a2578618 4755 4061 915c 737d9cbc7457
Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
Berorientasi Pelayanan Publik
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berberagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M. PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga Program KINERJA menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan. Di bidang manajemen berbasis sekolah (MBS) berorientasi pelayanan publik, Program KINERJA mendorong sekolah-sekolah agar menyelenggarakan kegiatan sekolah berdasarkan pencapaian standar pelayanan publik (SPP), standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional pendidikan (SNP), dan masukan-masukan dan keluhan dari murid dan orangtua/wali murid. Keluhan-keluahan ini diperoleh melalui survei pengaduan yang dilaksanakan setiap tahun. KINERJA juga mendorong munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota agar program MBS berorientasi pelayanan publik dapat diadopsi dan disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Beberapa daerah mitra telah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkannya di semua sekolah secara bertahap. Dinas Pendidikan di daerah tersebut telah mulai menyebarluaskan praktik-praktik MBS berorientasi pelayanan publik ke sekolah-sekolah lain dan merencanakan akan mencakup seluruh sekolah.
Mengingat praktik-praktik MBS berorientasi pelayanan publik yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi penyedia layanan dan pengguna layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah daerah, sekolah, dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan, dan pelaksanaannya.
Diharapkan modul ini dapat membantu pemerintah daerah yang ingin memperkenalkan dan menerapkan MBS dengan pendekatan KINERJA di daerahnya. Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses dan teknis penerapan pendekatan ini, modul ini juga memuat daftar organisasi yang selama ini membantu KINERJA dan kabupaten/kota mitra dalam penerapan MBS berorientasi pelayanan publik.
(4)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
RINGKASAN EKSEKUTIF 3
Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 4
Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah 6
Rekomendasi kepada para Calon OMP 7
Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan 7
BAB 1 PENDEKATAN KINERJA 8
Pendekatan Umum Proyek KINERJA 8
Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan 9
Prinsip Dalam Tata Kelola MBS 10
BAB 2 Bab 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
11
Situasi yang dihadapi di daerah 11
Bagaimana kita memulai inisiatif 11
1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders 11
2. Pengaturan Pekerjaan 12
3. Penyusunan rencana kerja 12
Proses kerja 13
1. Peran masing-masing stakeholder 13
2. Pelaksanaan rencana kerja 13
3. Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja 14
BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES 16
Tantangan 16
Keberhasilan Program 16
1. Contoh Keberhasilan Program MBS di Kota Probolinggo 16
(5)
BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI 21
Rekomendasi untuk replikasi di daerah Lain 21
Rekomendasi untuk OMP 22
Rekomendasi untuk Lembaga Diklat 22
(6)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Tujuan dan Keberhasilan KINERJA
- Tujuan Umum Program KINERJA
KINERJA merupakan program yang bertujuan membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Program KINERJA bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari lima ratusan daerah di Indonesia. Program ini sebagai contoh praktik yang baik diharapkan dapat diterapkan dan disempurnakan lagi di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan yang berminat menerapkan dan menyempurnakan pendekatan KINERJA di daerah mereka. Buku “Seri Pembelajaran USAID-KINERJA” ini menguraikan pembelajarandari KINERJA dalam penerapan MBS di mana prinsip, pelajaran dan rekomendasi diangkat untuk memfasilitasi daerah lain yang ingin mengadopsi pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program MBS.
Program KINERJA dimulai pada bulan Oktober 2010 dan akan berlangsung selama kurang lebih lima tahun hingga Februari 2015. Program ini didanai oleh USAID dan dilaksanakan oleh RTI International bersama lima mitra organisasi The Asia Foundation, Social Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada, dan Kemitraan.
KINERJA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang difokuskan pada tiga sektor, yakni pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan iklim usaha. Di sektor pendidikan KINERJA memusatkan perhatian pada tiga paket, yakni tata kelola distribusi guru proporsional (DGP), penghitungan dan tata kelola biaya operasional satuan pendidikan (BOSP), dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Paket DGP dan BOSP lebih ditujukan pada tata kelola di tingkat pemerintah daerah. Sedangkan MBS lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan sekolah melalui perencanaan yang berorientasi berbasis data, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei
pengaduan. Ketiga paket tersebut dilaksanakan dengan pendekatan transparansi, akunatabilitas, partisipatif, dan responsif. Di sektor kesehatan KINERJA fokus pada kesehatan ibu dan anak (KIA), terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum multipemangku kepentingan dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS, dan Tubercolusis (TB).
(7)
Di sektor iklim usaha yang baik KINERJA fokus pada perbaikan perizinan usaha di bawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan iklim usaha yang baik adalah pembentukan PTSP di kabupaten/kota, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menyusun rancangan peraturan baru.
- Lokasi Program KINERJA
KINERJA bekerja di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yakni:
1. Provinsi Aceh: Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue 2. Provinsi Jawa Timur: Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung 3. Provinsi Sulawesi Selatan: Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar 4. Provinsi Kalimantan Barat: Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau 5. Provinsi Papua: Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika
- Keberhasilan Program MBS
Program KINERJA-USAID telah melaksanakan pendampingan teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra yang tersebar di 9 kabupaten/kota di 4 Provinsi (Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan ) sebagai unit layanan pendidikan untuk menerapkan MBS Berorientasi Pelayanan Publik.Hingga akhir 2013 ini, hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut:
• Bersama organisasi mitra pelaksana, KINERJA melaksanakan pendampingan pengembangan MBS
berorientasi pelayanan publik di 180 sekolah mitra di sembilan kabupaten/kota di empat provinsi (20 sekolah di masing-masing kabupaten/kota).
• Pendekatan KINERJA telah menunjukkan manfaat yang cukup signiikan di hampir semua sekolah mitra,
baik dari aspek peningkatan partisipasi forum multi stakeholder sekolah, transparansi, akuntabilitas, dan peningkatan kualitas pelayanan sekolah. Sekolah-sekolah menyusun RKS dan RKAS secara partisipatif dan memasukkan program dan kegaiatan menuju pencapaian standar pelayanan serta berdasarkan data yang valid, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan.
• Sekolah-sekolah mitra KINERJA melaksanakan survei pengaduan, menganalisis hasilnya menjadi sebuah
indeks pengaduan masyarakat, membuat janji perbaikan layanan dan menindaklanjuti pengaduan yang menjadi wewenang sekolah dan menyampaikan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan.
(8)
Di Kabupaten Barru, ada sekolah yang menyampaikan rekomendasi kepada instansi lain di luar Dinas Pendidikan, yakni Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk memperbaiki layanan UKS.
• Beberapa kepala sekolah menyatakan bahwa survei pengaduan sangat efektif untuk memperbaiki
pelayanan sekolah. Tanpa survei pengaduan, mereka tidak mengetahui apa yang menjadi keluhan dan harapan pengguna layanan.
• Di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, terlihat jelas perubahan pelayanan sekolah terhadap murid dan
siswa. Fasilitas dan kegiatan pembelajaran membaik sehingga murid belajar dengan nyaman. Lingkungan sekolah juga menjadi lebih baik berkat peran serta pemerintah daerah, komite sekolah, dan masyarakat yang tanggap terhadap pengaduan masyarakat.
• Beberapa sekolah di Kabupaten Melawi telah berhasil meraih dukungan pendanaan dari orangtua/wali
murid, masyarakat, dan dunia industri setelah sekolah menerapkan perencaan yang transparan dan partisipatif.
• Pada tanggal 2 Mei 2012, Walikota Kota Probolinggo mengeluarkan Surat Keputusan untuk menerapkan
MBS di semua sekolah.
KINERJA bersama organisasi mitra pelaksana dan MSF mendorong pemerintah daerah untuk mendiseminasi praktik-praktik baik tata kelola manajemen sekolah yang berorientasi pelayanan publik ke semua sekolah-sekolah di daerah masing-masing, termasuk melaksanakan survei pengaduan.
“Dengan berfokus pada pelayanan publik dan khususnya menandaskan pentingnya
keterlibatan masyarakat, manajemen sekolah menjadi lebih terbuka dan program-program
sekolah menjadi lebih terencana, terarah dan partisipatif.”
Drs. Endro Suroso
, M.Si., Kepala Dinas Pendidikan, Kota Probolinggo
Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah
Program MBS yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah dan Forum Multi Stakeholder menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan telah membawa hasil dan perubahan. Berdasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa rekomendasi untuk pemerintah daerah, yakni (a) diperlukan komitmen
yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program MBS, (b) setiap
(9)
stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola MBS, (d) mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru, (e) berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait, (f) menetapkan indikator KINERJA dan pengukuruan keberhasilan program, dan (g) mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA.
