PENDAHULUAN REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI

34 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik aspek peningkatan partisipasi multi stakeholder sekolah, peningkatan kualitas pelayanan sekolah dan juga semakin transpan dan akuntabilitasnya sekolah dalam perencanaan, pengganggaran serta pelaporan keuangan sekolah. PENGERTIAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK Model pendekatan dalam manajemen sekolah yang mengacu pada manajemen berbasis sekolah school based management atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secodnary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based managementt, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatna ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasion sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, yakni sekolah. MBS yang berorientasi pelayanan publik memusatkan perhatian pada peningkatan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. Komponen-komponen tersebut adalah: a. Siswa, yang menyangkut kesiapan dan motivasi belajarnya. b. Guru, menyangkut kemampuan profesional, moral kerjanya,dan kerjasamanya. 35 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik c. Kurikulum, meliputi relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya d. Dana, sarana dan prasarana, menyangkut kecukupan dan keefektifannya. e. Masyarakat, terutama tingkat partisipasinya dalam pengembangan program program di sekolah. MBS berorientasi pelayanan public memandang bahwa public adalah sebagai pelanggan. Oleh karena itu, keberhasilan MBS yang berorientasi pelayanan public lebih banyak dilihat dari aspek tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan layanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat dari jenis pelanggannya, maka MBS berorientasi pelayanan publikdikatakan berhasil jika: a. Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan diperlakukan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah dan sebagainya. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah b. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena mendapat laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah. c. Pihak pemakaipenerima lulusan perguruan tinggi, industri, masyarakat puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan. d. Guru dan karyawan puas dengan palayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antar gurukaryawapimpinan, gajihonorarium, dan sebagainya. Ada lima sifat layanan yang harus diwujudkan agar pelanggan puas, yaitu: a. Kepercayaan reliability. Artinya layanan sesuai dengan yang dijanjikan, misalnya dalam rapat, brosur, dan sebagainya. Layanan semacam itu dapat berlangsung terus menerus dan bukan hanya pada waktu-waktu tertentu. Beberapa aspek dalam keterpercayaan antara lain: kejujuran, aman, tepat waktu, dan ketersediaan. b. Keterjaminan assurance. Artinya, sekolah mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan. Beberapa aspek dalam keterjaminan, misalnya kompetensi gurustaf, dan keobyektifan. c. Penampilan tangible. Artinya, bagaimana situasi sekolah tampak baik. Beberapa aspek dalam penampilan, misalnya kerapian, kebersihan, ketera-turan, dan keindahan. d. Perhatian empathy. Artinya, sekolah memberikan perhatian penuh kepada pelanggan. Beberapa aspek dalam keperhatian, misalnya melayani pelanggan dengan ramah, memahami aspirasi mereka, dan berkomunikasi dengan baik. e. Ketanggapan responsiveness. Artinya, sekolah harus cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Beberapa aspek dari tanggapan, misalnya tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan cepat memperhatikan dan mengatasi keluhan-keluhan yang muncul. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 36 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Secara umum prinsip Manajemen Berbasis Sekolah MBS Berorientasi Pelayanan Publik yang difasilitasi oleh USAID-KINERJA, adalah sebagai berikut: • Menempatkan sekolah sebagai unit layanan, dimana sekolah sebagai penyedia layanan diwajibkan untuk memberikan pelayanan sesuai standard yang berlaku Standard Pelayanan Publik – SPP, Standard Pelayanan Minimum - SPM Pendidikan danStandard Nasional Pendidikan –SNP • Memberikan ruang partisipasi yang memadai bagi pengguna pelayanan siswa, orang tua dan masyarakat sekitar untuk menyampaikan masukan, keluhan dan saran guna peningkatan pelayanan sekolah, melalui survey pengaduan ataupun kotak saran yang tersedia • Proses penyusunan dokumen perencanaan sekolah secara partisipatif, antara pihak sekolah bersama multi stakeholder sekolah • Memberikan informasi yang memadai bagi multi stakeholder sekolah tentang perencanaan, penganggaran, dan pendanaan sekolah, termasuk pelaporan keuangannya dan informasi penting lainnya sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas sekolah. • Pemerintah Daerah – SKPD terkait lebih aktif dalam mendukung upaya peningkatan pelayanan di sekolah • Adanya mekanisme monitoring implementasi MBS Berorientasi pelayanan public oleh multi stakeholder forum MSF • Adanya jurnalis warga yang aktif dalam mempu- blikasi kan praktek baik, keluhan dan saran untuk mendukung peningkatan pelayanan public. Flowchart berikut menunjukkan proses MBS Berorientasi Pelayanan Publik yang melibatkan sisi penyedia dan pengguna pelayanan. 37 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik DASAR HUKUM MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak; 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik 6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik 7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah KabupatenKota, 9. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 jo. Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; 12. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44U2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 13. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129aU2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan; 14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006; 15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala SekolahMadrasah; 16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualitas Akademik Guru; 17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan; 18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan; 19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SDMI, SMPMTS dan SMA MA; 20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses; 21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan; Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 38 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik 22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di KabupatenKota; 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 48 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010 s.d. 2014; 24. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. 25. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Peningkatan Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat

2. TUJUAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK

MBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan otonomi kepada sekolah, pemberian leksibelitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rinci, MBS Berorientasi Pelayanan Publik ini bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan kemandirian, leksibilitas partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia; b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; c. Meningkatkan kapasitas sekolah dan multi stakeholder sekolah dalam menyusun perencanaan dan penganggaran sekolah yang lebih baik sesuai dengan kondisi sekolah saat ini, hasil survei pengaduan serta target capaian yang diharapkan; d. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan e. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan dan kualitas pelayanan pendidikan yang akan dicapai.

3. PRINSIP MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat 1 menyatakan bahwa, “Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, eisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik”. Sejalan dengan amanat tersebut, Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 49 Ayat 1 menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”. 39 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip MBS meliputi: 1 kemandirian, 2 keadilan, 3 keterbukaan, 4 kemitraan, 5 partisipatif, 6 eisiensi, dan 7 akuntabilitas. Ketujuh prinsip tersebut disingkat dengan K4 PEA.

1. Kemandirian

Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola sumberdaya dan mengatur kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah sesuai peraturan perundangan. Kemandirian sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, demokratis, mobilisasi sumberdaya, berkomunikasi yang efektif, memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif terhadap inovasi pendidikan, bersinergi, kolaborasi, dan memenuhi kebutuhan sekolah sendiri.

2. Keadilan

Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya sekolah, dan dalam pembagian sumber daya untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah. Sumber daya manusia yang terlibat, baik warga sekolah maupun pemangku kepentingan lainnya diberikan kesempatan yang sama untuk ikut serta memberikan dukungan guna peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitas mereka. Pembagian sumber daya untuk pengelolaan semua substansi manajemen sekolah dilakukan secara bijaksana untuk mempercepat dan keberlanjutan upaya peningkatan mutu sekolah. Dengan diperlakukan secara adil, maka semua pemangku kepentingan akan memberikan dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.

3. Keterbukaan

Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau transparan, sehingga seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan sumber daya sekolah. Selanjutnya sekolah memperoleh kepercayaan dan dukungan dari pemangku kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumber daya sekolah, untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik merupakan langkah awal dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah.

4. Kemitraan

Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, baik individu, kelompokorganisasi, maupun Dunia Usaha dan Dunia Industri DUDI. Dalam prinsip kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam posisi sejajar, yang melaksanakan kerjasama saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Keuntungan yang diterima sekolah antara lain meningkatnya Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 40 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik kemampuan dan ketrampilan peserta didik, meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sekolah, diperolehnya sumbangan ide untuk pengembangan sekolah, diperolehnya sumbangan dana untuk peningkatan mutu sekolah, dan terbantunya tugas kepala sekolah dan guru. Keuntungan bagi masyarakat biasanya dirasakan secara tidak langsung, misalnya tersedianya tenaga kerja terdidik, terbinanya anggota masyarakat yang berakhlakul karimah, dan terciptanya tertib sosial. Sekolah bisa menjalin kemitraan, antara lain dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dunia usaha, dunia industri, lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi pemuda, dan organisasi wanita.

5. Partisipatif

Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan pembuatan keputusan. Keikutsertaan mereka dapat dilakukan melalui prosedur formal yaitu komite sekolah, atau keterlibatan pada kegiatan sekolah secara insidental, seperti peringatan hari besar nasional, mendukung keberhasilan lomba antar sekolah, atau pengembangan pembelajaran. Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis antara lain gagasan tentang pengembangan sekolah.

6. Eisiensi

Eisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya dana, sarana prasarana dan tenaga sesedikit mungkin dengan harapan memperoleh hasil seoptimal mungkin. Eisiensi juga berarti hemat terhadap pemakaian sumberdaya namun tetap dapat mencapai sasaran peningkatan mutu sekolah.

7. Akuntabilitas

Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di sekolah utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam mengelola sumberdaya berdasar pada peraturan perundangan dan dapat mempertangungjawabkan kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen sekolah. Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis disertai bukti-bukti administratif yang sah danatau bukti isik seperti bangunan gedung, bangku, dan alat-alat laboratorium. Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah untuk mengambil keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip MBS di sekolah pada dasarnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah boleh menambah prinsip implementasi MBS yang sesuai dengan karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademis maupun non akademis.