur 3 sampai 4 bulan dengan harga Rp 3.000.000 per ekornya. Harga susu segar yang diberikan koperasi berfluktuatif tergantung kualitas
susu yang dihasilkan oleh peternak. Harga rata-rata susu segar sebesar Rp 2.847 per liter. Untuk lebih jelasnya sumber penerimaan responden di Kecamatan
Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12
. Rata-rata Penerimaan Responden Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009.
No Jenis Penerimaan
Jumlah Harga Rp
Total Rp 1
Penjualan susu ke koperasiliter 12.887,5
2.847,388 36.698.245,1
2 Pemberian susu pedet liter
745,694 2.847.388
2.123.940 3
Susu yang dikonsumsi liter 13,666
2.847.388 38.877,666
4 Penjualan pedet ekor
1,25 3.000.000
3.750.000 Total penerimaan
42.611.062,7
5.6. Biaya Usahatani
Pengeluaran usahaternak sapi perah dikelompokan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani
seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan dari sarana produksi Soekartawi et al, 1986. Berikut ini adalah
pembagian biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
53
A. Biaya Tunai
Biaya tunai terdiri dari pembelian pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, vaselin, biaya kesehatan hewan obat-obatan dan IB, tenaga kerja luar keluarga,
pembayaran listrik, potongan koperasi dan biaya transportasi. Biaya tunai yang dikeluarkan peternak berbeda-beda tergantung jumlah ternak yang dipeliharanya.
Untuk biaya listrik merupakan biaya yang bersifat tetap yang harus dikeluarkan oleh responden. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang
besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. 1.
Biaya untuk Pembelian Pakan Biaya pakan yang dikeluarkan dalam usaha sapi perah responden yaitu
pembelian hijauan, pembelian konsentrat dan pembelian ampas tahu. Responden mendapatkan pakan hijauan dengan mencari rumput di daerah sekitar dan juga ke
luar daerah, namun ada juga responden yang membeli kepada penjual rumput yaitu sebesar Rp 100 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pakan hijauan
responden sebesar Rp 2.924.055,556 per tahun. Pakan penguat konsentrat diperoleh dari KSU Tandangsari dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.450 per
kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pakan konsentrat responden sebesar Rp 12.450.545,88 per tahun. Sedangkan pembelian ampas tahu harga rata-rata sebesar
Rp 600 per kilogram, dengan rata-rata pengeluaran biaya pakan ampas tahu responden sebesar Rp 1.414.165,278 per tahun.
2. Biaya untuk Pembelian Vaselin
Vaselin merupakan salah satu pelumas atau pelicin untuk mempermudah proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Peternak
mendapatkan vaselin membeli dari Koperasi Serba Usaha Tandangsari dengan harga rata-rata Rp 32.000 per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pembelian
vaselin responden sebesar Rp 291.555,556 per tahun. 3.
Biaya Pembayaran Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga. Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh
peternak yang biasanya memiliki kegiatan di luar peternakan. Dengan rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp 14.000 per hari. Upah tenaga kerja luar keluarga
merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Rata-rata
54 pengeluaran biaya pembayaran upah tenaga kerja luar keluarga responden sebesar
Rp 248.402,7778 per tahun. 4.
Biaya untuk Pembayaran Kesehatan obat-obatan, IB, vitamin Biaya pembayaran kesehatan seperti biaya pelayanan IB, obat-obatan, dan
vitamin dipotong dari penjualan susu yaitu sebesar Rp. 450 per liter susu yang dijual ke koperasi. Rata-rata pengeluaran biaya kesehatan obat-obatan, IB,
vitamin responden sebesar Rp 5.799.388,75 per tahun. 5.
Biaya Iuran ke Koperasi Biaya iuran ke koperasi merupakan pengeluaran tetap responden yang
harus dibayar setiap setiap tahun. Rata-rata pengeluaran biaya iuran responden sebesar Rp 218.875,3056 per tahun
. 6.
Biaya pembayaran listrik Pembayaran listrik merupakan pengeluaran tetap peternak sapi perah.