Rekomendasi kepada para Calon OMP
Organisasi-organisasi mitra pelaksana KINERJA telah banyak membantu pemerintah daerah dan forum multi stakeholder dalam melaksanakan program MBS. Ke depan ada beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan oleh OMP dalam upaya melanjutkan perannya, yakni (a) selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder, (b) tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta, (c) bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program, dan (d) menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder.
Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan
Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah. Mereka mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program MBS. Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat:
a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik.
b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil
pelatihan.
c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga pendidikan dan latihan mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan ‘governance’.
(10)
BAB 1
PENDEKATAN KINERJA
Pendekatan Umum Proyek KINERJA
KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di bidang kesehatan, pendidikan dan iklim usaha.
KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik.
Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan.
Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil (LSM), dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program Kinerja dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi mitra pelaksana (OMP) yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah:
1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan;
2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif;
3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan;
4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik.
(11)
Intervensi program KINERJA berada di tiga tema pokok, yakni: 1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik;
2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan;
3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.
Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif.
Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan
Di sektor pendidikan, KINERJA melaksanakan program-program BOSP,DGP (Distribusi Guru Proporsional), dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di 17 kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Program sektor pendidikan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip umum
sebagai berikut:
• Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan Badan Kepegawaian Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program-program sektor pendidikan, keterlibatan instansi-instansi tersebut sangat penting.
• Keikutsertaan forum multi stakeholder. Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikutserta dalam penyelengaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, program-program sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel.
• Berkelanjutan. Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder.
(12)
Prinsip dalam Tata Kelola MBS
Selain prinsip umum tata kelola pendidikan di atas, tata kelola MBS dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat;
2. Perencanaan sekolah menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama;
3. Memuat capaian SPP, SPM dan SNP sehingga pembiayaan sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi;
4. Didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati/Walikota). Hal ini diperlukan untuk menjamin program
MBS dapat berlangsung terus secara berkesinambungan;
5. Monitoring dan pelaksanaan MBS di sekolah diperlukan agar pelaksanaan program MBS dapat tepat sasaran dan dapat terus disempurnakan;
6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai pelayanan sekolah;
7. Keberlanjutan program setiap tahunnya untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan sekolah yang berpotensi meningkat sesuai kebutuhan pencapaian standar.
(13)
Situasi yang dihadapi di daerah
Dalam konteks otonomi, sekolah diberi kewenangan untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundangan. Sekolah diberi wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya sekolah semaksimal mungkin untuk meningkatkan mutu proses dan output pembelajaran.
Pada praktiknya pelaksanan MBS perlu lebih ditingkatkan. Sebagian besar sekolah melaksanakan MBS apa adanya, belum dilaksanakan secara maksimal, dan belum mengarah pada perbaikan mutu pelayanan. Di sebagian besar sekolah, pengelolaan masih belum transparan dan akuntabel serta tidak partisipatif, apalagi responsif.
Kepedulian orangtua murid dan masyarakat rendah dan menganggap bahwa urusan sekolah semata-mata menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru. Hal ini sebagiannya disebabkan oleh ketertutupan sekolah dalam penyelenggaraan sekolah dan tidak membuka peluang keterlibatan masyarakat.
Bagaimana kita memulai inisiatif
1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders
Kabupaten/kota mitra KINERJA memulai inisiatif untuk melaksanakan program MBS dengan diskusi intensif dengan manajemen KINERJA dan menyepakati pelaksanaan program melalui penandatanganan kesepakatan
(memorandum of understanding) antara Bupati/Walikota dengan KINERJA.
Diskusi-diskusi juga dilaksanakan dengan DPRD, khususnya dengan Komisi yang membidangi pendidikan dan anggaran. Diskusi ini sangat penting untuk mencapai kesepahaman antara pihak eksekutif dan legislatif sehingga persetujuan program dan anggaran oleh DPRD dapat dilakukan dengan baik.
BAB 2
PENGALAMAN KINERJA
DALAM TATA KELOLA
(14)
Selain dengan para penyelenggara negara, diskusi juga dilaksanakan dengan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya pemimpin lembaga-lembaga non pemerintah. Hal ini untuk lebih mendorong keterlibatan masyarakat sehingga tata kelola MBS dapat dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa program ini dapat dilaksanakan karena ada komitmen yang kuat dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya termasuk DPRD.
2 Pengaturan Pekerjaan
Di tingkat kabupaten/kota KINERJA memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang pelayanan public yang disebut dengan LPSS (Local Public Service Specialist). Tugas utamanya adalah mengkoordinir program bersama pemerintah daerah, forum multi stakeholder, dan organisasi mitra pelaksana (OMP). Selain itu spesialis juga bertanggungjawab atas penjaminan mutu pelaksanaan program.
Program MBS dilaksanakan oleh OMP yang bekerja secara penuh dalam melaksanakan lokakarya-lokakarya dan pendampingan untuk pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Untuk program MBS, KINERJA bekerjasama dengan tiga OMP, yakni:
• PKPM yang bekerja di Kabupaten Bener Meriah, Aceh • LPKIPI yang bekerja di Kota Singkawang, Kalimantan Barat • CORDIAL yang bekerja di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
OMP tidak bekerja sendirian, melainkan selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah melalui Tim Teknis yang terdiri dari unsur-unsur Bappeda, Dinas Pendidikan, dan lembaga-lembaga non pemerintah, terutama Dewan Pendidikan. Di tingkat sekolah OMP bekerjasama dengan Komite Sekolah.
3 Penyusunan rencana kerja
Setelah Surat Keputusan Bupati/Walikota diterbitkan, maka Tim Teknis menyusun rencana kerja berikut
jadwal pelaksanaan untuk masing-masing tahapan. Jadwal rencana kerja harus sesuai atau mengikuti jadwal perencanaan dan penganggaran daerah.
(15)
Proses kerja
1 Peran masing-masing
stakeholder
Pada prinsipnya semua stakeholder bekerjasama dalam pelaksanaan program MBS di semua tahapan, namun masing-masing stakeholder mempunyai peran khusus. OMP berperan melaksanakan lokakarya-lokakarya yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalamkaitannya dengan pencapaian tujuan MBS. Dinas Pendidikan berperan dalam mengeluarkan petunjuk teknis dan monitoring pelaksanaan MBS serta meyediakan bantuan teknis ke sekolah-sekolah jika diperlukan.
Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah berperan dalam melaksanakan MBS sesuai prinsip-prinsip di atas. Di samping itu komite sekolah berperan dalam pengawasan pelaksanaan MBS dan memberi masukan kepada kepala sekolah.
2 Pelaksanaan rencana kerja
Program MBS dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
• Penyediaan data sekolah. Data merupakan dasar utama dalam perencanaan sekolah. Setiap tahunnya (biasanya pada awal tahun akademik) sekolah menyajikan data sekolah yang mencakup antara lain mengenai murid, guru, sarana, prasarana, hasil pembelajaran. Data yang dapat digunakan adalah data yang valid dan mutakhir. Oleh sebab itu sekolah perlu meneliti dan memvalidasi data dengan cermat
• Penghitungan capaian SPM. Berdasarkan data yang tersedia, sekolah bersama komite sekolah
menghitung capaian SPM sekolah saat ini sehingga dapat diketahui pada aspek apa saja yang sudah dan belum dicapai
• Penyusunan EDS (evaluasi diri sekolah). Berdasarkan data yang tersedia dan hasil EDS, kemudian sekolah membuat EDS yang tujuannya adalah untuk mengetahui capaian, kelemahan, kekuatan, dan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekolah ke depan. Cakupan EDS cukup luas karena menyangkut delapan sandar nasionmal pendidikan (SNP)
• Pelaksanaan survei pengaduan. Oleh karena sekolah merupakan salah satu unit pelayanan publik, maka dalam upaya meningkatkan mutu layanannya, sekolah melaksanakan survei pengaduan yang tujuannnya untuk mengetahui keluhan apa saja dari pengguna layanan (terutama murid dan orangtua murid)
(16)
• Penyusunan RKS (rencana kerja sekolah). RKS biasanya menacakup rencana selama 4 tahun dan dibuat berdasarkan data, EDS, dan hasil survei pengaduan. Dengan demikian rencana jangka menengah sekolah ini menjadi dokumen yang sesuai dengan kondisi sekolah dan tujuan yang hendak dicapai serta dapat dipertanngungjawabkan
• Penyusunan RKT/RKAS (rencana kerja tahunan/ rencana kerja dan anggaran sekolah). Rencana sekolah tahunan ini disusun secara lebih rinci dan merujuk pada RKS yang telah disiapkan sehingga pencapaian sekolah setiap tahunnya menjadi terukur
• Penyusunan janji perbaikan layanan. Untuk menjamin pengaduan masyarakat direspon dengan baik, maka sekolah membuat janji perbaikan layanan yang ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite sekolah serta diketahui oleh Dinas Pendidikan. Tentu saja janji tersebut menyangkut hal-hal yang dapat ditindaklanjuti oleh sekolah sesuai kemampuan dan wewenangnya
• Penyusunan rekomendasi teknis untuk Dinas Pendidikan. Hasil survei pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti oleh sekolah (karena di luar kemampaun dan wewenang sekolah) kemudian dimasukkan ke dalam rekomendasi teknis yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti
• Publikasi RKS, RKT/RKAS, dan LKT. Untuk menjamin transparansi dan akuntablitas publik, maka sekolah diwajibkan untuk mempublikasi rencana jangka menengah, rencana dan anggaran tahunan, dan laporan penggunaan (realisasi) anggaran. Publikasi bisa dalam berbagai bentuk, namun yang paling mudah dan umumnya dilakukan sekolah adalah dengan memajang dokumen-dokumen tersebut di luar ruangan sekolah.
