29 masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; d mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan suatu keadaan atau masalah; e
memiliki sikap untuk menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Susanto 2015: 186 menyatakan pembelajaran matematika merupakan kegiatan belajar mengajar yang diciptakan oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan terhadap materi matematika dengan baik. Pengertian ini mempunyai arti bahwa dalam pembelajaran matematika guru tidak hanya
menyampaikan materi saja, melainkan siswa ikut serta mencari, membangun dan mengembangkan konsep matematika.
2.1.7 Pembelajaran Konvensional
Susanto 2015: 192 menyatakan penerapan pembelajaran konvensional antara lain dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian
tugas atau pekerjaan rumah PR. Kegiatan dalam pembelajaran konvensional yaitu siswa menyimak penjelasan gurunya dalam memberikan contoh soal dan
menyelesaikan soal-soal dipapan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau lembar kerja siswa LKS yang telah disediakan Susanto,
2015: 192. Pembelajaran konvensional tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi sepenuhnya karena pembelajaran tersebut
terpusat kepada guru. Metode yang dominan digunakan dalam pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah.
30 Metode ceramah merupakan penyajian pelajaran oleh guru dengan cara
memberikan penjelasan secara lisan kepada siswa Abimanyu, 2008: 6-3. Proses pembelajarannya berpusat pada guru dan komunikasi berlangsung satu arah. Ciri
metode ceramah yaitu guru berbicara terus menerus di depan kelas, sedangkan siswa hanya mendengarkan saja. Jadi metode ini merupakan bentuk belajar
mengajar satu arah yang berpusat kepada guru Ibrahim dan Suparni, 2012: 102.
2.1.8 Model Pembelajaran Kooperatif
Eggen dan Kauchak 2012: 8 mengemukakan model mengajar merupakan cetakbiru untuk proses belajar mengajar yang memberikan struktur dan arahan
bagi guru. Pengertian ini mempunyai arti bahwa dalam melaksanakan pembelajaran berpedoman kepada model pembelajaran. Hal ini senada dengan
Suprijono 2015: 65 yang mengemukakan model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam merencanakan pembelajaran
di kelas. Lebih lanjut Hosnan 2014: 181 mengemukakan model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis untuk
mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan strategi dan aktivitas prinsip pembelajaran belajar dari pola lama bergeser menuju ke pola baru.
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan sebuah rencana atau kerangka konseptual yang
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
dalam pelaksanaan pembelajaran. Keahlian seorang guru diperlukan dalam
31 memilih model pembelajaran karena dalam pemilihan model pembelajaran
hendaknya disesuaikan dengan karakteristik siswa, materi dan tujuan pembelajaran.
Artz dan Newman 1990 dalam Huda 2014a: 32 mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai “small group of learners working together as a
team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal”. Kelompok kecil pembelajarsiswa yang bekerjasama dalam satu tim untuk
mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama. Pengertian ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
lebih menekankan pada kinerja tim. Tujuan pembelajaran kooperatif tidak hanya pada pemahaman materi saja, tetapi juga untuk mengembangkan kemampuan
kerja sama. Wena 2012: 190 mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah sistem
pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat siswa lain sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar lainnya. Tarim 2009: 235
mengemukakan: Cooperative learning is one example of an instructional
arrangement that can be used to foster active student learning, which is an important dimension of mathematical learning and is
highly endorsed by mathematics educators and researchers. Children can be given tasks to discuss, problems to solve, and goals
to accomplish.
Pengertian di atas mengandung arti pembelajaran kooperatif merupakan salah satu contoh dari pengaturan instruksional yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan keaktifan siswa dalam belajar, yang merupakan dimensi penting
32 dari pembelajaran matematika dan sangat didukung oleh pendidik matematika dan
peneliti. Anak-anak dapat diberikan tugas untuk membahas, untuk memecahkan masalah, dan untuk mencapai tujuan.
Pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik dengan yang membedakan dengan strategi pembelajaran yang lain. Hamruni 2012: 123-5 menyatakan
karakteristik pembelajaran kooperatif terdiri dari: 1 pembelajaran secara tim; 2 didasarkan pada manajemen kooperatif; 3 kemauan untuk bekerja sama dan 4
keterampilan bekerja sama. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran secara tim untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, dalam penerapan
pembelajaran kooperatif memerlukan empat fungsi pokok manajemen yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Setiap
anggota hendaknya mempunyai kemauan untuk bekerja sama dan saling membantu. Kemauan tersebut kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan
kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil yang
maksimal apabila menerapkan unsur-unsur pembelajaran kooperatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Roger dan David 2005 dalam Andayani 2014: 197-9
unsur-unsur pembelajaran kooperatif meliputi : 1 saling ketergantungan positif; 2 interaksi tatap muka; 3 akuntabilitas individual; 4 keterampilan menjalin
hubungan antarpribadi; 5 komunikasi antaranggota; 6 evaluasi proses kelompok.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
33 pengembangan keterampilan sosial Suprijono, 2015: 80. Apabila siswa dapat
berinteraksi dengan teman satu kelompoknya dengan baik maka akan melancarkan penyelesaian kerja dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam beberapa
timkelompok dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda untuk menyelesaikan tugas secara bersama.
2.1.9 Model Pembelajaran Two Stay Two Stray TSTS