Menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah RKAS

98 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik BAHAN PRESENTASI PERENCANAAN STRATEGIS STRATEGIC PLANNING Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses manajemen strategis yang terkait dengan proses identiikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan monitoring kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan Nickols dan Thirunamachandran, 2000. POSISI RENSTRA SEKOLAH DALAM RENSTRA SKPD Rencana strategis, yang merupakan produk perencanaan strategis, memuat visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan masa depan. Renstra strategis di tingkat satuan pendidikan, sebenarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari renstra satuan kerja perangkat daerah SKPD. Sementara renstra SKPD juga disusun dengan memperhatikan Renstra Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang berubah nama menjadi Depdiknas. 99 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 4 4 Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 100 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah ..... agar peserta menguasai kemampuan mengelola pelayanan publik di sekolah. MODUL 4 BAHAN BACAAN: PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH

A. PENDAHULUAN

Lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan tingkatannya diselenggarakan pada hakekatnya bukan untuk melayani dirinya sendiri, melainkan melayani kepentingan publik. Pelayanan publik, termasuk di bidang pendidikan, sering menjadi sorotan terutama kalau sudah menyangkut aspek kecepatan pelayanannya, memuaskan-tidaknya, dan sesuai harapan-tidaknya. Padahal, dalam perspektif total quality management TQM, publik di bidang pendidikan adalah customer yang harus ditingkatkan kepuasannya. Temuan kurang baiknya sistem pelayanan publik, termasuk dalam institusi pendidikan sedikitnya disebabkan dua hal. Pertama, bahwa publik sekarang telah mengalami perubahan sejalan dengan gerakan reformasi secara nasional, sehingga publik yang semula tidak berdaya powerless menjadi berdaya, bahkan sangat berdaya powerfull. Kedua, kenyataan di lapangan menunjukkan SDM institusi pendidikan belum memberikan pelayanan publik yang memuaskan. Pada latar institusi persekolahan, kedua alasan tersebut jika diruntut akan berujung pada persoalan 101 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik tenaga SDM di sekolah, yang terdiri atas tenaga pendidik guru dan tenaga kependidikan: kepala sekolah, pengawas sekolah, SDM sekolah, tenaga perpustakaan sekolah dan tenaga laboratorium sekolah. Dalam perspektif yuridis, setidaknya menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 beserta peraturan perundangan-undangan turunannya, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

B. DASAR HUKUM MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH

1. Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 3. UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 5. UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

C. KONDISI IDEAL PELAYANAN PUBLIK

Menurut Lembaga Administrasi Negara 2000, pelayanan publik public service adalah pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, termasuk institusi sekolah, baik dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik juga merupakan pelaksanaan dari peraturan pemerintah atau pihak lain yang terkait. Pelayanan publik juga dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat, karena dengan pelayanan publik yang baik, diharapkan masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya. Pelayanan publik pada dasarnya merupakan kombinasi dari berbagai fungsi yang titik tekannya tergantung lembaga dan personel yang menerapkannya. Fungsi-fungsi yang harus dikombinasikan dalam penerapan pelayanan publik yang handal meliputi fungsi Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 102 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik instrumental, politik, katalis, public interest, dan entrepreneurial Sunaryo, 2005. Fungsi instrumental berkenan dengan menjabarkan perundang-undangan dan kebijakan publik ke dalam kegiatan rutin. Hal ini terkait dengan sosialisasi kebijakan yang berlaku bagi kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pelayanan publik. Masyarakat butuh kejelasan kebijakan untuk urusan-urusan yang menyangkut dirinya. Semakin jelas kebijakan apa yang diterapkan untuk menyelesaikan urusan tertentu bagi masyarakat, maka semakin baik pula pelayanan publik tersebut. SDM sekolah memegang peranan penting dalam fungsi instrumental ini, karena lalu lintas informasi yang terkait dengan undang-undang dan peraturan pemerintah senantiasa melewati mereka. Fungsi politik pelayanan publik berarti memberikan input yang dapat berupa saran dan informasi. Berarti bahwa dalam pelayanan publik diperlukan tambahan informasi kepada masyarakat untuk memperjelas sistem pelayanan publik yang diberikan. SDM sekolah banyak berperan sebagai informan berbagai kebijakan sekolah kepada stake holders-nya. Pelayanan publik tidak boleh meninggalkan interes dan aspirasi masyarakat yang memerlukan pelayanan. Hal ini sesuai dengan fungsi katalis public interest. Interes dan aspirasi masyarakat diintegrasikan dengan kebijakan dan keputusan pemerintah atau pihak lain pembuat kebijakan pelayanan publik, dan diimplementasikan dalam bentuk layanan konkret oleh tenaga administrasi. Fungsi entrepreneurial, yang berkenaan dengan memberi inspirasi bagi kegiatan- kegiatan inovatif dan non-rutin. Dalam pelayanan publik diupayakan ada ruang untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan agar mempermudah, mempermurah dan mempercepat serta memperakurat data informasi dalam pelayanan publik. Jika perlu, boleh menyimpang dari kelaziman asal tidak keluar dari koridor aturan dan misi sekolah. Di sinilah peran strategis tenaga administrasi ditantang, bagaimana agar lembaganya tetap akuntabel secara administratif. Birokrasi publik termasuk birokrasi sekolah dikatakan profesional manakala dalam pelayanan publik menunjukkan perilaku bertanggungjawab. Konsep tanggungjawab dibedakan menjadi 3, yaitu responsibilitas responsibility, akuntabilitas accountability, dan responsivitas responsiveness para pemberi layanan Widodo, 2004. Responsibilitas diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Tanggungjawab berarti capable to do atau professionality dan rasa tanggungjawab sense of responsibility. Profesional berarti bahwa tatausahawan dituntut memiliki kecakapan teknis yang memadai dalam menjalankan tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tangungjawab 103 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik dalam pelayanan publik. Dengan memiliki kecakapan teknis, mereka dapat menjalankan tugas dan tanggungjawab secara efektif, eisien, dan produktif. Rasa tanggungjawab berarti SDM sekolah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara serius meskipun tidak ada pihak lain yang mengawasinya. Tenaga administrasi tetap menjaga keberpihakan kepada kepentingan publik, meskipun untuk melakukan penyelewengan bagi mereka cukup terbuka. Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorangpimpinanbadan hukum suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Untuk kepentingan ini, SDM sekolah hendaknya bersikap transparan transparency dan terbuka openness atas apa yang ditanyakan publik. Tenaga administrasi dinyatakan akuntabel manakala mereka dinilai secara obyektif oleh masyarakat telah dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap, dan sepak terjangnya kepada publik. Responsivitas diartikan sebagai daya tanggap tenaga administrasi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi publik yang dilayaninya. Dengan demikian, SDM sekolah dikatakan responsif cepat tanggap dan cepat menanggapi yang tinggi jika tanggap terhadap permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi stake holders sekolah yang dilayani. Sunarto 2005 menyatakan bahwa prinsip- prinsip dalam pelayanan publik meliputi: berdayakan masyarakat, yang dapat berupa penciptaan iklim kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi bagi masyarakat; optimalkan pelayanan publik, yakni pelayanan masyarakat yang eisien, adil, mudah dan mendekatkan unit pelayanan ke masyarakat; buka ruang partisipasi publik, dimana dalam manajemen di lembaga pendidikan sedapat mungkin jika perlu melibatkan masyarakat dalam merencanakan, pengorganisasian, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan; dan ubah gaya kerja personel lembaga pendidikan, yang semula ingin dilayani menjadi pelayan bagi masyarakat yang memerlukan.