3 Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja
Sekurang-kurang nya ada tiga perubahan yang segera tampak sebagai hasil pelaksanaan program MBS dengan pendekatan KINERJA:
• Peningkatan kapasitas sekolah dalam daya tanggap terhadap kebutuhan murid dan orangtua murid untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu;
• Peningkatan pemahaman penyelenggara pendidikan di sekolah tentang keluhan-keluhan murid, orangtua
murid, dan masyarakat yang selama ini tidak diketahui dan direspon;
• Peningkatan keterlibatan dan dukungan komite sekolah, orangtua murid, dan masyarakat dalam
(17)
• Peningkatan suasana lingkungan sekolah yang lebih kondusif sehingga meningkatkan kenyamanan murid
dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Perubahan-perubahan tersebut nampak jelas di sekolah-sekolah mitra KINERJA antara lain di Bener Meriah, Kota Probolinggo, Singkawang, dan Barru. Di sekolah-sekolah di daerah-daerah tersebut komite sekolah aktif menghimpun dukungan orangtua dan masyarakat untuk membanbtu sekolah dalam memperbaiki lingkungan sekolah.
(18)
Tantangan
Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program MBS, yakni antara lain:
• Kadangkala pelaksanaan program ini membutuhkan perubahan perencanaan sekolah yang tidak mudah
dilakukan;
• Keterbatasan anggaran sekolah yang tersedia dan prioritas pemenuhan kebutuhan sekolah;
• Kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah masih kurang sehingga pelaksanaan program MBS tidak
berjalan seperti yang diharapkan dan membutuhkan upaya yang lebih keras dan waktu yang lebih lama. Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi melalui pendampingan yang intensif;
• Kapasitas personil sebagian organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga pada awal pelaksanaan
program proses pendampingan kepada sekolah dan komite sekolah belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasi melalui bimbingan teknis oleh Tim KINERJA;
• Pergantian kepala sekolah yang menyebabkan perubahan komitmen dari kepala sekolah yang baru.
Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program sehingga kepala sekolah baru dapat memahami dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan program;
• Kepedulian orangtua murid dan masyarakat masih kurang. Mereka menganggap urusan sekolah
sepenuhnya menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru. Tantangan ini direspon dengan mengajak mereka berdiskusi tentang penyelenggaraan sekolah sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama dan peran apa yang dapat mereka laksanakan.
Keberhasilan Program
1. Contoh Keberhasilan Program MBS di Kota Probolinggo
Enam dari 20 sekolah yang bermitra dengan program USAID-KINERJA mendapatkan penghargaan atas prestasi mereka dalam melaksanakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan yang mereka miliki. Dalam acara pemberian penghargaan yang diadakan pada tanggal 21
BAB 3
MENGATASI TANTANGAN
DAN MENCAPAI SUKSES
(19)
November 2012 di Kota Probolinggo, Kepala Bagian Organisasi Drs. Sukam, memberikan penghargaan
kepada SDN Kebonsari Kulon 2, SDN Curah Grinting 1, SDN Wonoasih 2, dan SDN Sumber Taman 1 serta
SMPN 8 dan MTs.N. di Kota Probolinggo atas peningkatan kualitas yang mereka capai.
Dengan dukungan teknis dari paket manajemen berbasis sekolah proyek KINERJA, sekolah-sekolah tersebut mengundang partisipasi dari orang tua, guru, kepala sekolah dan berbagai pemangku kepentingan lain, dan mencapai keberhasilan yang patut dicontoh dalam meningkatkan kerjasama dengan masyarakat yang mereka layani.
Berdasarkan hasil survei terhadap 5.610 pemangku kepentingan, 20 sekolah mitra KINERJA segera menanggapi ketidakpuasan masyarakat terhadap fasilitas sekolah dan kekurangan-kekurangan lain dalam manajemen pendidikan mereka. Murid dan guru bekerjasama membersihkan fasilitas kamar mandi sekolah, merapihkan halaman sekolah dan bahkan menanam kebun sekolah yang kemudian dimasukkan kedalam pelajaran sains. Komite sekolah yang beranggotakan orang tua, guru dan penyelenggara sekolah menampung masalah-masalah yang disampaikan selama survei dan bekerjasama untuk mencari jalan keluarnya.
Dewan juri di Kota Probolinggo mengikutsertakan wakil-wakil dari pemerintah daerah, dunia pendidikan dan mitra KINERJA Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) yang menggunakan 20 butir kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan sekolah dalam melaksanakan transparansi anggaran, serta menyusun dan mengumumkan rencana-rencana kerja tahunan untuk pemantauan masyarakat, dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan, menerbitkan laporan-laporan tentang visi dan misi yang jelas dan mempertegas komitmen untuk melaksanakan program manajemen berbasis sekolah dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik.
Kepala SDN KebonsariKulon 2 menyatakan bahwa karena pendampingan KINERJA memberikan begitu banyak manfaat maka ia berharap pendampingan dapat diteruskan karena kegiatan tersebut sejauh ini sangat berguna dalam meningkatkan kualitas sekolahnya.
Kepala Dinas Pendidikan Drs. Endro Suroso, M.Si., juga sangat memuji keberhasilan paket manajemen berbasis sekolah dari KINERJA. “Dengan berfokus pada pelayanan publik dan khususnya menandaskan pentingnya keterlibatan masyarakat, manajemen sekolah menjadi lebih terbuka, dan program-program sekolah menjadi lebih terencana, terarah dan partisipatif,” tuturnya.
Penghargaan seperti ini tidak hanya menghormati keberhasilan sekolah-sekolah mitra KINERJA melainkan juga meningkatkan kesadaran sekolah-sekolah di daerah sekitarnya sehubungan dengan apa yang dapat mereka capai melalui program manajemen berbasis sekolah. Motivasi sejawat ini merupakan bagian utama dari fokus KINERJA untuk mereplikasi praktek yang baik dan melaksanakan reformasi yang berkelanjutan.
(20)
Pendekatan KINERJA
Enam dari 20 sekolah yang bermitra dengan program USAID-KINERJA mendapatkan penghargaan atas prestasi mereka dalam melaksanakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas pendidikan yang mereka miliki.
Pendekatan KINERJA mengedepankan keterlibatan dari dua sisi, yakni sisi penyedia layanan (sekolah) dan sisi pengguna layanan (murid, orangtua). Di sisi penyedia layanan, pendekatan ini bertujuan untuk memperkuat sekolahdalam hal:
• Meningkatkan perhatian pada dampak kekurangan penyelenggaraan sekolah untuk peningkatan layanan
pendidikan berkualitas
• Meningatkan kemampuan sekolah (kepala sekolah dan guru) dalam rangka secara bertahap memenuhi
standar pelayan sekolah
• Meningkatkan kepedulian pemerintah daerah secara efektif menerapkan kebijakan MBS di semua sekolah
Di sisi pengguna layanan, pendekatan ini memperkuat masyarakat, khususnya orangtua murid, sehingga mereka akan:
• Memahami hak-hak mereka terhadap layanan pendidikan yang berkualitas
• Secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pengembangan kebijakan sekolah yang
mempengaruhi masyarakat
• Melakukan peran pengawasan dan tahan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan sekolah secara efektif dan secara berkesinambungan.
Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif (jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini didorong atas dasar kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti “kebaikan bersama” yang menjadi tujuan kebijakan pemerintah daerah. Di masa lalu, kegiatan-kegiatan sekolah hanya dilaksanakan oleh kepala sekolah dan jajarannya.
a. Strategi Program
Secara kronologis strategi untuk memperkenalkan dan keberhasilan pelaksanaan Program MBS adalah sebagai berikut :
(21)
1. Penguatan komite sekolah
Memperkuat orangtua murid dan masyarakat melalui komite sekolah dengan memberi pelatihan dan melibatkan mereka dalam analisis, perencanaan, pengawasan, dan evaluasi.
2. Penguatan kepala sekolah
Memperkuat kepala sekolah dalam perencanaan sekolah dan pentingnya keterlibatan komite sekolah dalam penylenggaraan sekolah. Untuk itu kepala sekolah diberi pelatihan dan pendampingan yang intensif.
3. Advokasi kepada Dinas Pendidikan
Advokasi diarahkan pada penerbitan kebijakan pemerintah daerah (khususnya Dinas Pendidikan) untuk mendorong penerapan MBS di sekolah-sekolah dan menyediakan dukungan yang diperlukan.
4. Pemantauan dan evaluasi oleh komite sekolah
Menyusul penerbitan perencanaan dan pelaksanaan janji perbaikan layanan sekolah, komite sekolah dan jurnnalisme warga memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan sekolah.
b. Hasil-hasil Program MBS
Hasil nyata yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan inisiatif dapat diringkas sebagai berikut :
• Sekolah mempunyai manajemen data yang lebih baik;
• Perencanaan sekolah didasarkan pada data yang valid dan mutakhir, evaluasi diri sekolah, dan hasil
survei pengaduan serta mengacu pada pencapaian SPM dan SNP;
• Penyelenggaraan sekolah menjadi lebih transparan dan akuntabel;
• Komite sekolah lebih aktif dalam penyelenggaran sekolah dan memberi dukungan kepada sekolah;
• Pelayanan sekolah kepada murid dan orangtua menjadi lebih baik.
2. Program Pengungkit
“Awalnya saya tidak mengerti caranya untuk mengelola sekolah dengan manajemen berbasis
sekolah yang berorientasi pelayanan publik. Namun sejak diperkenalkan oleh
USAID-KINERJA melalui pelatihan dan pendampingan saya menjadi paham dan merasakan banyak
manfaatnya. Ada perubahan pelayanan sekolah terhadap murid-murid setelah melaksanakan
survei pengaduan dan menyusun IPM (Indeks Pengaduan Masyarakat)”
(22)
Program MBS yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh 180 sekolah telah menunjukkan
hasil-hasil yang baik. Walaupun intervensi program KINERJA lebih diarahkan pada proses tata kelola sekolah
dengan melibatkan komite sekolah, namun program ini menjadi pengungkit untuk program MBS yang lebih luas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin membaiknya kegiatan-kegiatan sekolah lainnya, seperti penyediaan sarana dan prasarana sekolah, membaiknya kinerja guru, dan proses pembelajaran yang menjadi lebih baik. Dampak positif lanjutannya adalah bahwa keterlibatan dan dukungan orangtua murid dan komite sekolah meningkat, tidak hanya dalam bentuk tenaga dan waktu, bahkan dana yang disumbangkan untuk perbaikan sebagian fasilitas sekolah. Dukungan seperti ini hanya dimungkinkan apabila sekolah melaksanakan kegiatannya dengan transparan dan akuntabel.
“Program MBS sangat membantu, terutama adanya survei pengaduan. Jadi pengaduan itu
selalu disalurkan kepada komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, kemudian
pihak sekolah menindaklanjuti. Misalnya, masyarakat sekeliling mengadu bahwa ada guru
yang tidak disiplin menjalankan tugas. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, pihak
sekolah memanggil guru yang bersangkutan, diingatkan supaya hal-hal semacam ini jangan
dibiasakan karena akan merugikan sekolah. Kita dari komite berperan penuh…….”
Mansur
, Ketua Komite SMP Negeri 20 Kota Singkawang, Kalimantan Barat
“Pada tahap awal memang banyak komplain tentang pelayanan sekolah, tapi ketika
kami sudah mulai jelaskan kalau sekolah tidak ada kerjasama dengan pihak orangtua murid
kita akan susah membuat anak kita memperoleh pendidikan yang bermutu. Jadi harus
sama-sama, tidak boleh cuma guru, harus ada oraangtua murid, harus ada Komite Sekolah.
Harus ada kerjasama antara semua stakeholder, termasuk Dinas Pendidikan,
kalau tidak, ya tidak tercapai….”
(23)
Program KINERJA untuk MBS hanya di 180 sekolah dari ribuan sekolah dan hanya di sembilan dari ratusan daerah di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan di sekolah-sekolah dan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA mendorong agar daerah-daerah lain bersedia mereplikasi dan mengadopsi penedekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program MBS. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk pegawai negeri sipil dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya.
Rekomendasi untuk Replikasi di Daerah Lain
Berdasarkan pengalaman KINERJA, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan mereplikasi metoda dan pendekatan KINERJA untuk program MBS.
a. Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan
program MBS. Komitmen ini ditunjukkan dengan kebijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan, petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah.
b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola MBS. Oleh
karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaannya.
d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru. Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru, melainkan cukup dengan lebih mendayagunakan pegawai dalam struktur organisasi yang sudah ada. e. Menetapkan indikator kinerja dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan.
BAB 4
(24)
f. Mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA. Bahan-bahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan, dan acuan pelaksanaan program.
Rekomendasi untuk OMP
Rekomendasi untuk OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan mereplikasi program MBS adalah:
a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder;
b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta;
c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program;
d. Menggunakan modul-modul yang dikembangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder.
Rekomendasi untuk Penyedia Latihan
Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah yang secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Lembaga-lembaga tersebut mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program MBS. Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat:
a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik
b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil
pelatihan
c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga-lembaga pendidikan and latihan mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan ‘governance’.
(25)
CARA MENGGUNAKAN LAMPIRAN
Lampiran ini dirancang agar mudah diakses untuk berbagai kebutuhan. Bagi pembaca yang inginmelihat komentar pihak lain tentang upaya KINERJA dalam mengembangkan MBS silahkan membaca Lampiran A tentang testimoni, laporan media dan bahan promosi. Bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih dalam tentang substansi MBS, silahkan membaca Lampiran B. Bagi pembaca yang ingin mempelajari cara KINERJA melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran C dan lampiran berikut. Bahan lengkap dapat dibaca di CD terlampir.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi 25
LAMPIRAN B Uraian Substansi 28
Pendahuluan 28
MODUL I MBS Berorientasi Pelayanan Publik 32
• BAHAN BACAAN MBS YANG BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK 24
MODUL 2 Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 52 • BAHAN BACAAN STANDAR PELAYANAN DALAM PENGELOLAAN
SEKOLAH
52
MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 80 • BAHAN BACAAN: TATA KELOLA PERENCANAAN
DAN PENGANGGARAN SEKOLAH
80
MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 100 • BAHAN BACAAN PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK
DI SEKOLAH
(26)
MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah
118
• BAHAN BACAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER
DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH 118 MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 138
• BAHAN BACAAN: SURVEI PENGADUAN UNTUK PERBAIKAN LAYANAN
SEKOLAH
138
MODUL 7 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 172 • BAHAN BACAAN: TRANSPARANSI & AKUNTABILITAS DALAM
MANAJEMEN SEKOLAH
172
MODUL 8 Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik Sekolah
184
• BAHAN BACAAN: PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICES) PENERAPAN
MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK 184
LAMPIRAN C Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 199
Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 199
Uraian lampiran ini 202
MODUL 1 MBS Berorientasi Pelayanan Publik 203
MODUL 2 Standard Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 206
MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 209
MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 212
MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah
215
MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 218
MODUL 7 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 221
LAMPIRAN D Bahan di CD 224
LAMPIRAN E Daftar Singkatan/Istilah 225
(27)
Lampiran A
Testimoni, Laporan Media
dan Bahan Promosi
Testimoni
1. Rukmini, Kepala SD Negeri Kebonsari Kulon 02, Kota Probolinggo, Jawa Timur
Manfaat MBS banyak sekali. Awalnya saya tidak mengerti caranya untuk mengelola sekolah dengan manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pada pelayanan publik. Namun sejak diperkenalkan oleh USAID-KINERJA melalui pelatihan dan pendampingan dengan USAID saya menjadi paham dan merasakan banyak manfaatnya. Ada perubahan pelayanan sekolah terhadap murid-murid setelah melaksanakan survei pengaduan dan menyusun IPM (Indeks Pengaduan Masyarakat). Dari IPM tersebut diketahui, salah satu contohnya, kurangnya toilet untuk murid. Pengaduan ini kemudian kita respon bekerjasama dengan Dinas Pendidikan. Dengan bantuan Pemrintah Kota jumlah toilet berkembang dari hanya satu menjadi tujuh yang bisa dipakai untuk 253 murid.
Peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah terus meningkat dalam hal membantu sekolah menyediakan fasilitas lingkungan sekolah dan pembelajaran. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan manajamen sekolah yang transparan dan secara intens melibatkan masyarakat dan komite sekolah. Komite sekolah ikut dalam proses penyusunan RKS dan RKAS yang bersama dengan laporan penggunaan dana sekolah dipublikasikan dengan menempelnya di papan pengumuman sehingga dapat dilihat oleh siapa saja yang datang ke sekolah. Dengan keterbukaan dan pelibatan tersebut masyarakat menjadi paham tentang masalah yang dihadapi sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mecapai SPM. Orangtua murid memahami hal itu dan bersama Komite Sekolah mendiskusikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk membantu sekolah. Tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi oleh dana dari BOS . Semua partispasi dan bantuanmasyarakat dikelola sepenuhnya oleh Komite Sekolah.
(28)
LAMPIRAN A -
TESTIMONI, LAPORAN
MEDIA DAN BAHAN PROMOSI
2. Mansur, Ketua Komite Sekolah, SMP Negeri 20 Kota Singkawang,
Kalimantan Barat
Program MBS yang didampingi USAID-KINERJA sangat membantu, terutama adanya survei pengaduan. Jadi pengaduan itu selalu disalurkan kepada komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, kemudian pihak sekolah menindaklanjuti. Misalnya, masyarakat sekeliling memonitor bahwa ada guru yang tidak disiplin menjalankan tugas, mereka mengadu ke komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, pihak sekolah memanggil guru yang bersangkutan, diingatkan supaya hal-hal semacam ini jangan dibiasakan karena akan merugikan sekolah. Kita dari komite berperan penuh.
Partisipasi masyarakat dalam program MBS ini sangat besar artinya. Itu yang kita rasakan besar manfaatnya buat kepentingan proses belajar mengajar di sekolah ini. Kita dari perwakilan orangtua siswa yang terbentuk dalam komite sekolah merasa bersyukur sekali. Artinya dengan sarana dan prasarana yang telah ada ini lebih memotivasi pengajar, kepala sekolah dan jajarannya ke bawah untuk lebih meningkatkan proses belajar mengajar. Dan kita dari komite juga tidak merasa segan-segan, tidak merasa malu-malu untuk memberikan suatu masukan kepada pihak sekolah bahwa bersyukurlah bahwa kalian sudah dibantu dengan program ini. Dan jangan sia-siakan kepercayaan ini. Benar-benar dimanfaatkan buat dunia pendidikan sehingga tidak mengecewakan orang yang benar-benar membantu untuk kemajuan sekolah kita. Itu yang kita harapkan. Artinya prestasi ini meningkat. Kalau bisa kelulusan SMP ini selalu dipertahankan seratus persen karena sekolahnya sudah memadai.
Dengan adanya bantuan semacam ini kami berharap lebih menggiatkan dan meningkatkan semangat para
pengajar untuk lebih menampakkan hasilnya ke depan. Yang kedua bahwa jangan sampai mengecewakan
pihak pemberi bantuan dengan adanya sarana dan prasarana ini. Dan kalau memang masih ada dukungan yang diperlukan, artinya dapat kita rumuskan bersama dan kalau memang ada salurannya, kita minta bantuan
yang lebih canggih lah istilahnya. Yang bisa membuat sekolah ini lebih profesional sehingga mampu bersaing
di tingkat regional maupun nasional dan bahkan bisa dikenal di mata internasional. Dengan bantuan ini kita patut bangga bahwa ada bantuan yang mampu mengangkat, mendongkrak sekolah ini sehingga ke taraf nasional dan internasional.
Dinas Pendidikan tidak lepas dari upaya ini. Artinya keterkaitan Dinas Pendidikan dalam proses belajar mengajar, ketersediaan tenaga guru, kemudian manajemen sekolah dan sebagainya itu adalah satu kesatuan yang memang secara undang-undang itu sudah diatur dan dimandatkan.
(29)
3. Tri Menanti, Guru di SD Negeri Baliatu, Bener Meriah, Aceh
Hal baru dalam program MBS yang didampingi USAID-KINERJA adalah survei pengaduan, janji perbaikan layanan, dan rekomendasi teknis. Survei pengaduan di SD Negeri Baliatu Simpang Tiga Kabupaten Bener Meriah itu diadakan pada tanggal 8 Februari 2013. Dari hasil survei pengaduan, yang banyak dikeluhkan adalah tentang keberadaan kantin sekolah yang sehat karena memang kantin kami betul-betul tidak layak pakai waktu itu. Kemudian kami diskusikan dengan kepala sekolah, komite sekolah, dewan guru, dan stakeholder sekolah untuk memindahkan kantin sehat ke rumah guru yang ada di sekolah yang kebetulan kosong. Kantinnya masih belum terlalu layak tetapi alhamdulilah sudah mulai bisa dipakai. Banyak sekali, itu di antaranya yang pertama itu sekolah SD Negeri Baliatu itu tidak ada ruang kepala sama ruang guru.
Kemudian ruang kelas dan laboratorium masih kurang. Untuk sementara ruang guru dan ruang kepala sekolah itu memakai kelas murid. Kemudian untuk ruang kelas kami gunakan kelas paralel. Itu sudah kami buat dalam rekomendasi ke Dinas Pendidikan. Insyaallah Pemerintah Daerah dapat segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
RKS dan RAKS disusun bersama dengan Komite Sekolah dan dipublikasikan. Kalau selama ini kami buat cuma apa adanya.. Tapi alhamdulilah berkat adanya bimbingan dari USAID-KINERJA, kami sudah bisa membuat RKS dan RAKS walaupun masih belum maksimal.
Pada tahap awal memang banyak komplain tentang pelayanan sekolah, tapi ketika kami sudah mulai jelaskan kalau sekolah tidak ada kerjasama dengan pihak orangtua muridkita akan susah membuat anak kita memperoleh pendidikan yangbermutu. Jadi harus sama-sama, tidak boleh cuma guru, harus ada oraangtua murid, harus ada Komite Sekolah. Harus ada kerjasama antara semua stakeholder, termasuk pihak Dinas Pendidikan, kalau tidak, ya tidak tercapai.
Tantangan paling berat yang kita hadapi dalam melaksanakan program MBS itu adalah pendanaan. Karena yang selama ini kami kerjakan yang masih bisa bisa kami lakukan terutama seperti pembuatan pos pelayanan terpadu itu belum ada bantuan dari Dinas atau dari manapun, itu masih memakai dana BOS. Namun kami bekerjasama dengan orangtua dan Komite Sekolah untuk melaksanakan janji perbaikan layanan sesuai pengaduan yang disamapikan orangtua dan murid. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh sekolah langsung datang bantuan dari masyarakat dan orangtua.
Laporan Media dan Bahan Promosi
(30)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
Lampiran B
Uraian Substansi
1. Uraian lampiran ini
Materi yang dibahas dalam modul pendampingan ini terbagi menjadi 8 topik, sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. MODUL 1. MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK. Membahas tentang Sejarah MBS, Pengertian
MBS, Dasar Hukum MBS, Tujuan MBS, Prinsip-prinsip MBS, Ciri-ciri/ karakteristik MBS , Aspek Proses dan Substansi MBS.
2. MODUL II. STANDARD PELAYANAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH. Membahas tentang
Standard Pelayanan Publik, Standar Proses (Standard Operasional Prosedur), Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan, Standar lainnya, Upaya Pemenuhan Standar Pelayanan (Tanggungjawab Pemerintah Daerah/Dinas Pendidikan).
3. MODUL III. TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Membahas tentang jenis-jenis perencanaan sekolah, posisi perencanaan sekolah dalam kerangka perencanaan SKPD, Tahapan-tahapan perencanaan sekolah.
