29
www.kinerja.or.id
Berorientasi Pelayanan Publik
7. MODUL VII. TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMENSEKOLAH. Membahas Tentang Kaitan Antara Good Governance Dengan Transparansi dan Akuntabilitas, Makna Transparansi
dan Akuntabilitas, Jenis-Jenis Akuntabilitas, Contoh Penerapan Transparansi dan Akuntabilitas di Sekolah.
8. MODUL VIII. PRAKTIK BAIK GOOD PRACTICE PENERAPAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN
PUBLIK. Membahas Tentang Praktik-Praktik Baik Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Kelas Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen
SDM, Praktik-Praktik Baik Manajemen Peserta Didik, Praktik-Praktik Baik Manajemen Sarana Prasarana Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Keuangan Berbasis Sekolah, Praktik-
Praktik Baik Manajemen Partisipasi Masyarakat Berbasis Sekolah, Contoh Penerapan Praktik MBS di KabupatenKota Mitra KINERJA.
2. Bahan pendukung
Lihat juga: • Panduan fasilitasi lokakarya Tim Penyusun MBS. Proses penerapan MBS oleh Tim Penyusun MBS
diatur dengan seri lokakarya. Panduan fasilitasi lokakarya tersebut disampaikan pada Lampiran D • Bahan di CD. Lihat Lampiran C untuk daftar ile-ile yang ada di CD yang dilampirkan, termasuk contoh
bahan presentasi dan juga beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai referensi.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
31
www.kinerja.or.id
Berorientasi Pelayanan Publik
MBS Berorientasi Pelayanan Publik
1
1
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
32
www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik
BAHAN BACAAN MBS YANG BERORIENTASI
PELAYANAN PUBLIK
MBS Berorientasi
Pelayanan Publik
MODUL 1
......... peserta menguasai
MBS yang berorientasi pelayanan publik
........
1. PENDAHULUAN
Konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya telah diperkenalkan sejak lama di Indonesia, ialah
sejak tahun 19971998. Namun penerapan model tersebut baru menonjol setelah pada tahun 1998,
ialah setelah adanya program uji coba model yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Menengah
Umum sekarang menjadi Direktorat SLTP dan Direktorat Sekolah Menengah Umum, sejak tahun
pelajaran 19992000 dengan mengikutsertakan 140 SMUN dan 248 SLTP yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Pada tahun pelajaran 2000, jumlah sekolah peserta bertambah sebanyak 486
SMUN dan 158 SLTP Depdiknas, 2003. Pada tahun 1999, Depdiknas bekerja sama dengan
Unesco dan Unicef melakukan rintisan pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
MPMBS di SD dengan mengambil setting Provinsi
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan NTT. Pada tahun 2001 diperluas ke Pro
vinsi Jawa Barat, Papua dan NTB dan Sumatra Selatan.
Berdasarkan hasil evaluasi ternyata didapati, bahwa sekolah rintisan MBS tersebut lebih unggul
prestasi belajarnya dibandingkan dengan SD-SD konvensional yang tidak menerapkan MPMBS
Depdiknas, 2004. Dan, sekolah-sekolah yang menerapkan MPMBS, baik sekolah rintisan MPMBS
33
www.kinerja.or.id
Berorientasi Pelayanan Publik
maupun bukan, mendapatkan label dari masyarakat sebagai sekolah berprestasi.
MPMBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
memberikan leksibelitaskeluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung
warga sekolah guru, siswa, kepala sekolah, karyawan dan masyarakat orang tua, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb. untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku Depdiknas, 2003.
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri, dan merdeka atau tidak bergantung. Dalam konteks sekolah, otonomi diartikan sebagai
kewenangan sekolah untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut prakarsa sendiri,
berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Depdiknas, 2003.
Fleksibelitas diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola,
memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan
mutu. Dengan keluwesan tersebut, sekolah juga akan lincah dan cerdas, tidak menggantungkan
arahan dari atas ketika mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Dengan demikian,
sekolah lebih responsif dan cepat dalam menghadapi tantangan Depdiknas, 2003.
MPMBS dipandang sebagai bagian dari manajemen berbasis sekolah MBS. Jika MBS bertujuan
meningkatkan semua kinerja sekolah efektivitas, kualitasmutu, eisiensi, inovasi, relevansi dan
pemerataan serta akses pendidikan, maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu.
Oleh karena itu, MPMBS saat ini lebih ditekankan dibandingkan dengan MBS Depdiknas, 2003.
Sejak diluncurkan sampai dengan sekarang, MBS yang secara konseptual diturunkan dari teori-teori
desentralisasi publik, manajemen pelayanan public di bidang pendidikan, tidak banyak mendapatkan
pengawalan khususnya yang terkait dengan good governance yang mengerucut ke arah pelayanan
publik yang lebih baik. Oleh karena itu, sudah waktunya ada perintisan yang mengarahkan MBS
agar tidak keluar dari koridor pelayanan publik yang lebih baik. Berbagai wacana pelayanan prima
yang juga dicoba praktikkan dalam kepemrintahan, sepertinya berada dalam kutub yang berbeda
dengan MBS. Oleh karena itu, diperlukan penyatuan di antara keduanya sebagaimana pada akar konsep
dan teori good governance yang kini diterapkan di berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan.
Program USAID-KINERJA yang merupakan program bantuan teknis yang dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, dari sisi penyedia layanan dan sisi pengguna layanan,
melalui pendekatan tata kelola yang baik good governance telah melaksanakan pendampingan
teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra yang tersebar di 4 Provinsi Jawa Timur, Aceh, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Selatan sebagai unit layanan pendidikan untuk menerapkan MBS Berorientasi
Pelayanan Publik. Pendekatan ini telah menunjukkan manfaat yang
cukup signiikan di berbagai sekolah mitra, baik dari
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
34
www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik
aspek peningkatan partisipasi multi stakeholder sekolah, peningkatan kualitas pelayanan sekolah
dan juga semakin transpan dan akuntabilitasnya sekolah dalam perencanaan, pengganggaran serta
pelaporan keuangan sekolah.
PENGERTIAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN
PUBLIK
Model pendekatan dalam manajemen sekolah yang mengacu pada manajemen berbasis sekolah
school based management atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat,
pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School
Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association
of Secodnary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based managementt, a
strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para
pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk
dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa
nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya,
peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan
birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi. Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatna ini
muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam
pengoperasion sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah
pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama
sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri.
Semua kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah umumnya diadakan di
tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.
Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru
harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu
banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima
di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Jangan-jangan selama ini lebih
dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang
berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional,
yakni sekolah. MBS yang berorientasi pelayanan publik
memusatkan perhatian pada peningkatan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan
mutu komponen terkait. Komponen-komponen tersebut adalah:
a. Siswa, yang menyangkut kesiapan dan motivasi belajarnya.
b. Guru, menyangkut kemampuan profesional, moral kerjanya,dan kerjasamanya.