D. KONDISI RIIL PELAYANAN PUBLIK

Menurut hasil survey yang dilakukan UGM pada tahun 2002, sebagaimana dikedepankan oleh Imron 2007, bahwa secara umum stakeholders menilai bahwa kualitas pelayanan publik mengalami perbaikan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Namun jika dilihat dari sisi eisiensi dan efektivitas, responsifitas, dan kesamaan perlakuan tidak diskriminatif masih jauh dari yang diharapkan. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 104 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Temuan Mohamad, bahwa pelayanan yang dilakukan oleh institusi publik paling tidak ditunjukkan dengan kondisi sebagai berikut. Pertama, masih kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan front line sampai dengan tingkatan penanggungjawab institusi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. Kedua, masih kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada mereka. Keempat, kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. Kelima, kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait. Keenam, masih terlalu birokratis. Pelayanan pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan tenaga administrasi untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. Ketujuh, kurang mau mendengar keluhansaranaspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhansaran aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. Kedelapan, masih menunjukkan ineisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan khususnya dalam pelayanan perijinan seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

E. PERGESERAN PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK DI

SEKOLAH Sekolah terutama yang berstatus negeri adalah ujung tombak terdepan dalam pelayanan publik di lingkungan Depdiknas. Dalam persoalan pendidikan anak, orangtua dan masyarakat selalu menginginkan agar anaknya mendapatkan pendidikan terbaik dan mendapatkan pelayanan yang prima. Oleh karena itu, sekolah haruslah responsif dalam menyikapi kemauan masyarakat tanpa mengorbankan eisiensi dan efektiitas penyelenggaraan sekolah. Salah satu cara yang dapat digunakan sekolah agar dapat melayani masyarakat dengan prima adalah kemauan untuk menggeser paradigma birokrasi yang lebih sibuk dengan urusan internal, menjadi berorientasi pada pelanggan 105 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik sekolah. Sekolah diharapkan memposisikan pelanggan sebagai hal yang paling depan. Oleh sebab itu, pelanggan dipakai sebagai sasaran pencapaian tujuan. Sekolah selalu mendengar suara pelanggan, memperhatikan kebutuhan dasar dan keinginan pelangggan, dan memperhatikan hukum pelanggan termasuk dalam hal ini hak-hak pelanggan sekolah Ramalia dalam LAN, 2001. Dalam meningkatkan daya saing sekolah, perlu perubahan paradigma birokrasi di sekolah. Yang semula sekolah lebih banyak melayani kebutuhan birokrasi yang lebih tinggi dan kemungkinan sekolah sendiri minta dilayani masyarakat, maka diubah agar sekolah lebih responsif dalam memberikan pelayanan yang bersifat memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat yang memerlukan. Pelayanan pelanggan sekolah diartikan sebagai proses yang secara sadar dan terencana yang dilakukan oleh sekolah melalui pemberian pelayanan kepada pelanggan agar pelanggan mencapai kepuasan secara optimal. Untuk dapat menjalankan fungsi yang memuaskan pelanggan, bagi sekolah tidak lepas dari kreatiitas tata usahawannnya. SDM sekolah perlu kreatif mengidentiikasi masalah-masalah yang sedang maupun yang akan dihadapi dalam praktik pemberian layanan sehari-hari. Hal ini sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan upaya mengantisipasi pemecahan masalah yang kemungkinan akan dihadapi pada masa yang akan datang. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pelanggan sekolah, dapat dilakukan 4 hal sebagaimana pendapat Ramalia 2001. Pertama, mengidentiikasi kembali siapa pelanggan sekolah tersebut. Di sini peran personel hubungan masyarakat, dengan bantuan staf tata usaha haus dilakukan. Stakeholder dalam arti luas dilibatkan dalam pembuatan keputusan utamanya berkenaan dengan kepuasan pelayanan publik di sekolah. Kedua, perlunya memahami tingkat harapan pelanggan sekolah atas kualitas pelayanan. Harapan tingkat kepuasan pelanggan, penting diketahui sebagai acuan untuk menentukan tujuan dan tolok kepuasan pelanggan. Tanpa tolok ukur yang jelas, maka kepuasan pelanggan atau pengguna jasa pelayanan di sekolah sulit diketahui. Ketiga, memahami strategi kualitas layanan pelanggan yang terwujud dalam standar pelayanan prima. Standar pelayanan yang dipakai sebagai tolok ukur adalah standar pelayanan prima. Hal ini dapat dicapai melalui strategi yang dapat menjamin kualitas pelayanan prima yang didukung pula oleh personel pelayanan yang prima. Keempat, memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan. Umpan balik penting untuk mekanisme perencanaan dan pelaksanaan pelayanan berikutnya. Dengan umpan balik akan dapat diketahui hal-hal mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 106 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Lebih lanjut Ramalia 2001 mengemukakan bahwa layanan pelanggan sekolah yang baik memperhatikan sembilan aspek keinginan pelanggan sebagai berikut: 1 bebas membuat keputusan; 2 memperoleh hasil sesuai dengan keinginan; 3 mempertahankan harga diri; 4 mendapatkan perlakuan secara adil; 5 diterima dan disambut secara baik; 6 diberitahukan segala sesuatu yang terjadi; 7 merasa aman dan dilindungi haknya; 8 didudukkan sebagai orang penting; dan 9 menuntut keadilan. Perubahan paradigma yang disikapi oleh sekolah dalam hal ini cukup banyak. Diantaranya, bahwa sekolah hendaknya mengikutsertakan pembuatan keputusan bagi pelanggannya. Pelanggan perlu diikutsertakan dalam perencanaan hal-hal penting bagi keberlanjutan pelaksanaan pendidikan anak- anak di sekolah, antara lain penentuan pelaksanaan kurikulum sekolah, proses belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler, dan pendidikan moral. Peranan staf tata usaha sebagai supporting system di sekolah sangatlah penting.

F. POSISI STRATEGIS SDM SEKOLAH

Berdasarkan ketentuan dalam Standarisasi Nasional Pendidikan, jenis SDM di sekolah, diatur menurut jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada pasal 35- 37 dinyatakan sebagai berikut: Tenaga kependidikan pada: a. TKRA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TKRA dan tenaga kebersihan TKRA. b. SDMI atau bentuk lain yang sederajat sekurang- kurangnya terdiri atas kepala sekolahmadrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolahmadrasah. c. SMPMTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMAMA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolahmadrasah. d. SMKMAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolahmadrasah. e. SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis. f. Paket A, Paket B dan Paket C sekurang- kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administrasi, dan tenaga perpustakaan. Agar pelayanan publik yang dilakukan oleh SDM sekolah dapat optimal, ada beberapa kriteria, yakni kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, eisiensi, ekonomis, keadilan, ketepatan waktu dan kuantitatif. Kesederhanaan, artinya bahwa pelayanan publik 107 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik dilaksanakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang memerlukan pelayanan. Sistem pelayanan publik dengan sederhana perlu dilaksanakan, mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia penerima layanan masih berpendidikan rendah. Kejelasan dan kepastian tentang prosedurtata cara pelayanan, persyaratan pelayanan, unit kerja atau personel yang bertanggungjawab memberikan pelayanan, rincian biaya dan tata cara pembayaran pelayanan jika ada, dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan. Tentang hal ini perlu diinformasikan secara jelas kepada masyarakat luas, utamanya yang memerlukan pelayanan publik. Keamanan, dimana proses dan hasil pelayanan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang dilayani. Faktor keterbukaan, artinya segala hal yang bekenaan dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat diberitahukan secara terbuka kepada masyarakat yang dilayani. Kriteria lain adalah eisiensi, dimana persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan, dan tidak boleh ada pengulangan persyaratan. Kriteria ekonomis, berarti biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang dan jasa pelayanan, kondisikemampuan masyarakat, dan ketentuan perundangan yang berlaku. Faktor keadilan dan merata, dimana jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Faktor ketepatan waktu, artinya pelayanan kepada masyarakat harus tepat waktu sesuai yang ditentukan dan diinformasikan kepada masyarakat. Yang terakhir adalah faktor kuantitatif, yakni jumlah masyarakat yang dilayani naik atau turun, rata-rata lamanya waktu pelayanan, penggunaan perangkat teknologi modern untuk memperlancar pelayanan, dan frekuensi keluhan dan pujian dari masyarakat yang diberi layanan; semua itu terdata secara kuantitatif sebagai upaya terus menerus mengembangkan pelayanan kepada masyarakat.