4. MODUL IV. PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH. Membahas tentang
Dasar Hukum Manajemen Pelayanan Publik, Kondisi Ideal Pelayanan Publik, Kondisi Riil Pelayanan Publik, Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik, Posisi Strategis SDM Pendidikan Dalam Pelayanan Publik, Perilaku SDM Pendidikan Dalam Pelayanan Publik, Tantangan Penerapan Pelayanan Publik di Sekolah.
5. MODUL V. PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PELAYANAN PUBLIK DI
SEKOLAH. Membahas tentang Makna Peran Serta (Partisipasi) Masyarakat Dalam Peningkatan, Pelayanan Publik di Sekolah, Stakeholder Sekolah, Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder Terhadap Program Pendidikan di Sekolah.
6. MODUL VI. SURVEI PENGADUAN UNTUK PERBAIKAN LAYANAN SEKOLAH. Membahas tentang:
Pentingnya Survei Pengaduan, Proses Survei Pengaduan, Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi Perbaikan Layanan, Pemantauan dan Evaluasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Layanan, Survei Ulang.
Pendahuluan
(31)
7. MODUL VII. TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMENSEKOLAH. Membahas Tentang Kaitan Antara Good Governance Dengan Transparansi dan Akuntabilitas, Makna Transparansi dan Akuntabilitas, Jenis-Jenis Akuntabilitas, Contoh Penerapan Transparansi dan Akuntabilitas di Sekolah.
8. MODUL VIII. PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICE) PENERAPAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK. Membahas Tentang Praktik-Praktik Baik Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Kelas Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen SDM, Praktik-Praktik Baik Manajemen Peserta Didik, Praktik-Praktik Baik Manajemen Sarana Prasarana Berbasis Sekolah, Praktik Baik Manajemen Keuangan Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Partisipasi Masyarakat Berbasis Sekolah, Contoh Penerapan Praktik-Praktik MBS di Kabupaten/Kota Mitra KINERJA.
2. Bahan pendukung
Lihat juga:• Panduan fasilitasi lokakarya Tim Penyusun MBS. Proses penerapan MBS oleh Tim Penyusun MBS
diatur dengan seri lokakarya. Panduan fasilitasi lokakarya tersebut disampaikan pada Lampiran D
• Bahan di CD. Lihat Lampiran C untuk daftar ile-ile yang ada di CD yang dilampirkan, termasuk contoh
(32)
(33)
MBS Berorientasi
Pelayanan Publik
1
(34)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
BAHAN BACAAN MBS
YANG BERORIENTASI
PELAYANAN PUBLIK
MBS
Berorientasi
Pelayanan
Publik
MODUL 1
...
peserta menguasai
MBS yang berorientasi
pelayanan publik
...
1. PENDAHULUAN
Konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya telah diperkenalkan sejak lama di Indonesia, ialah sejak tahun 1997/1998. Namun penerapan model tersebut baru menonjol setelah pada tahun 1998, ialah setelah adanya program uji coba model yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum (sekarang menjadi Direktorat SLTP dan Direktorat Sekolah Menengah Umum), sejak tahun pelajaran 1999/2000 dengan mengikutsertakan 140 SMUN dan 248 SLTP yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun pelajaran 2000, jumlah sekolah peserta bertambah sebanyak 486 SMUN dan 158 SLTP (Depdiknas, 2003).
Pada tahun 1999, Depdiknas bekerja sama dengan Unesco dan Unicef melakukan rintisan pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SD dengan mengambil 'setting' Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan NTT. Pada tahun 2001 diperluas ke Provinsi Jawa Barat, Papua dan NTB dan Sumatra Selatan. Berdasarkan hasil evaluasi ternyata didapati, bahwa sekolah rintisan MBS tersebut lebih unggul prestasi belajarnya dibandingkan dengan SD-SD konvensional yang tidak menerapkan MPMBS (Depdiknas, 2004). Dan, sekolah-sekolah yang menerapkan MPMBS, baik sekolah rintisan MPMBS
(35)
maupun bukan, mendapatkan label dari masyarakat sebagai sekolah berprestasi.
MPMBS adalah model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
memberikan leksibelitas/keluwesan kepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orang tua, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas, 2003).
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/ kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka atau tidak bergantung. Dalam konteks sekolah, otonomi diartikan sebagai kewenangan sekolah untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Depdiknas, 2003). Fleksibelitas diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu. Dengan keluwesan tersebut, sekolah juga akan lincah dan cerdas, tidak menggantungkan arahan dari atas ketika mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Dengan demikian, sekolah lebih responsif dan cepat dalam menghadapi tantangan (Depdiknas, 2003).
MPMBS dipandang sebagai bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas,
kualitas/mutu, eisiensi, inovasi, relevansi dan
pemerataan serta akses pendidikan), maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. Oleh karena itu, MPMBS saat ini lebih ditekankan dibandingkan dengan MBS (Depdiknas, 2003).
Sejak diluncurkan sampai dengan sekarang, MBS yang secara konseptual diturunkan dari teori-teori desentralisasi publik, manajemen pelayanan public di bidang pendidikan, tidak banyak mendapatkan pengawalan khususnya yang terkait dengan good governance yang mengerucut ke arah pelayanan publik yang lebih baik. Oleh karena itu, sudah waktunya ada perintisan yang mengarahkan MBS agar tidak keluar dari koridor pelayanan publik yang lebih baik. Berbagai wacana pelayanan prima yang juga dicoba praktikkan dalam kepemrintahan, sepertinya berada dalam kutub yang berbeda dengan MBS. Oleh karena itu, diperlukan penyatuan di antara keduanya sebagaimana pada akar konsep dan teori good governance yang kini diterapkan di berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan.
Program USAID-KINERJA yang merupakan program bantuan teknis yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, dari sisi penyedia layanan dan sisi pengguna layanan, melalui pendekatan tata kelola yang baik (good governance) telah melaksanakan pendampingan teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra yang tersebar di 4 Provinsi (Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan )sebagai unit layanan pendidikan untuk menerapkan MBS Berorientasi Pelayanan Publik.
Pendekatan ini telah menunjukkan manfaat yang
(36)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
aspek peningkatan partisipasi multi stakeholder sekolah, peningkatan kualitas pelayanan sekolah dan juga semakin transpan dan akuntabilitasnya sekolah dalam perencanaan, pengganggaran serta pelaporan keuangan sekolah.
PENGERTIAN MBS
BERORIENTASI PELAYANAN
PUBLIK
Model pendekatan dalam manajemen sekolah yang mengacu pada manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat, pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secodnary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based managementt, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatna ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam
pengoperasion sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya. Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, yakni sekolah.
MBS yang berorientasi pelayanan publik
memusatkan perhatian pada peningkatan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. Komponen-komponen tersebut adalah:
a. Siswa, yang menyangkut kesiapan dan motivasi belajarnya.
b. Guru, menyangkut kemampuan profesional, moral kerjanya,dan kerjasamanya.
(37)
c. Kurikulum, meliputi relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya d. Dana, sarana dan prasarana, menyangkut
kecukupan dan keefektifannya.
e. Masyarakat, terutama tingkat partisipasinya dalam pengembangan program program di sekolah.
MBS berorientasi pelayanan public memandang bahwa public adalah sebagai pelanggan. Oleh karena itu, keberhasilan MBS yang berorientasi pelayanan public lebih banyak dilihat dari aspek tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan layanan sama atau melebihi harapan pelanggan.
Dilihat dari jenis pelanggannya, maka MBS
berorientasi pelayanan publikdikatakan berhasil jika:
a. Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan diperlakukan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah dan sebagainya. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah
b. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena mendapat laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
c. Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan.
d. Guru dan karyawan puas dengan palayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan
antar guru/karyawa/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya.
Ada lima sifat layanan yang harus diwujudkan agar pelanggan puas, yaitu:
a. Kepercayaan (reliability). Artinya layanan sesuai dengan yang dijanjikan, misalnya dalam rapat, brosur, dan sebagainya. Layanan semacam itu dapat berlangsung terus menerus dan bukan hanya pada waktu-waktu tertentu. Beberapa aspek dalam keterpercayaan antara lain: kejujuran, aman, tepat waktu, dan ketersediaan. b. Keterjaminan (assurance). Artinya, sekolah
mampu menjamin kualitas layanan yang diberikan. Beberapa aspek dalam keterjaminan, misalnya kompetensi guru/staf, dan
keobyektifan.
c. Penampilan (tangible). Artinya, bagaimana situasi sekolah tampak baik. Beberapa aspek dalam penampilan, misalnya kerapian, kebersihan, ketera-turan, dan keindahan. d. Perhatian (empathy). Artinya, sekolah
memberikan perhatian penuh kepada
pelanggan. Beberapa aspek dalam keperhatian, misalnya melayani pelanggan dengan ramah, memahami aspirasi mereka, dan berkomunikasi dengan baik.
e. Ketanggapan (responsiveness). Artinya, sekolah harus cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Beberapa aspek dari tanggapan, misalnya tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan cepat memperhatikan dan mengatasi keluhan-keluhan yang muncul.