Rata-rata pembayaran penggunaan listrik yang digunakan untuk penerangan usaha sapi perah responden sebesar Rp 478.668,1 per tahun.
7. Biaya transportasi
Biaya transportasi merupakan biaya tunai karena merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Biaya tranportasi dihitung
berdasarkan jumlah liter susu yang diangkut. Rata-rata biaya angkut peternak dipotong sebesar Rp 40 per liter susu yang diangkut. Peternak hanya menitipkan
susu hasil perahan mereka pada pos kelompok ternak masing-masing, petugas koperasi kemudian mengangkut susu dari pos kelompok pengumpulan susu ke
koperasi. Rata-rata pengeluaran pembayaran biaya transportasi responden sebesar Rp 515.501,2222 per tahun.
B. Biaya diperhitungkan
Biaya yang diperhitungkan ini untuk melihat bagaimana manjemen suatu usahatani. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja dalam
keluarga, sewa lahan, penyusutan alat-alat dan nilai ternak pada akhir tahun. 1.
Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga harus diperhitungkan karena kebanyakan
responden dalam menjalankan usahaternak sapi perah tidak memperhitungkan pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan manfaat dari
55 menghitung pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu untuk
mengetahui penerimaan usahaternak sapi perah responden yang sebenarnya. Pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga masuk dalam biaya
diperhitungkan. Biaya diperhitungkan merupakan biaya tidak tunai yang diukur atau dinilai berdasarkan perkiraan upah tenaga kerja yang berlaku. Rata-rata
pengeluaran biaya upah tenaga kerja dalam keluarga responden sebesar Rp 5.525.694,444 per tahun.
2. Sewa Lahan
Sewa lahan menjadi biaya yang diperhitungkan karena lahan untuk budidaya yang digunakan oleh responden keseluruhan merupakan lahan milik
sendiri. Biaya rata-rata yang dikeluarkan responden untuk sewa tanah yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp 500.000 per tahun untuk satu
tumbaknya 14 m x 14 m. Rata-rata pengeluaran biaya sewa lahan responden sebesar Rp 286.458,3333 per tahun.
3. Penyusutan
Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk melakukan perawatan
terhadap peralatan dan kandang. Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus yaitu harga beli dibagi dengan umur
pakai. Rata-rata pengeluaran biaya penyusutan responden sebesar Rp 93.608,94442 per tahun. Perhitungan biaya penyusutan peralatan dan kandang
dapat dilihat pada Lampiran 2. 4. Nilai Ternak pada Akhir Tahun
Nilai ternak pada akhir tahun adalah penurunan nilai ternak yang disebabkan oleh pemakaian ternak selama satu tahun. Nilai ternak pada akhir
tahun menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan untuk penggunaan ternak selama satu tahun. Rata-rata
pengeluaran biaya nilai ternak pada akhir tahun responden sebesar Rp 1.761.904,778 per tahun. Perhitungan komponen biaya responden secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 13.
56
Tabel 13 . Rata-rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Responden Selama
Satu Tahun di Kecamatan Tanjungsari Tahun 2009 Keterangan
Nilai Rp Persentase
Biaya Tunai
Hijauan 2.924.055,556
12,01 Konsentrat
12.450.545,88 51,15
Ampas Tahu 1.414.165,278
5,80 Vaselin
291.555,556 1.19
Tenaga Kerja Luar Keluarga 248.402,7778
1.02 Biaya obat-obatan, IB, Vitamin
5.799.388,75 23.82
Iuran-iuran ke Koperasi 218.875,3056
0,89 Transportasi
515.501,2222 2.11
Listrik 478.668,1
1.96
Total Biaya Tunai 24.341.158,43
100 Tenaga Kerja Dalam Keluarga
5.525.694,444 72,06
Sewa Lahan milik sendiri 286.458,3333
3,73 Penyusutan
93.608,94442 1,22
Nilai ternak pada akhir tahun 1.761.904,778
22,97
Total Biaya yang Diperhitungkan 7.667.666,5
100
Jumlah Total Biaya 32.008.824,93
5.7. Pendapatan Usahatani