G. PERILAKU SDM SEKOLAH

Agar pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan customer, sejumlah perilaku pelayanan haruslah dapat diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan oleh SDM sekolah dalam memberikan layanan kepada customer-nya. Sejumlah perilaku pelayanan tersebut, menyangkut waktu, kecermatan, hepful dan friendly, responsif, proaktif, profesionalitas, kapabel dan cakap Imron, 2007. Terkait dengan waktu, perilaku berikut haruslah dapat ditunjukkan, yaitu: 1. SDM sekolah memahami ketepatan waktu sangat penting diperhatikan dalam memberikan layanan kepada customer. 2. SDM sekolah mengetahui target waktu yang diperlukan untuk memberikan layanan kepada customer. 3. SDM sekolah selalu mengusahakan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 108 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik memberikan layanan kepada customer lebih cepat dari batasan waktu yang ditetapkan. 4. SDM sekolah, jika dirasakan perlu, meluangkan waktu melebihi dari waktu yang ditetapkan dalam memberikan layanan administrasi kepada customer. Terkait dengan relevansi layanan, perilaku berikut haruslah dapat ditunjukkan: 1. SDM sekolah dapat memposisikan diri sesuai dengan TUPOKSI dalam memberikan layanan kepada customer. 2. SDM sekolah menyadari keterkaitan TUPOKSI dengan keseluruhan layanan administrasi di dalam maupun di luar unit kerja. 3. SDM sekolah memahami dan mampu mempraktikkan TUPOKSI-nya dalam rangka pemberian layanan administrasi kepada customer. 4. SDM sekolah mendahulukan kepentingan customers, sehingga mereka merasakan kepuasan dari layanan yang diterimanya. Agar tenaga administrasi bisa cermat dalam memberikan pelayanan, perilaku berikut haruslah memainkan peranan sebagai berikut: 1. SDM sekolah memahami langkah-langkah kerja yang harus dilalui sebelum memberikan layanan. 2. SDM sekolah menggunakan peralatan bantu untuk kecepatan dan ketepatan proses dalam memberikan layanan kepada customer. 3. SDM sekolah berupaya melakukan check and recheck atas hasil layanan yang diberikan kepada customer. 4. SDM sekolah memiliki sense perfective atas segala layanan yang dilakukannya. 5. SDM sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan upaya pencegahan terhadap kesalahan kelemahanhambatan layanan kepada customer. SDM sekolah sepatutnya juga hepful dan friendly. Oleh karena itu, perilaku demikian akan ditunjukkan manakala: 1. SDM sekolah menyadari, bahwa keberadaan dirinya sangat banyak ditentukan oleh keberadaan customer-nya. 2. SDM sekolah menyadari, bahwa tanpa ada customer, sesungguhnya dirinya tidak akan punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup pekerjaannya. 3. SDM sekolah menyadari, bahwa customer adalah segalanya, karena itu ia senantiasa berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah untuk membantu mereka. 4. SDM sekolah merasa bangga dan senang, jika persoalan yang dimiliki oleh customer sedikit banyak telah terpecahkan melalui bantuan dan pekerjaan yang ia lakukan. 5. SDM sekolah menyadari, bahwa yang menjadi pelayan adalah dirinya, karena itu ia tidak pernah berpikir bahwa customer-lah yang harus melayani dirinya. 6. Ketika memberikan layanan, SDM sekolah melakukannya dengan sungguh-sungguh. 7. Dalam memberikan layanan, SDM sekolah melakukannya dengan senang hati. 8. Dalam memberikan layanan, SDM sekolah menunjukkan wajah yang ramah, menyenangkan, smile, tidak sangar. 109 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik 9. Dalam memberikan pelayanan, tenaga administrasi sekolah memperlakukan pihak yang dilayani sebagai customer pelanggan. 10. Jika SDM sekolah mempunyai persoalan pribadi, sosial, pekerjaan, tidak dibawanya ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh terhadap cara memberikan layanan kepada customer-nya. Responsiveness dan pro-aktif juga akan dapat ditunjukkan, manakala: 1. SDM sekolah senantiasa berpikir dan berangan- angan, kapan ia harus melayani customer-nya. Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak memberikan pelayanan kepada customer. 2. SDM sekolah menyadari, bahwa pekerjaan melayani customer adalah tanggungjawab dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika memberikan pelayanan tidak menunggu perintah dari atasannya. 3. SDM sekolah senantiasa berpikir, bahwa yang harus ia utamakan dalam memberikan layanan adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha untuk mengutamakan kepentingan customer dalam setiap memberikan pelayanan. 4. SDM sekolah berusaha agar customer yang dilayani tidak usah menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya. 5. Ketika ada customer yang kebingungan saat berproses mendapatkan pelayanan, SDM sekolah menawarkan bantuan, dengan menanyakan: apa yang dapat saya bantu? SDM sekolah senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana agar customer menjadi mudah dalam urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar mereka mendapatkan kesukaran. 7. SDM sekolah berusaha agar persoalan yang dihadapi oleh klien terkait layanan yang ia dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan. 8. SDM sekolah berusaha untuk mengetahui alur kerja sejawatnya, agar ketika sejawatnya berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam memberikan pelayanan. 9. Ketika customer tidak mengerti cara mengakses pelayanan, SDM sekolah berusaha secepatnya untuk memberikan bantuan, tanpa terus menunggu perintah dari atasan langsungnya. 10. Ketika ia punya persoalan dan kesulitan dalam setiap memberikan pelayanan, ia tanya kepada atasannya atau sejawatnya, dan tidak justru menunggu kapan sejawat dan atasannya bertanya kepada dirinya. Profesionalitas, kapabilitas dan kecakapan juga akan dapat ditunjukkan, manakala: 1. SDM sekolah menyusun schedule secara pribadi untuk penyelesaian pekerjaannya, sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, benar-benar terencana by design. 2. Tenaga administrasi sekolah memahami prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa yang dikandung oleh prosedur dan alur kerja tersebut. 3. Dalam setiap memberikan pelayanan kepada customer, SDM sekolah senantiasa berpedoman kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh atasannya. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 110 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik 4. Dalam setiap memberikan pelayanan, SDM sekolah selalu mencari cara-cara yang tercepat, tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari koridor dan jiwa prosedur yang telah ditetapkan. 5. Dalam melaksanakan setiap pekerjaannya, SDM sekolah bertindak tenang dan tidak panik meskipun ketika berada dalam tekanan. 6. Dalam menyelesaikan pekerjaan, SDM sekolah mengutamakan ketuntatasan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, dan tidak semata- mata mengacu kepada waktu dan jam kerja. 7. Terhadap berbagai persoalan terkait dengan pekerjaannya, tenaga administrasisekolah selalu mencari alternatif solusi yang terbaik, tanpa harus melanggar koridor aturan dan prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung oleh aturan dna prosedur tersebut. 8. Terhadap pekerjaan yang harus ia selesaikan, SDM sekolah tidak menunda-nunda menggampangkan, karena jika menumpuk, akan memperendah mutu pelayanan yang dapat ia berikan. 9. Ketika ada sejawat yang mengalami masalah terkait dengan pekerjaannya, SDM sekolah akan membantu memecahkannya, sehingga pekerjaan sejawatnya tidak terbengkelai, dan bisa memuaskan customernya. 10. SDM sekolah selalu berusaha melakukan perbaikan terus menerus mutu pelayanan kaizen yang ia berikan sehingga kepuasan customer-nya makin lama makin meningkat.

F. TANTANGAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH

Sebagai institusi yang banyak memberikan pelayanan publik, sekolah seharusnya mendapat dukungan dari publik yang dilayani. Jika tidak, maka sekolah sebagai institusi yang memberikan pelayanan kepada publik akan mengalami kepayahan dan bahkan kelumpuhan. Oleh karena itu, kepala sekolah beserta dengan tenaga pendidik di sekolah hendaknya berusaha mendapatkan dukungan dari publik yang dilayani. Dukungan tersebut, dimulai dari penyusunan program, pelaksanaan program, dan bahkan sampai ke aspek pembiayaan pelayanan programnya. Di era otonomi daerah, sekolah telah mendapatkan dana dari pemerintah yang disebut dengan dana operasional sekolah BOS. Dalam realitas, BOS tersebut belum bisa mencukupi semua kegiatan operasional sekolah. Sekolah juga tidak boleh menggunakan dana BOS tersebut sesuai dengan kebutuhan riilnya. Penggunaan dana BOS haruslah sesuai dengan pedoman yang berlaku. Dari pengalaman selama proses pendampingan MBS, banyak sekolah yang masih belum dapat mencukupi kebutuhan operasionalnya jika hanya mengandalkan BOS. Dana BOS, dengan jumlah yang tidak mencukupi tersebut, juga masih sering behadapan dengan tantang yang lebih berat, ialah tidak selalu bisa cair tepat waktu atau sering mengalami keterlambatan. Oleh karena itu, sekolah- sekolah yang didampingi dalam menerapkan MBS seringkali mengeluhkan aspek pendanaan ini, 111 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik karena banyak pemerintah daerah yang melarang menggali partisipasi masyakata dalam penggalian dana.Berkenaan dengan hal tersebut, maka turunlah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan Pendidikan Dasar. Meskipun beberapa pemerintah daerah juga ada yang menolak Peraturan Menteri tersebut, karena “sekolah gratis” sudah terlanjur menjadi janji elit politik daerah yang sedang berkuasa. Adapun isi Peraturan Mendikbud tersebut antara adalah sebagai berikut: 1. Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang danatau barangjasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtuawali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. 2. Sumbangan adalah penerimaan biayapendidikan baik berupa uang danatau barangjasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtuawali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya. 3. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk pengelolaan satuan pendidikan dasar. 4. Biaya pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan danatau diperlukan untuk biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, serta biaya pribadi peserta didik sesuai peraturan perundang- undangan. Sumber anggaran pendidikan di sekolah bisa berasal dari: 1. Anggaran pendapatan dan belanja daerah; 2. Sumbangan dari peserta didik atau orang tua walinya; 3. Sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar peserta didik atau orang - tuawalinya; 4. Bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat; 5. Bantuan pihak asing yang tidak mengikat; 6. Sumber lain yang sah. Pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. D idasarkan pada perencanaan investasi dan atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; 2. P erencanaan investasi danatau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan terutama orang tuawali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar; 3. D imusyawarahkan melalui rapat komite sekolah; dan 4. D ana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan dasar terpisah dari Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 112 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan dasar dan disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan dasar.