(38)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
Secara umum prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Berorientasi Pelayanan Publik yang difasilitasi oleh USAID-KINERJA, adalah sebagai berikut:
• Menempatkan sekolah sebagai unit layanan,
dimana sekolah sebagai penyedia layanan diwajibkan untuk memberikan pelayanan sesuai standard yang berlaku (Standard Pelayanan Publik – SPP, Standard Pelayanan Minimum - SPM Pendidikan danStandard Nasional Pendidikan –SNP)
• Memberikan ruang partisipasi yang memadai
bagi pengguna pelayanan (siswa, orang tua dan masyarakat sekitar) untuk menyampaikan masukan, keluhan dan saran guna peningkatan pelayanan sekolah, melalui survey pengaduan ataupun kotak saran yang tersedia
• Proses penyusunan dokumen perencanaan
sekolah secara partisipatif, antara pihak sekolah bersama multi stakeholder sekolah
• Memberikan informasi yang memadai bagi multi
stakeholder sekolah tentang perencanaan, penganggaran, dan pendanaan sekolah, termasuk pelaporan keuangannya dan informasi penting lainnya sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas sekolah.
• Pemerintah Daerah – SKPD terkait lebih
aktif dalam mendukung upaya peningkatan pelayanan di sekolah
• Adanya mekanisme monitoring implementasi
MBS Berorientasi pelayanan public oleh multi stakeholder forum (MSF)
• Adanya jurnalis warga yang aktif dalam
mempu-blikasi kan praktek baik, keluhan dan saran untuk mendukung peningkatan pelayanan public.
Flowchart berikut menunjukkan proses MBS Berorientasi Pelayanan Publik yang melibatkan sisi penyedia dan pengguna pelayanan.
(39)
DASAR HUKUM MBS
BERORIENTASI PELAYANAN
PUBLIK
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, 9. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
Tentang Guru;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 jo. Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
12. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;
13. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan;
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; sebagaimana diubah dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006; 15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualitas Akademik Guru;
17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan;
18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan;
19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTS dan SMA/ MA;
20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses; 21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
(40)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota; 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
48 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010 s.d. 2014;
24. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar.
25. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Peningkatan Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat
2. TUJUAN MBS BERORIENTASI
PELAYANAN PUBLIK
MBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian
leksibelitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rinci, MBS Berorientasi Pelayanan Publik ini bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan kemandirian,
leksibilitas partisipasi, keterbukaan, kerjasama,
akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia;
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
c. Meningkatkan kapasitas sekolah dan multi stakeholder sekolah dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran sekolah yang lebih baik sesuai dengan kondisi sekolah saat ini, hasil survei pengaduan serta target capaian yang diharapkan;
d. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
e. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan dan kualitas pelayanan pendidikan yang akan dicapai.
3. PRINSIP MBS BERORIENTASI
PELAYANAN PUBLIK
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1) menyatakan bahwa, “Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan prinsip keadilan, eisiensi, transparansi,
dan akuntabilitas publik”. Sejalan dengan amanat tersebut, Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”.
(41)
Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip MBS meliputi: (1) kemandirian, (2) keadilan, (3) keterbukaan, (4) kemitraan, (5) partisipatif, (6)
eisiensi, dan (7) akuntabilitas. Ketujuh prinsip
tersebut disingkat dengan K4 PEA.
1. Kemandirian
Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola sumberdaya dan mengatur kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah sesuai peraturan perundangan. Kemandirian sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, demokratis, mobilisasi sumberdaya, berkomunikasi yang efektif, memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif terhadap inovasi pendidikan, bersinergi, kolaborasi, dan memenuhi kebutuhan sekolah sendiri.
2. Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya sekolah, dan dalam pembagian sumber daya untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah. Sumber daya manusia yang terlibat, baik warga sekolah maupun pemangku kepentingan lainnyadiberikan kesempatan yang sama untuk ikut serta memberikan dukungan guna peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitas mereka. Pembagian sumber daya untuk pengelolaan semua
substansi manajemen sekolah dilakukan secara bijaksana untuk mempercepat dan keberlanjutan upaya peningkatan mutu sekolah. Dengan diperlakukan secara adil, maka semua pemangku kepentingan akan memberikan dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.
3. Keterbukaan
Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau transparan, sehingga seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan sumber daya sekolah. Selanjutnya sekolah memperoleh kepercayaan dan dukungan dari pemangku kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumber daya sekolah, untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik merupakan langkah awal dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah.
4. Kemitraan
Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, baik individu, kelompok/organisasi, maupun Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Dalam prinsip kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam posisi sejajar, yang melaksanakan kerjasama saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Keuntungan yang diterima sekolah antara lain meningkatnya
(42)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
kemampuan dan ketrampilan peserta didik, meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sekolah, diperolehnya sumbangan ide untuk pengembangan
sekolah, diperolehnya sumbangan dana untuk peningkatan mutu sekolah, dan terbantunya tugas kepala sekolah dan guru. Keuntungan bagi masyarakat biasanya dirasakan secara tidak langsung, misalnya tersedianya tenaga kerja terdidik, terbinanya anggota masyarakat yang berakhlakul karimah, dan terciptanya tertib sosial. Sekolah bisa menjalin kemitraan, antara lain dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dunia usaha, dunia industri, lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi pemuda, dan organisasi wanita.
5. Partisipatif
Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan pembuatan keputusan. Keikutsertaan mereka dapat dilakukan melalui prosedur formal yaitu komite sekolah, atau keterlibatan pada kegiatan sekolah secara insidental, seperti peringatan hari besar nasional, mendukung keberhasilan lomba antar sekolah, atau pengembangan pembelajaran. Bentuk partisipasi dapat berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis antara lain gagasan tentang pengembangan sekolah.
6. Eisiensi
Eisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan
sumberdaya (dana, sarana prasarana dan
tenaga) sesedikit mungkin dengan harapan
memperoleh hasil seoptimal mungkin. Eisiensi
juga berarti hemat terhadap pemakaian sumberdaya namun tetap dapat mencapai sasaran peningkatan mutu sekolah.
7. Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di sekolah utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam mengelola sumberdaya berdasar pada peraturan perundangan dan dapat mempertangungjawabkan kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku
kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen sekolah.
Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis disertai bukti-bukti
administratif yang sah dan/atau bukti isik
(seperti bangunan gedung, bangku, dan alat-alat laboratorium).
Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah untuk mengambil keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip MBS di sekolah pada dasarnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah boleh menambah prinsip implementasi MBS yang sesuai dengan
karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademis maupun non akademis.
(43)
Beberapa hal yang menjadi prinsip MBS Berorientasi Pelayanan Publik yang difasilitasi oleh Program KINERJA antara lain adalah:
• MBS yang bernuansa kepemerintahan yang baik (goodgovernance);
• Berfokus kepada peningkatan tata kelola pelayanan pendidikan dan mutu pendidikan;
• Perencanaan sekolah didasarkan kondisi eksisting dan kondisi yang diharapkan oleh sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan (SPM, SNP, SPP), dan disusun secara partisipatif;
• Evaluasi Diri Sekolah (EDS) akan bersandingan dengan hasil surveipengaduan yang diperoleh dari pihak pengguna layanan (komite sekolah, orangtua, siswa dan masyarakat sekitar sekolah);
• Adanya maklumat layanan/janji layanan yang merupakan respon atas hasil survei pengaduan yang disepakati antara pihak penyedia layanan dan pengguna layanan;
• Maklumat/janji layanan harus sejalan dengan perencanaan sekolah;
• Transparansi dan akuntabilitas sekolah, baik perencanaan sekolah, laporan keuangan sekolah maupun informasi penting lainnya akan dipublikasikan dengan model yang menarik dan mudah dipahami;
• Adanya Jurnalis Warga sebagai stakeholder
pendidikan yang berperan aktif;
• Pengarusutamaan gender akan menjadi pertimbangan dalam seluruh aspek, perencanaan, implementasi serta evaluasi sekolah;
• Sekolah Mitra MBS dapat berpartisipasi dalam Musrenbang Tingkat Desa/Kelurahan dan Kecamatan.