G. BEBERAPA CONTOH PENERAPAN PELAYANAN

PUBLIK DI SEKOLAH MITRA KINERJA Selama pendampingan teknis Program KINERJA di sekolah mitra di 4 propinsi wilayah kerja KINERJA antara lain adalah: 1. Sekolah memberikan ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas, meningkatkan transparansi dan responsibilitas sekolah antara lain melalui: a. Pelaksanaan surve i pengaduan, dimana kuisioner surve i disusun secara partisipatif oleh multi stakeholder pendidikan dan kuisioner diisi oleh siswa dan orangtua siswa ; b. Hasil surve i pengaduan yang telah dikonirmasi kebenarannya dipublikasikan di papan publikasi sekolah, sehingga dapat diketahui oleh seluruh stakeholder sekolah publik ; c. Bersama forum multi stakeholder sekolah, merespon hasil surve i pengaduan, selanjutnya mendiskusikan dan menyusun Janji Perbaikan Pelayanan guna perbaikan pelayanan sekolah ; d. Janji perbaikan pelayanan dipublikasikan di papan publikasi sekolah, sehingga publik memahami upaya dan langkah yang akan dilaksanakan sekolah dalam merespon pengaduan yang masuk ; e. Forum multi stakeholder ikut memonitor realisasi Janji Perbaikan Pelayanan Sekolah . 2. Meningkatkan partisipasi multi pihak dalam meningkatkan pelayanan sekolah melalui: a. Komite sekolah bersama orangtua ikut berperan aktif dalam mendukung perbaikan pelayanan dengan pengelolaan kantin sehat, pengelolaan lahan kering untuk kebun sekolah, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler lainnya ; b. Pihak Pemerintah dan SKPD terkait memberikan perhatian dan dukungan terhadap usulan peningkatan pelayanan sekolah yang disampaikan dalam Rekomendasi Peningkatan Pelayanan sebagai respon terhadap hasil surve i pengaduan ; c. Siswa, guru dan karyawan sekolah ikut bertanggung jawab terhadap kondisi sekolah . 3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sekolah, antara lain melalui: a. Publikasi perencanaan dan penganggaran sekolah di papan publikasi sekolah ; b. Publikasi laporan keuangan sekolah termasuk penggunaan dana BOS di papan publikasi sekolah ; c. Publikasi tata tertib siswa, guru dan kepala sekolah, sehingga seluruh stakeholder sekolah saling memahami tata tertib yang berlaku . 113 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik 4. Meningkatkan kejelasan pelayanan, informasi, aksesibilitas dan pemerataan pelayanan bagi seluruh siswa , antara lain melalui: a. Adanya SOP standard operasional prosedur untuk beberapa proses penting, misalnya SOP Penerimaan Siswa Baru, SOP Perpustakaan ; b. Adanya informasi pelayanan yang jelas bagi siswa, misalnya hari dan jam pelayanan perpustakaan, penggunaan lab komputer, konseling siswa, pelayanan kesehatan siswa pemeriksaan gigi, mata ; c. Publikasi kalender akademik sekolah di papan publikasi, agar menjadi perhatian bersama dan siswa mendapatkan dukungan khususnya di masa-masa ulangan semester dan kenaikan kelas ; d. Publikasi nama dan nomer HP guru, untuk memberikan kemudahan orangtua dalam berkomunikasi dengan guru kelas ; e. Publikasi siswa berprestasi agar memberikan penghargaan bagi yang bersangkutan serta memotiviasi bagi siswa lainnya . 5. Kesetaraan gender dalam pelayanan di sekolah, antara lain melalui: a. Penyediaan toilet siswa dan guru yang dibedakan untuk laki-laki dan perempuan ; b. Penyediaan pembalut atau keperluan khusus lainnya di ruang UKS ; c. Pemilihan komite sekolah yang memperhatikan pula keterwakilan laki-laki dan perempuan ; d. Memberikan ruang bagi para ibu menyusui yang menjemput anaknya di sekolah melalui penyediaan pojok laktasi di sekolah . 6. Perubahan perilaku guru, kepala sekolah dan karyawan sekolah, a ntara lain melalui: a. Slogan senyum, sapa, salam yang dipampangkan di ruang publik ; b. Siswa lebih memiliki keberanian dan keaktifan untuk bertanya dan berdiskusi kepada guru ; c. Keteladanan perilaku akan mendapat perhatian lebih, karena siswa dan orangtua akan melihat dan berhak memberikan pengaduan. 7. Sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik yang lebih baik antara lain: a. Tersedianya washtafel untuk sarana cuci tangan siswa yang memadai ; b. Tersedianya tempat parkir yang aman ; c. Ruang kelas dan halaman sekolah yang lebih baik dan nyaman ; d. Peningkatan penghijauan sekolah, dengan peran aktif siswa ; e. Ketersediaan buku yang memadai, fasilitas belajar mengajar yang lebih baik . Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 114 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik BAHAN PRESENTASI PRINSIP LAYANAN PUBLIK Berdayakan masyarakat Buka ruang partisipasi publik Optimalkan pelayanan publik Ubah gaya kerja personel KONDISI RIIL PELAYANAN PUBLIK - kurang responsif - kurang informatif - kurang accsessible - ineisien - kurang koordinasi - terlalu birokratis - mengabaikan kritik 115 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik BIROKRASI YANG LEBIH SIBUK DENGAN URUSAN INTERNAL PERGESERAN PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK BIROKRASI YANG BERORIENTASI PADA PELANGGAN SEKOLAH Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 117 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah 5 5 Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 118 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah ..... agar peserta menguasai peningkatan peran serta masyakarat dan stakeholder ..... MODUL 5

A. PENDAHULUAN

Salah satu esensi regulasi tentang desentralisasi dan otonomi daerah bidang pendidikan adalah pemberian wewenang, peluang dan keleluasaan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah dan masyarakat untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan wajib bidang pendidikan. Disamping melaksanakan kewenangan bidang pendidikan atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat dan potensi daerah setempat. Dalam perspektif teoritik, desentralisasi dan demokratisasi pengelolaan pendidikan mengamanatkan penerapan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas dan partisipasi TAP dalam setiap pengelolaan bidang pendidikan. Berarti, dalam perencanaan, pelaksaksanaan dan pengendalian setiap bidang pendidikan harus memberikan peluang, kesempatan dan BAHAN BACAAN: PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH 119 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik

B. MAKNA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah keterlibatan mental, emosional dan isik orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusikepada tujuan kelompokdan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu.Partisipasi dapat dikategorikan menjadi 1 partisipasi bebas spontan dan akibat penyuluhan , dan 2 partisipasi paksaan sebagai konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan setempat. Partisipasi juga terkait dengan adanya kerjasama dengan banyak pihak. Dalam kerjasama itu orang mengaktualisasikan diri dengan merealisasikan segenap kemampuannya. Ada beberapa kualiikasi partisipasi yaitu positif, kreatif, kritis- korektif-konstruktif, dan realistis. Suatu partisipasi dinyatakan positif jika mendukung kelancaran usaha bersama guna mencapai tujuan yang diinginkan. Suatu partisipasi dinyatakan keatif jika keterlibatan seseorang selalu dilandasi oleh adanya daya cipta. Partisipasi dikatakan kritis-korektif-konstruktif manakala keikutsertaan dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Partisipasi dinyatakan realistis manakala keterlibatan dengan memperhitungkan realitas yang ada. akses kepada semua pihak multi stakeholder untuk mengetahui informasi; melakukan audit, bertanya, dan menggugat pertanggungjawaban; terlibat secara aktif, berkontribusi, melakukan pengawasan dan memanfaatkan hasil pendidikan. Selain memenuhi tuntutan proses desentralisasi dan demokratisasi, keharusan untuk menerapkan prinsip-prinsip TAP juga terkait dengan reformasi pelaksanaan berbagai proyekprogram pendidikan terdahulu yang hampir menjadi mitos, ialah ketika habis proyek, maka habis pula kegiatan. Dengan penerapan prinsip TPA diharapkan dapat menjamin sustainabelitas program pembangunan bidang pendidikan. Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip TAP, diperlukan upaya identiikasi, penetapan dan pelibatan stakeholder bidang pendidikan, agar terdapat keperpihakan yang bermutu dan nyata serta menjadi suatu gerakan bersama collective action yang mendukung pengelolaan program pendidikan. Jumlah, ragam kepentingan dan pengaruh stakeholder dalam pembangunan pendidikan cukup tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mudah untuk melakukan penetapan dan pelibatan stakeholder dalam sebuah program. Diperlukan cara-cara yang tepat sehingga penetapan dan pelibatannya memenuhi persyaratan teknis dan politis, disamping pemahaman kearifan lokal yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat pada tingkatan lokal. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 120 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan adalah keikutsertaan masyarakat dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan. Partisipasi berarti turut serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah keterlibatan mental, emosional dan isik orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusikepada tujuan kelompokdan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu Davis, 1990 . Partisipasi dapat dikategorikan menjadi 1 partisipasi bebas spontan dan akibat penyuluhan, dan 2 partisipasi paksaan sebagai konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan setempat Duseldorps, 1981. Partisipasi juga terkait dengan adanya kerjasama dengan banyak pihak. Dalam kerjasama itu orang mengaktualisasikan diri dengan merealisasikan segenap kemampuannya. Ada beberapa kualiikasi partisipasi yaitu positif, kreatif, kritis- korektif-konstruktif, dan realistis. Suatu partisipasi dinyatakan positif jika mendukung kelancaran usaha bersama guna mencapai tujuan yang diinginkan. Suatu partisipasi dinyatakan keatif jika keterlibatan seseorang selalu dilandasi oleh adanya daya cipta. Partisipasi dikatakan kritis-korektif-konstruktif manakala keikutsertaan dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Partisipasi dinyatakan realistis manakala keterlibatan dengan memperhitungkan realitas yang ada. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk pembangunan pendidikan, terdiri atas: 1 partisipasi buah pikiran, 2 partisipasi keterampilan, 3 partisipasi tenaga, 4 partisipasi harta benda, dan 5 partisipasi uang Hamijoyo, 1977. Partisipasi dalam pembangunan pendidikan meliputi partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dalam suatu program pendidikan. Strategi untuk meningkatkan partisipasi dapat dilakukan dengan 1 membuat rancangan kebijakan, 2 menginformasikan rancangan itu ke masyarakat yang akan terlibat, 3 mengumpulkan tanggapan masyarakat tentang isi rancangan kebijakan, 4 memadukan pendapat masyarakat dengan rancangan kebijakan, 5 membuat kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan Sewel, 1977. Dalam sistem pemerintahan yang top down partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan- kebijaksanaan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan; tetapi pada sistem pemerintahan yang bottom up, tingginya partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijaksanaan, dapat dijadikan sebagai indikasi sukses tidaknya kebijaksanaan. Muhadjir 1982 menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, yakni partisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan, sementara partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan derajatnya. 121 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik Koentjoroningrat 1982 menggolongkan partisipasi masyarakat berdasaran posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Miftah Thoha 1984 menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu: 1 partisipasi mandiri yang merupakan usaha berperan serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya, 2 partisipasi mobilisasi, 3 partisipasi seremoni. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya, yaitu partisipasi secara sempit, partisipasi secara luas dan partisipasi yang merupakan lawan dari kegiatan politik Kompas, 10 Desember 1983. Secara luas, partisipasi dapat diartikan sebagai demokratisasi politik: masyarakat yang menentukan tujuan, strategi dan perwakilannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan atau pembangunan. Secara sempit, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari kegiatan politik. Partisipasi dapat diartikan sebagai golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda kepentingannya dididik mengajukan secara rasional keinginannya dan menerima suka rela keputusan pembangunan. Setelah kebijaksanaan pendidikan yang digulirkan oleh pembuat dan pelaksana kebijaksanaan, umumnya mendapat respons dari masyarakat. Meskipun mungkin suatu kebijaksanaan tidak didukung oleh sebagian masyarakat tetapi haruslah disadari bahwa sebagian masyarakat yang lainnya pasti ada yang mendukung. Heterogenitas masyarakat memungkinkan hal tersebut. Pasti ada di antara lapisan masyarakat yang mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang dibuat, seberapapun partisipasinya dan sekadar apapun partisipasinya. Meskipun mungkin pembuat dan pelaksana kebijaksanaan tersebut tidak mengupayakan sama sekali partisipasi masyarakat.

C. STAKEHOLDER SEKOLAH

Stakeholder adalah berbagai pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak suatu proyekprogram. Stakeholder bidang pendidikan adalah berbagai pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak suatu proyekprogram pendidikan. Stakeholder dalam pembentukan perda pendidikan adalah pihak-pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak keberadaan dan implementasi perda pendidikan. Oleh karena itu, informasi dan peran aktif multi stakeholder sangat diperlukan, termasuk dalam penerapan fungsi kontrol atas pelaksanaan perda bidang pendidikan. Identiikasi stakeholder bidang pendidikan adalah proses menemu-kenali pihak-pihak yang berkepentingan dan atau terkena dampak program pendidikan, serta pemahaman dan kepedulian mereka terhadap program-program partisipatif, termasuk dalam proses pembuatan perda pendidikan. Sementara itu, analisis stakeholder adalah proses pemberian kategori categorizingstakeholder yang mempunyai kepentingan dan pengaruh Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 122 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik tinggi serta menetapkan tingkat kesesuaian peran yang diperlukan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan Perda pendidikan. Secara umum identiikasi dan analisis stakeholeder ini bertujuan menemukan, memetakan dan merekomendasikan stakeholder yang tepat untuk dilibatkan secara aktif dalam proses pembentukan perda pendidikan. Adapun secara khusus bertujuan: 1 menemukenali stakeholder yang mempunyai relevansi dengan proses pembentukan perda pendidikan, 2 mengetahui peran stakeholder utama dalam pengelolaan pembangunan pendidikan, 3 mengetahui pengaruh dan kepentingan stakeholder utama dalam pengelolaan pembangunan partisipatif bidang pendidikan, 4 mengetahui pengalaman stakeholder utama dalam mengupayakan pengelolaan pembangunan pendidikan yang seusai dengan nilai-nilai TAP, dan 5 merekomendasikan stakeholder utama yang tepat untuk dapat dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan pembangunan pendidikan. Hal-hal, baik nilai maupun proses yang harus diterapkan dalam identiikasi dan analisis stakeholder, adalah: 1 keterlibatan yang representatif; prinsip ini bermaksud untuk memberi peluang kepada pihak-pihak di wilayah atau komunitas tertentu untuk berperan serta dalam pengelolaan program pendidikan, 2 relevan; prinsip ini bermaksud untuk melakukan seleksi para pihak terlibat yang benar-benar tepat dengan mempertimbangkan pengalaman dan kompetensinya di bidang pendidikan, 3 kesetaraan gender; dengan prinsip ini diharapkan akan terjadi keseimbangan proporsi jumlah dan peran antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan. Sasaran yang dimaksudkan di sini adalah pihak- pihak atau unsur berupa orang, baik individu maupun kelompok, serta dokumen tertulis yang berperan sebagai sumber informasi bagi penyusunan perda pendidikan. Biasanya, memulai analisis stakeholder dari sumber tertulis, seperti laporan atas hasil pengelolaan proyekprogram sebelumnya maupun publikasi di media massa berdasarkan sumber tertulis.

D. JENIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN

STAKEHOLDER TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH Di negara yang menjunjung tinggi demokrasi diyakini bahwa pemerintah dibuat dari, oleh dan untuk rakyat. Kebijakan-kebijakan negaranya, termasuk kebijakan pendidikannya, sebagai bagian dari perangkat untuk menjalankan pemerintahan di negara tersebut, juga berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam kebijakan pendidikan, termasuk di tingkat satuan pendidikan, sangatlah diperlukan Selain alasan demokrasi, kebijakan pendidikan tersebut secara kongkrit dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat di bidang pendidikan. Rakyat lebih banyak tahu mengenai masalah mereka sendiri, dan bahkan juga banyak mengetahui bagaimana cara memecahkannya. Maka, keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan, sangatlah penting. 123 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik Keikutsertaan masyarakat di tingkat satuan tidak saja sekadar dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahnya, melainkan yang juga tak kalah penting adalah bahwa kebijakan tersebut hendaknya dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya. Dengan adanya perasaan memiliki terhadap kebijakan-kebijakan, masyarakat akan semakin banyak sumbangannya dalam pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikannya. Agar partsipasi masyarakat dapat ditingkatkan, selayaknya lembaga pendidikan melakukan hubungan-hubungan sosial. Hubungan-hubungan sosial ini harus dibangun, baik dengan tokoh-tokoh masyakat maupun dengan mereka yang berada pada posisi grass root. Lazimnya, ketika dengan elit atau tokoh masyarakat sudah dapat dibangun, maka hubungan dengan grass rootnya akan menjadi lancar. Hubungan sosial adalah hubungan yang dijalin oleh suatu lembaga pendidikan dengan masyarakat. Masyarakat di sini, bisa berupa masyarakat yang terorganisir dan masyarakat yang tidak terorganisir. Masyarakat yang terorganisir, juga dapat dikategorikan terorganisir formal dan terorganisir tidak formal. Seda ngkan hubungan sosial sendiri, bisa bersifat formal dan tidak formal. Hubungan sosial juga bisa tertuju kepada tokoh atau elit masyarakat, dan bisa juga langsung ke masyarakat. Karena itu, saluran hubungan sosial ini juga bisa menggunakan saluran formal dan bisa menggunakan saluran tidak formal. Sungguhpun demikian, pembuat dan pelaksana kebijakan haruslah senantiasa berusaha agar kebijakan yang digulirkan tadi, menerlibatkan sebanyak mungkin partisipasi masyarakat, terutama dalam hal mungkin partisipasi masyarakat, terutama dalam hal pelaksanaannya. Inilah perlunya upaya dan rekayasa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menawarkan sangsi atas masyarakat yang tidak mau berpartisipasi. Sangsi demikian, dapat berupa penghukuman, denda, dan kerugian- kerugian yang harus diderita oleh si pelanggar ; 2. Menawarkan hadiah kepada mereka yang mau berpartisipasi. Tentu hadiah demikian, berdasarkan kuantitas dan tingkatan atau derajat partisipasinya ; 3. Melakukan persuasi kepada masyarakat, bahwa dengan keikutsertaan masyarakat dalam kebijaksanaan yang dilakukan, justru akan menguntungkan masyarakat sendiri, baik dalam jangka pendek maupun janga panjang ; 4. Menghimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi melalui serangkaian kegiatan ; 5. Menerkaitkan partisipasi masyarakat dengan layanan birokrasi yang lebih baik ; 6. Menggunakan tokoh-tokoh kunci masyarakat yang mempunyai khalayak banyak untuk ikut serta dalam kebijaksanaan, agar masyarakat kebanyakan yang menjadi pengikutnya juga sekaligus ikut serta dalam kebijaksanaan yang diimplementasikan ; 7. Mengaitkan keikutsertaan masyarakat dalam implementasi kebijaksanaan dengan kepentingan mereka. Masyarakat memang perlu diyakinkan, bahwa ada banyak kepentingan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 124 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik mereka yang terlayani dengan baik, jika mereka berpartisipasi dalam kebijaksanaan ; 8. Menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap kebijaksanaan yang telah ditetapkan secara syah. Dan, kebijaksanaan yang syah tersebut, adalah salah satu dari wujud pelaksanaan dan perwujudan aspirasi masyarakat. Ada beberapa penyebab mengapa masyarakat enggan atau tidak mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang digulirkan. Penyebab-penyebab tersebut adalah : 1. Jika kebijakan tersebut bertentangan dengan tata nilai dan tata norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat . 2. Kurang mengikatnya kebija kan tersebut kepada masyarakat. Ada kebijaksanaan yang sangat mengikat kepada masyarakat dan ada yang tidak begitu mengikat. Kebijakan yang sangat mengikat umumnya memberlakukan san ksi yang jelas bahkan bisa menjadi penyebab yang menerima sangsi dianggap mempunyai cacat sosial; sedangkan kebijakan yang tidak demikian mengikat umumnya tidak demikian dipatuhi dan tidak menjadikan penyebab cacat sosial bagi pelanggarnya. 3. Adanya ketidak-pastian hukum baik bagi mereka yang berpartisipasi aktif maupun bagi mereka yang tidak berpartisipasi. 4. Jika kebijak an tersebut terlalu ambisius dan ideal, sehingga oleh masyarakat dianggap tidak realistik. Hal demikian bisa menjadikan penyebab masyarakat enggan berpartisipasi, karena mereka tidak yakin bahwa partisipasi mereka akan membawa hasil. 5. Adanya anggota masyarakat yang memang sengaja tidak berpartisipasi disebabkan alasan- alasan untuk mencari untung secara cepat. Padahal, keuntungan tersebut baru didapat, jika ia melanggar ketentuan yang berlaku dalam kebijaksanaan. Anggota masyarakat demikian cenderung tidak mau berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang digulirkan. 6. Rumusan kebijakan tidak jelas dan mungkin antara rumusan satunya dengan yang lain kelihatan bertentangan. Ini menyebabkan masyarakat enggan untuk berpartisipasi, lebih-lebih partisipasi aktif yang dilandasi oleh kesadaran yang dalam. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk pembangunan pendidikan, terdiri atas: 1 partisipasi buah pikiran, 2 partisipasi keterampilan, 3 partisipasi tenaga, 4 partisipasi harta benda, dan 5 partisipasi uang. Partisipasi dalam pembangunan pendidikan meliputi partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dalam suatu program pendidikan. Strategi untuk meningkatkan partisipasi dapat dilakukan dengan 1 membuat rancangan kebijakan, 2 menginformasikan rancangan itu ke masyarakat yang akan terlibat, 3 mengumpulkan tanggapan masyarakat tentang isi rancangan kebijakan, 4 memadukan pendapat masyarakat dengan rancangan kebijakan, 5 membuat kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan. Muhadjir, sebagaimana dikutip oleh Imron, menggolongkan partisipasi masyarakat ke 125 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan, sementara partisipasi kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajatnya. Koentjoroningrat 1982 menggolongkan partisipasi masyarakat berdasaran posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Miftah Thoha 1984 menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu : 1 partisipasi mandiri yang merupakan usaha berperan serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya, 2 partisipasi mobilisasi, 3 partisipasi seremoni. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya, yaitu partisipasi secara sempit, partisipasi secara luas dan partisipasi yang merupakan lawan dari kegiatan politik Kompas, 10 Desember 1983. Secara luas, partisipasi dapat diartikan sebagai demokratisasi politik : masyarakat yang menentukan tujuan, strategi dan perwakilannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan atau pembangunan. Secara sempit, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari kegiatan politik. Partisipasi dapat diartikan sebagai : golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda kepentingannya dididik mengajukan secara rasional keinginannya dan menerima suka rela keputusan pembangunan.

E. KOMITE SEKOLAHMAJELIS MADRASAH

Era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di dalam dunia pendidikan. Salah satu perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah manajemen negara, yaitu dari manajemen berbasis terpusat menjadi manajemen berbasis daerah. Perubahan manajemen ini diwujudkan dalam pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Tujuan dikeluarkannya undang-undang tersebut adalah untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah dan masyarakat sehingga memberi peluang kepada daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerah. Konsekuensi logis dari pemberlakuan undang-undang ini dalam dunia pendidikan adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi, karena itu manajemen pendidikan berbasis terpusat yang selama ini telah dipraktikkan perlu diubah menjadi berbasis sekolah. Konsep mendasar penyelenggaraan pendidikan dalam era otonomi daerah adalah menjalankan konsep desentralisasi pendidikan. Desentralisasi pendidikan adalah penyerahan wewenang penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat, sehingga pola Manajemen Berbasis Sekolah MBS merupakan andalan bagi implementasi desentralisasi pendidikan. Penerapan MBS memiliki Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 126 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. MBS merupakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan pada kebijakan pendidikan nasional Umaedi, 1999 . Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan dari masyarakat. Menurut penjelasan umum Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dari hal ini tersurat bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sepenuhnya pada pihak sekolah, namun orang tua dan masyarakat berperan pula dalam memajukan dunia pendidikan. Keikutsertaan masyarakatorangtua siswa perlu disalurkan secara terorganisasikelembagaan. Lembaga tersebut adalah Dewan Pendidikan yang berkedudukan di kabupatenkota dan Komite Sekolah atau Majelis Madrasah di tingkat satuan pendidikan. Pembentukan lembaga ini berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044U2002 tentang pembentukan Dewan Sekolah dan Komite Sekolah. Lembaga ini memiliki fungsi antara lain: 1 mewadahi dan meningkatkan partisipasi para stakeholders pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta merumuskan, menetapkan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan kebijakan sekolah dan pertanggungjawaban pelayanan pendidikan yang berkualitas secara proposional dan terbuka, 2 mewadahi partisipasi para stakeholders untuk turut serta dalam manjemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah secara proposional, 3 mewadahi partisipasi masyarakat, baik individu maupun kelompok sukarela pemerhati atau pakar pendidikan yang perduli kepada kualitas pendidikan, secara proposional dan profesional selaras dengan kebutuhan sekolah, 4 menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah kepada pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dan kewenangan di tingkat daerah Suherli, 2001 . Komite sekolah berperan untuk mendorong perhatian dan komitmen terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung pada peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan. Nama dari badan ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing- masing satuan pendidikan seperti komite sekolah, komite pendidikan, dewan sekolah, majelis sekolah, majelis madrasah Suherli, 2001. Pada jenjang satuan madrasah, komite sekolah lebih dikenal dengan sebutan Komite Madrasah atau ada pula yang bernama Majelis Madrasah yang berdasar pada Keputusan Direktorat Jenderal Binbaga Islam Nomor E1012001 tentang pembentukan Majelis Madrasah. Penetapan Majelis Madrasah dapat menjadi mitra bagi madrasah, majelis ini dapat berfungsi 127 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik sebagai penyalur partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan dan sebagai kekuatan kontrol masyarakat. Majelis Madrasah sesuai dengan Kepmendiknas bertujuan untuk: 1 mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan, 2 meningkatkan tanggungjawab dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidika,. 3 menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan Kepmendiknas, 2002. Secara singkat tujuan adanya Majelis Madrasah adalah membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di madrasah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan madrasah.

F. FORUM MULTI STAKEHOLDER SEKOLAH SEBAGAI WADAH

DALAM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN DI SEKOLAH Partisipasi masyarakat sangat penting dalam MBS agar kegiatan-kegiatan yang akan dilakuakan benar-benar realistis sesuai dengan kebutuhan, serta sebagai upaya mendapatkan dukungan dalam upaya pelaksanaannya. Forum Multi Stake Holder adalah media untuk mempertemukan antar pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu yang menjadi kepedulian bersama serta untuk melakukan upaya mencapai tujuan bersama. Anggotanya dari berbagai unsur kepentingan dari masyarakat individu dan atau kelompok, eksekutif, legislati f, media, sektor bisnis, dan lain -lain. Pertemuan, diskusi dan forum bersama antar pemangku kepentingan menjadi penting untuk mengembangkan proses dialogis dan membangun kesadaran bersama serta melakukan aksi bersama. Dalam konteks pelayanan publik, forum multi stake holder ini merupakan proses dialogis antara penyedia layanan dan pengguna layanan untuk mencapai suatu pelayanan publik yang efektif, eisien, dan terjangkau. Apa yang telah diupayakan oleh pemerintah selaku penyedia layanan publik serta apa yang terjadi dan diharapkan masyarakat selaku pengguna layanan harus diupayakan ada titik temu. Pertemuan dan forum juga akan menjadi ajang untuk menyepakati apa saja yang akan dilakukan oleh masing-masing pelakuberbagi peran dan tanggung jawab, berbagi informasi, saling mendukung dalam upaya perbaikan bersama. Forum Multi Stake holder, tidaklah harus merupakan pertemuan formal, loka karya atau bahkan merupakan organisasi atau lembaga formal. Namun, bisa juga merupakan forum-forum terbatas yang informal. Pada tahapan lebih lanjut, Forum Multi Stake holder bisa saja didorong menjadi organisasi atau lembaga formal jika memang diperlukan sesuai dengan dinamika dan kebutuhan lokal. Dalam konteks program Manajemen Berbasis Sekolah, pemangku kepentingan adalah unsur- unsur dari masyarakat, baik individu atau kelompok, eksekutif, DPRD, media yang berkepentingan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 128 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik terhadap pelayanan pendidikan dasar, khususnya terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah.

1. Alternatif Nama

Forum Multi Stake holder dapat diberi nama sesuai dengan kesepakatan anggotanya. Di bawah ini beberapa contoh alternati f nama yang bisa digunakan, seperti misalnya • Gugus Kerja MBS • Jaringan Pemantau Pendidikan Dasar • Aliansi Masyarakat untuk MBS • Koalisi untuk pendidikan dasar berkualitas • Forum Kerja MBS • Forum Peduli Pendidikan Dasar Kinerja mendorong untuk menggunakan nama-nama sesuai dengan dinamika dan kearifan lokal. Dengan mempertimbangkan dinamika dan kearifan lokal ini diharapkan akan memperkuat rasa memiliki diantara para anggotanya serta dapat memberikan motivasi untuk melakukan upaya untuk mencapai tujuan bersama.

2. Pihak-Pihak yang Terkait

Kinerja telah mengembangkan dan memperkuat Forum Multi Stake holder di tingkat kabupatenkota. Secara umum pihak-pihak yang terakit dan dapat dilibatkan dalam Forum Multi Stake holder atau pihak yang memiliki kepentingan adalah sebagai berikut: Di Tingkat Sekolah Di Tingkat KabupatenKota 1. Komite sekolah 2. Tokoh pemerhati pendidikan 3. Kepala sekolah 4. Guru 5. Perwakilan siswa 6. Ormas terkait isu pendidikan dasar 7. Tokoh adatdaerah 8. Jurnalis 9. Anggota DPRD daerah pemilihan terkait 10. Kepala Desa 11. Orangtua murid 1. Perwakilan FMS tingkat sekolah 2. Dewan Pendidikan 3. LSM pendidikan 4. Tokoh pemerhati pendidikan 5. Akademisi terkait isu pendidikan dasar 6. Ormas terkait isu pendidikan dasar 7. Tokoh adatagamadaerah 8. Jurnalis 9. Anggota DPRD komisi terkait 10. Bappeda 11. Dinas Pendidikan 12. PGRI 13. MKS 129 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik

3. Peran Forum Multi Stakeholder dalam Manajemen Berbasis

Sekolah Secara umum, peran Forum Multi Stake holder dalam program terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai berikut: Di Tingkat Sekolah Di Tingkat KabupatenKota 1. Pusat informasi masyarakat tingkat unit layanan 2. Memfasilitasi jaringan komunikasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat unit layanan 3. Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait isu di sekolah 4. Merevitalisasi institusi adat atau forum yg telah ada 5. Menjadi alat pendidikan kritis wargamedia pembelajaran learning center di tingkat unit layanan 6. Menjadi solidarity makers warga dan forum-forum di tingkat unit layanan 7. Memantau pelayanan di tingkat unit layanan 8. Pendamping masyarakat dalam program pelayanan dan pemberdayaan 9. Memediasi dan meresolusi konlik di tingkat unit layanan 10. Memberikan “penghargaan” terhadap pelayanan yang baik 1. Pusat informasi masyarakat tingkat kabupatenkota 2. Memfasilitasi jaringan komunikasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat kabkota 3. Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait dengan isu tentang pengelolaan sekolah 4. Merevitalisasi institusi adat atau forum yang telah ada 5. Menjadi alat pendidikan kritis wargamedia pembelajaran learning center di tingkat kab kota 6. Menjadi solidarity makers warga dan forum- forum di tingkat kabkota 7. Memantau pelayanan pendidikan dan mengawal kepentingan warga 8. Advokasi kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan 9. Memediasi dan meresolusi konlik di tingkat kabkota 10. Menjadi pressure group – alat penyeimbang kekuasaan 11. Menorong adanya kompetisi positif dalam peningkatan layanan Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 130 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik

4. Hasil yang Diharapkan

Hasil dari program pengembangan dan penguatan forum multi stakeholder terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a. Berkembangnya forum multi stakeholder untuk melakukan penyadaran masyarakat, advokasi dan monitoring terhadap kebijakan dan pelayanan terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah; b. Tersosialisasikannya peraturan terkait dalam rangka mendukung perbaikan pelayanan pendidikan dasar yang transparan, partisipatif dan akuntabel; c. Tersusunnya kertas posisi untuk kebijakan di daerah tentang jaminan pelayanan pendidikan dasar yang transparan, partisipatif dan akuntabel; d. Adanya kelompok warga yang secara regular memonitor terhadap pelaksanaan kebijakan tentang Manajemen Berbasis Sekolah.