4. KARAKTERISTIK MBS
BERORIENTASI PELAYANAN
PUBLIK
MBS tidak dapat dipisahkan dengan sekolah efektif. Karakteristik MBS tidak dapat
dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Karakteristik MBS/sekolah efektif, harus dilihat dari tiga aspek yang menyatu, yakni output, proses dan input.
4.1. Output Sekolah
Dilihat dari sesi output, sekolah yang efektif ditandai oleh dua hal, yakni tingginya prestasi akademik dan pretasi non akademik.
Prestasi akademik (academic achievement) meliputi NEM, lomba karya ilmiah, lomba mata pelajaran (IPA, matematika, bahasa
Inggeris, isika) cara-cara berpikir (deduktif,
induktif, nalar, divergen, dsb). Sedangkan prestasi non akademik (non academic achievement) meliputi keingintahuan yang
(44)
LAMPIRAN B -
URAIAN SUBSTANSI
sayang yang tinggi terhadap sesama, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olah raga dan kesenian, kepramukaan dsb.
4.2. Proses
Dilihat dari segi proses, sekolah yang efektif ditandai oleh: (1) proses belajar mengajar (PBM) yang efektif, (2) kepemimpinan sekolah yang kuat, (3) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (4) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (5) memiliki budaya mutu, (6) memiliki team work kompak, cerdas dan dinamis, (7) memiliki kemandirian, (8) partisipasi yang tinggi dari masyarakat, (9) punya keterbukaan, (10) punya kemauan
untuk berubah (psikologis dan isik), (11)
melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (12) responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (13) punya komunikasi yang baik, (14) mempunyai akuntabilitas, dan (15) memiliki serta menjaga
sustainabilitas.
Menekankan pada Tidak sekadar
• Pemberdayaan siswa
• Internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga berfungsi sebagai muatan nurani yang dihayati (ethos) dan dipraktikkan (pathos)
• Memorisasi/recall
• Penekanan pada pengiasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos)
Secara rinci, aspek proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Proses belajar pembelajaran efektif, ialah proses belajar yang:
Belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
2. Kepemimpinan sekolah yang kuat, ialah yang mampu:
• Mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan sumber daya pendidikan.
• Mendorong sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
• Menampilkan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh untuk meningkatkan mutu.
• Memobilisasi sumber sekolah, terutama SDM untuk mencapai tujuan sekolah.
3. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, dengan penjelasan sebagai berikut:
• Lingkungan sekolah secara keseluruhan: Memberikan dukungan penuh terhadap peningkatan mutu.
• Lingkungan kelas: Menimbulkan fun belajar, joy full learning, friendly.
• Suasana sekolah yang menimbulkan desire of knowing, desire of learning dan desire of achievement.
(1)
Anshari, H. AM. 1983. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arlington, V. A. 1985. Evaluating Your School Public Relation Investment. New Jersey: National School Public Relations Association.
Atep Adya Barata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta.
Bahar, Aswandi. 1989. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bonar, S. K. 1993. Hubungan Masyarakat Modern. Jakarta: Rineka Cipta.
Brown, F. J. 1970. Educational Sociology. Tokyo: Prentice Hall Inc. Charles E. Tutk Company.
BSNP. 2006. Pengembangan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Buletin BSNP Vol I/ No. 1/Januari 2006
BSNP. 2006. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan Pendidikan, dan Pembiayaan Pendidikan. Buletin BSNP Vol I/ No. 3/September 2006.
Burhanuddin, E. 1994. Kamus Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Darodji, A. 2006. Pendidikan Tanggung Jawab Bersama, (online), (http://www.sampoernafoundation.org/
content/view/102/103/lang,id/, diakses, Jumat 5 Mei 2006). Daryanto, H. M. 2001. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Penerangan RI. 1983. Himpunan Ketetapan-ketetapan MPR 1983. Surabaya: Sinar Wijaya.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1987. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Bahan Pelatihan Kepala Sekolah.
Ditdikmenum. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Ditjen Binbaga Islam. 2001. Lampiran II Keputusan Direktir Jenderal Binbaga Islam Departemen Agama RI No. F/101/2001 tentang Majelis Madrasah.
(2)
228
www.kinerja.or.idDAFTAR PUSTAKA
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
Berorientasi Pelayanan Publik
Echols, J. M. & Shadily, H. 1987. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: P.T. Gramedia.
Gorton, R. A. 1996. School Administration. Dubuque, Iowa: Wm C. Brown Company Publisher.
Hanaiah, M.J. dkk, 1994. Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi, BKS-PTK. Barat, Depdikbud dan HEDS-USAID-DIKTI-JICA, Medan hal 10-11 dan 35-39.
Hardjosoedarmo, Soewarno, 1996. Total Quality Management, Total Quality Management di Pendidikan Tinggi,
Penerbit Andi Yogyakarta hal 119–125.
Hoy, W. K. & Miskel, C. C. 1987. Educational Administration: Theory, Research & Practices. New York: Random
House.
Idris, Z. 1982. Dasar-dasar Kependidikan. Bandung: Angkasa.
Idrus. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Imron, Ali (Ed). 2005. Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam Instutusi Pendidikan.
Malang: Penerbit UM.
Imron, Ali, et.al. 2007. Panduan Pembentukan Peraturan Daerah Penyelenggaraan Pendidikan Kabupaten Kota. Jakarta: Local Govermnmen Support Program (LGSP) USAID.
Imron, Ali. 1999. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Imron, Ali. 1999. Pengantar Pendidikan. Malang: Proyek OPF IKIP Malang.
Imron, Ali. 2007. Jaminan Layanan Mutu Administrasi di Sekolah. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Administrasi Sekolah pada Staf Administrasi Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang. Imron, Ali. 2008. Manajemen Tingkat Satuan Pendidikan. Malang: Jurusan AP FIP UM.
Indrafachrudi, S. 1994. Bagaimana Mengakrabkan sekolah dengan Orangtua Murid dan Masyarakat. Malang: IKIP Malang.
Instruksi bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. No.170/O/1974 dan No.29 tahun 1974.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah.
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2000. Akuntabilitas dan Good Govermance. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
(3)
Managing Basic Education Project (Indonesia) Kiprah Program MBE, (online),http://mbeproject.net/mbe1010. html), diakses, 10 Oktober 2005).
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Online), (http://www.geocities.com/ pakguruonline/mpmbs1.html, diakses Kamis, 22 Februari 2007).
Masitha, D. 1998. Intensitas Kerjasama Antara Sekolah Dan Orang Tua Menunjang Prestasi Belajar Siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP IKIP MALANG.
PP Nomor 19 2005. 2006. Standar Nasional Pendidikan.. Jakarta: Depdiknas
Ramalia, M. 2001. Etika Pelayanan Masyarakat (Pelanggan): Upaya Membangun Citra Birokrasi Modern.
Bunga Ramapai Wacana Administrasi Publik: Menguak Peluang dan Tantangan Administrasi Publik. Jakarta: Lembaga Administtasi Negara.
Rasyid, R. 1998. Desentralisasi Pembangunan Daerah dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia.
Jakarta: PT Pustaka LP3ES.
Robins, S. P. 1999. Management: Concept and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc. Sahertian, P.A. 1987. Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah. Malang: Arthaguna Corp. Said, C. 1988. Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta: P2LPTK
Soetopo, H, dan Maisyaroh. 1997. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat. Manajemen pendidikan I, (Hal 1-7), Kerjasama antara Direktorat Pendidikan Menengah dan Umum Ditjen Dikdasmen Depdikbud, dengan FIP IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.
Sunaryo. 2005. Swastanisasi Alternatif Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik. Surabaya: Adipura.
Suryosubroto, B. 2001. Humas dalam Dunia Pendidikan: Suatu Pengantar Praktis. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
Thoha, M. 1998. Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Masyarakat dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES.
(4)
230
www.kinerja.or.idDAFTAR PUSTAKA
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
Berorientasi Pelayanan Publik
Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Online)(http://www.ssep.net/director.html,
diakses April 1999).
Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Bandung: Citra Umbara.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang: Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Durat Bahagia. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.
Widjaja, H. A. W. 2002. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
(5)
(6)
USAID - KINERJA
Gedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46
Jakarta, 10210
Phone: +62 21 5702820 Fax: +62 21 5702832 Email: [email protected] www.kinerja.or.id