F. INOVASI KINERJA DALAM PENINGKATAN PERAN SERTA

MASYARAKAT Kinerja-USAID telah melakukan berbagai inovasi dan terobosan terkait dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam pelayanan pendidikan di sekolah. Inovasi dan terobosan tersebut, dapat menjadi lesson learn bagi sekolah yang lain, sehingga dapat diadopsi untuk diterapkan di sekolah sesuai dengan kearifan local masing-masing. Di antara inovasi tersebut adalah; penanganan survei pengaduan masyarakat, peran jurnalis warga, dan dukungan stakeholder tingkat kabupaten kota.

1. Penanganan Survey Pengaduan Masyarakat

Di dalam kaitan mendukung inisiatif MBS, KINERJA–USAID juga melaksanakan kegiatan survei pengaduan, berdasarkan metode yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Permenpan Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat. Hasil analisa dari survei ini kemudian dipadukan dengan dokumen rencana sekolah yang ada untuk menyusun kebutuhan perbaikan layanan. Bentuk atau rencana perbaikan layanan yang penanganannya berada di bawah kewenangan pihak sekolah, kemudian dimaklumatkan ke publik agar dapat diketahui para pihak yang ada. Hampir seluruh sekolah yang didampingi di Kalimantan Barat telah melakukan maklumat janji layanan, dimana terdapat beberapa sekolah yang telah mulai menggunakan maklumat janji perbaikan layanan tersebut sebagai amunisi untuk meningkatkan partisipasi publik. Di SD Negeri 05 Sekaruh, Kecamatan Teriak, Kabupaten Bengkayang melakukan pembangunan pagar sekolah. Pagar yang dibangun ini berbahan baku kayu bulat, yang diperoleh atas kerjasama siswa dan orangtuanya. Kayu diambil dari hutan yang ada, dan kemudian dikumpulkan oleh para siswa ke sekolah. “Pembangunan pagar 131 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik ini merupakan perwujudan janji layanan dan rekomendasi yang dibuat sekolah melalui survei pengaduan, “ ungkap Herkulanus Mundit, Kepala Sekolah SD Negeri 05 Sekaruh. Sementara di SDN 08 Poring, Kabupaten Melawi, sekolah juga menyatakan penyediaan pagar sekolah merupakan salah satu janji perbaikan sekolah tersebut. Setelah melalui diskusi dan komunikasi yang baik dengan orang tua dan komite sekolah, disepakati setiap orang tua siswa wajib menyumbang 10 batako atau setara dengan Rp.15.000, lima belas ribu rupiah.

2. Peran Jurnalis Warga

Jurnalisme warga bahasa Inggris: citizen journalism adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Tipe jurnalisme seperti ini akan menjadi paradigma dan tren baru tentang bagaimana pembaca atau pemirsa membentuk informasi dan berita pada masa mendatang. Perkembangannya di Indonesia dipicu ketika pada tahun 2004 terjadi tragedi Tsunami di Aceh yang diliput sendiri oleh korban tsunami. Terbukti berita langsung dari korban dapat mengalahkan berita yang dibuat oleh jurnalis professional Wikipedia, 2012. KINERJA-USAID adalah program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID-Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik pada sektor pendidikan, kesehatan dan perijinan usaha. Pendekatan dalam pelaksanaan paket program KINERJA-USAID berfokus pada perbaikan tata kelola Pemerintahan Governance, yang mendorong terwujudnya penyampaian pelayanan publik yang lebih baik. Salah satu unsur tata kelola pemerintahan yang baik adalah terlaksananya prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi serta akuntabilitas. Dalam usaha untuk mendorong, mempromosikan serta mendukung keterbukaan, partisipasi serta akuntabilitas tersebut, maka KINERJA-USAID mendorong bagaimana media berperan di dalam upaya perbaikan pelayanan publik, melalui mengangkat isu-isu kritis, peningkatan suara publik, maupun perluasan konten media ke berbagai platform media yang lain. Di samping itu yang tidak kalah penting adalah kualitas konten media itu sendiri melalui peningkatan kualitas jurnalistik, produksi konten serta pertautan konten dengan upaya-upaya advokasi yang dijalankan oleh USAID- KINERJA di masing-masing sektor. Media massa mampu menyebarluaskan gagasan warga, sekaligus menenggelamkan aspirasi warga dengan pemberitaan yang berkutat pada aktivitas elit. Bukan rahasia lagi, selama ini warga seringkali ditempatkan pada posisi objek pemberitaan oleh media massa arus utama. Akibatnya, hasil-hasil pemberitaan media massa lebih mewakili cara pandang elit dibanding cara pandang warga. Jurnalisme warga muncul sebagai gerakan atau cara pandang pewartaan baru yang menempatkan warga sebagai subjek dan objek pemberitaan. Warga bisa berperan dalam memproduksi berita, baik berupa teks, foto, suara, dan gambar bergerak. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah 132 www.kinerja.or.id LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik Lebih dari itu, pewartaan warga menggeser perilaku dalam bermedia. Hasilnya, pembaca mendapatkan informasi dari sudut pandang warga sendiri. Secara deinitif, jurnalisme warga adalah warga biasa yang menyebarluaskan informasi di lingkungannya dengan memperhatikan kaidah- kaidah dalam dunia pewartaan. Kegiatan jurnalisme warga tetap mengacu pada tatacara dan prosedur pewartaan yang diatur dalam Undang-undang No.401999 tentang Pers. Dengan kata lain, jurnalisme warga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan jurnalisme umum di depan hukum. Permasalahan utama dalam jurnalisme warga adalah rendahnya kemampuan para jurnalisnya. Pelatihan ini merupakan usaha serius Kinerja bersama Puskakom untuk mendorong kerja jurnalis warga ke arah yang lebih baik. Pewartaan warga merupakan salah satu bentuk nyata dari konsep deliberatif demokrasi yang menempatkan warga dalam posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, KINERJA USAID memandang penting mendorong lahirnya jurnalis warga yang memiliki peran lebih spesiik di dalam mengangkat berbagai isu-isu serta fenomena yang di dasarkan pada fakta yang tidak selalu bersifat mainstream. Pada banyak kasus yang terjadi di tanah air, jurnalis warga saat ini telah banyak berkontribusi untuk mendorong upayaupaya penegakan kebenaran, penggalian fakta yang belum muncul di dalam media mainstream ataupun membantu mengangkat informasi-informasi penting dari lapangan terkait upaya-upaya advokasi yang sedang terjadi. Sebelum ini telah diupayakan identiikasi calon jurnalis warga yang berasal dari berbagai latar belakang, isu serta kepentingan. Ketertarikan dan minat calon jurnalis warga yang telah diidentiikasi ini terhadap upaya-upaya yang tengah dilakukan oleh KINERJA USAID ini perlu dijembatani dengan berbagai peningkatan kapasitas, termasuk pelatihan yang akan diselenggarakan.

3. Dukungan Stakeholder Tingkat Kabupaten Kota

MBS versi USAID -KINERJA dipraktekkan untuk 20 sekolah di Kota Probolinggo sejak Juni 2011 Solekhan Baiduri 2012. 20 sekolah mitra tersebut dipilih dari daerah selatan Kota Probolinggo yang terhitung sebagai daerah dengan kondisi pinggiran dan terbelakang. Praktik MBS di Kota Probolinggo diinisiasi untuk menjadi model agar bisa dijadikan referensi dan inspirasi bagi daerah lain. Dorongan replikasi dilakukan untuk bisa diimplementasikan di daerah lain. Praktik ini sedianya akan dipromosikan dalam pertemuan strategis pemerintah kabupaten kota di Jawa Timur. MBS berorientasi pelayanan public menjadi judul dari program MBS di Kota Probolinggo. USAID- KINERJA bermitra dengan OMP terpilih bernama LPKP Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pendidikan untuk mengimplementasikan desain program yang telah disusun sebelumnya. Secara mendasar aktivitas program berlandaskan tujuan 133 www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik untuk meningkatkan kualitas tata kelola sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dasar. Implementasi MBS mendapat dukungan dari kepala daerah dengan diterbitkannya SK Walikota No.188.45281KEP425.0122011 tentang pembentukan Tim Teknis Pendampingan. Selanjutnya berdasarkan dengan SK tersebut, untuk memperjelas penunjukan tim pelaksana dan sekolah dampingan selama proses implementasi MBS, Kepala Dinas Pendidikan mengeluarkan surat keputusan tentang pembentukan Pokja dan Surat keputusan tentang pemilihan terhadap 20 sekolah mitra MBS. Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah