Perbedaan Sikap Ilmiah Siswa antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Group Investigation (GI) pada Konsep Fungi
PERBEDAAN SIKAP ILMIAH SISWA ANTARA YANG
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
TERBIMBING DENGAN
GROUP INVESTIGATION
(GI) PADA
KONSEP FUNGI
(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 32 Jakarta) Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Nurhasanah NIM. 1111016100040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
(2)
(3)
(4)
Konsep X'ungi disusun oleh Nurhasanah,
NIM.
1111016100040, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahIakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada tanggal9 Juni 2016
di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Sl
(S.Pd) dalam bidang Pendidikan Biologi.
Jakarta 9 Juni 2016
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
TandaTanganKetua Panitia (Ketua Program Studi)
Dr. Yanti Herlanti. M.Pd
NrP. 19710119 200801 2 010
Penguji
I
Ir.
Mahmud, M. Siresar. M,SiNrP. 19s40310 198803 1 001
Penguji
II
Nenssih Juanengsih. M.Pd
I\IIP. 19790510 200604 2 001
90
-Q'1,olb
At
^?
<a.a(5)
-/At6,/lr4yy-dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap ilmiah siswa antara penggunaan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Group Investigation pada konsep Fungi. Penelitian ini dilakukan di SMAN 32 Jakarta Tahun Pelajaran 2015/1016 dengan metode kuasi eksperimen. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 2 berjumlah 34 orang sebagai kelas eksperimen I (kelas yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing) dan siswa kelas X MIA 3 berjumlah 35 orang sebagai kelas eksperimen II (kelas yang menggunakan pembelajaran group investigation). Instrumen penelitian berupa angket, lembar observasi, dan penilaian teman sejawat. Analisis data kedua kelompok menggunakan uji-t pada taraf signifikan 0,05, diperoleh thitung lebih kecil dari ttabel yaitu 0,999 <
1,996. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan group investigation pada konsep fungi.
(6)
Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic Unversity Jakarta.
The aim of this research study is determine the differences of student's scientific attitude between using guided inquiry model and group investigation model. This research was conducted at SMAN 32 Jakarta academic year 2015/2016 with a quasi experimental method. Sampling in this study was simple random sampling technique. The sample were class X MIA 2 with 34 student as the first experimental class (class using guided inquiry model) and X MIA 3 with 35 student as the second experimental class (class using group investigation model). The Research Instruments form of questionnaires, observation sheets , and peer assessment friend. Data analysis the two group was t test at the 0.05 level of signification, the result is tcount < ttable or 0.999 < 1.996. This suggest that there were no differences of student's scientific attitude between using guided inquiry model and group investigation model on the concept of fungi.
(7)
dengan judul Perbedaan Sikap Ilmiah Siswa antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Group Investigation (GI) pada Konsep Fungi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Yanti Herlanti, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd., Dosen pembimbing I dan Meiry Fadilah Noor, M.Si., Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Zulfiani, M.Pd., Dosen pembimbing akademik pendidikan biologi A 2011 yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk menyelesaikan penelitian ini.
7. Ibu Dra. Sri Rahmina Utami, Kons., Kepala Sekolah SMA Negeri 32 Jakarta yang telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian ini dan Ibu Dwi
(8)
9. Kedua orang tua tercinta, Buyah (Yunus Hasan) dan Mimi (Nahlah, S.Pd) serta abang (Nurmansyah) yang selalu mendoakan serta memberikan motivasi kepada penulis.
10. Suamiku tercinta, Dian Heryanto, S.Kom., yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil, do'a, dan motivasi bagi penulis.
11. Kawan-kawanku Amazing nenek, Rika Herlianisa Fitri, Qorina Oktaviani, Tri Dewi Putri, Isti Anggraini, Achla Ilfana, dan Andini Puji Lestari yang selalu memberikan semangat dan bantuan dari awal semester sampai penelitian.
12. Seluruh kawan-kawan Pendidikan Biologi 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih selalu memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis mengucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan penulis khususnya
Jakarta, Mei 2016
(9)
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...iii
ABSTRAK ...iv
ABSTRACT ...v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi Masalah ...5
C. Pembatasan Masalah...5
D. Rumusan Masalah ...6
E. Tujuan dan Mnfaat Penelitian ...6
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teoritis ...8
1. Model Pembelajaran Inkuiri ...8
2. Pembelajaran Kooperatif ...17
3. Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation ...21
4. Sikap Ilmiah ...26
5. Tinjauan Konsep Fungi ...29
B. Hasil Penelitian yang Relevan ...31
(10)
B. Metode dan Desain Penelitian ...35
C. Populasi dan Sampel Penelitian ...36
D. Teknik Pengumpulan Data ...37
E. Instrumen Penelitian ...37
F. Kontrol terhadap Validitas Internal...41
G. Teknik Analisis Data ...43
H. Hipotesis Statistik ...47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...48
1. Data Sikap Ilmiah Berdasarkan Angket, Lembar Observasi, dan Penilaian Teman Sejawat Kelompok Eksperimen I dan II ...48
2. Data Hasil Lembar Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen I dan II ...50
B. Analisis Data ...54
1. Uji Normalitas ...54
2. Uji Homogenitas ...55
3. Uji Hipotesis ...56
C. Pembahasan Hasil Penelitian ...56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...63
B. Saran ...63
DAFTAR PUSTAKA ...65
(11)
Tabel 2.3 Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah ... 28
Tabel 2.4 KI dan KD Konsep Fungi ... 29
Tabel 3.1 Desain Penelitian... 36
Tebel 3.2 Kisi-kisi Angket Sikap Ilmiah... 38
Tabel 3.3 Kisi-kisi Lembar Observasi Sikap Ilmiah Peserta Didik ... 39
Tabel 3.4 Kisi-kisi Penilaian Teman Sejawat Sikap Ilmiah Peserta Didik ... 40
Tabel 3.5 Skor Item Skala Likert ... 44
Tabel 4.1 Data Sikap Ilmiah Berdasarkan Angket, Lembar Observasi, dan Penilaian Teman Sejawat Kelompok Eksperimen I dan II ... 48
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Sikap Ilmiah Siswa ... 49
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Hasil Angket Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen I dan II ... 54
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Hasil Angket Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen I dan II ... 55
(12)
Lembar Observasi, dan Penilaian Teman Sejawat Kelompok Eksperimen I dan II ... 52 Gambar 4.3 Diagram Persentase Rata-rata Sikap Ilmiah Siswa Berdasarkan Angket,
(13)
Lampiran 3. LKS Kelas Eksperimen I ... .180
Lampiran 4. LKS Kelas Eksperimen II ... 205
Lampiran 5. Kisi-kisi Angket Sikap Ilmiah ... 226
Lampiran 6. Instrumen Angket Sikap Ilmiah ... 227
Lampiran 7. Instrumen Lembar Observasi Sikap Ilmiah ... 230
Lampiran 8. Rubrik Penilaian Lembar Observasi Sikap Ilmiah ... 231
Lampiran 9. Instrumen Penilaian Teman Sejawat ... 234
Lampiran 10. Validitas Angket Sikap Ilmiah ... 236
Lampiran 11. Reliabilitas Angket Sikap Ilmiah ... 237
Lampiran 12. Data Hasil Angket Sikap Ilmiah ... 238
Lampiran 13. Data Hasil Lembar Observasi Sikap Ilmiah ... 242
Lampiran 14. Data Hasil Penilaian Teman Sejawat... 244
Lampiran 15. Uji Normalitas Angket Sikap Ilmiah ... 246
Lampiran 16. Uji Homogenitas Angket Sikap Ilmiah ... 255
Lampiran 17. Uji Hipotesis Angket Sikap Ilmiah ... 256
Lampiran 18. Lembar Wawancara Guru ... 258
Lampiran 19. Lembar Wawancara Siswa ... 259
Lampiran 20. Hasil Rekapitulasi Sikap Ilmiah ... 260
Lampiran 21. Nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 262
(14)
(15)
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini telah diterapkan kurikulum baru sebagai inovasi untuk memajukan pendidikan nasional yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, dan afektif diintegrasikan pada sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Pengembangan kurikulum dengan intergrasi tersebut dipusatkan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik yang didemonstrasikan peserta didik sebagai bentuk pemahaman konsep yang dipelajari secara kontekstual.1
Pembelajaran yang berkualitas dirancang guru dalam bentuk pemecahan masalah yang berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik. Dengan suatu permasalahan melatih peserta didik untuk belajar mandiri dalam memecahkan masalah sehingga pembelajaran teacher oriented mengubah ke arah student oriented.2 Proses pembelajaran ini dilaksanakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang agar peserta didik berpartisipasi secara aktif. Keaktifan peserta didik untuk meningkatkan kualitas diri peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi:3
"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".
1
E. Mulyasa, Pengembangan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h. 65
2
Budi Darmo, Pengaruh Problem Base Learning (PBL) dan Sikap Ilmiah terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta didik SMA, Prosiding Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta, 2014. h. 239
3
Undang-undang Republik Indonesia, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2003)
(16)
Kualitas diri peserta didik memberikan suatu karakter, karakter tersebut dapat dimunculkan dengan sikap ilmiah. Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap atau nilai-nilai yang muncul dari dalam diri yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku terhadap suatu objek yang dilakukan secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Sikap-sikap tersebut sangat berpengaruh terhadap meningkatnya pencapaian siswa dalam bidang IPA.4 Sikap ilmiah sangat bermakna dalam interaksi sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Apabila sikap ilmiah telah terbentuk dalam diri peserta didik maka akan terwujudlah suri tauladan yang baik bagi peserta didik, baik dalam melakukan penyelidikan atau berinteraksi dengan masyarakat. Aspek-aspek sikap ilmiah ini meliputi rasa ingin tahu, jujur, objektif, terbuka, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Seseorang yang memiliki sikap ilmiah yang tinggi dimungkinkan seseorang tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk menggali informasi yang lebih dalam mengenai suatu hal, dengan begitu pengetahuan seseorang juga akan bertambah.5
Sikap ilmiah peserta didik dapat dikembangkan dengan teknik pembelajaran yang mendorong peserta didik menggali pengetahuannya secara aktif dan mandiri. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu menggunakan pembelajaran berdasarkan pendekatan konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna.6 Model pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan peserta didik pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi serta dapat menumbuhkan sikap ilmiah.
4
I M. Widya Astawa, W. Sadia, dan W. Suastra, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Sikap Ilmiah dan Konsep Diri Siswa SMP, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan IPA, Vol. 5, 2015. h. 3
5
Wahyuning Lestari, dkk. Pembelajaran Kimia Melalui Pendekatan Contektual Teaching and Learning (CTL) dengan Metode Praktikum yang Dilengkapi dengan Lembar Kerja Peserta didik (LKS) dan Diagram Vee Ditinjau dari Sikap Ilmiah Peserta didik, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 1, 2012, h. 108-109
6
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 75.
(17)
Prinsip strategi pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan stimulasi berupa pertanyaan-pertanyaan bersifat membimbing untuk memancing keingintahuan peserta didik sebelum mempelajari suatu subjek serta menyiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan mendiskusikannya secara kelompok, sehingga peserta didik tidak hanya mampu mendapatkan suatu konsep dengan membangun pengetahuannya sendiri tetapi juga berinteraksi dengan guru maupun dengan peserta didik lain melalui kerja kelompok. Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan meningkatkan hasil belajar peserta didik.7
Selain dengan belajar secara inkuiri terbimbing, pembelajaran dengan Group Investigation dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami sendiri aktivitas dan pengalaman dalam belajar sains secara nyata. Peserta didik dapat memperoleh informasi dengan mengkonstruksi sendiri dari data-data yang didapatkan. Selain itu, dalam pembelajaran Group Investigation peserta didik melakukan penyelidikan seperti ilmuwan. Peserta didik melakukan penyelidikan seperti ilmuan dengan memilih topik sebelumnya, dan memperoleh kesimpulan dari penyelidikan tersebut, hasil yang didapat dari peserta didik dikritisi dan dievaluasi. Dengan aktivitas penyelidikan sains secara nyata melatih peserta didik tekun, bersikap ingin tahu dalam mencari informasi serta jujur dalam mengolah data dan terbuka dalam menerima pendapat orang lain agar mendapatkan informasi sevalid mungkin.8
Model pembelajaran inquiry dan group investigation menekankan pada belajar konstruktivisme dan memiliki kesamaan dalam kegiatan pembelajaran bersifat
7
Mariani Natalina, Yustini Yusuf dan Ermadianti, Penerapan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Biologi Peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 14 Pekanbaru Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Biogenesis, Vol. 9, 2013, h.30
8
Istikomah, Hendratto, dan Bambang. Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Peserta Didik, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 6, 2010, h. 42
(18)
student centered, serta peserta didik bekerja secara kooperatif dalam sebuah kelompok (group). Peserta didik menemukan sendiri informasi dan bekerja memecahkan masalah. Walaupun ada kesamaan, namun secara spesifik kedua pembelajaran tersebut memiliki perbedaan dalam tingkat kemandiriannya. Pada pembelajaran inquiry, guru hanya terlibat dalam mengajukan permasalahan, peserta didik menentukan proses dan penyelesaian masalah. Pada pembelajaran group investigation, guru hanya memaparkan permasalahan utama, peserta didik hanya memilih topik, menentukan proses dan penyelasaian, dan mempresentasikan hasil. Perbedaan tingkat kemandirian peserta didik dalam proses belajar ini dimungkinkan akan mempengaruhi sikap ilmiah yang dihasilkannya.
Proses pembelajaran yang telah dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) wilayah Jakarta Selatan (SMAN 32 Jakarta Selatan) telah melibatkan peserta didik secara aktif. Hasil wawancara di sekolah tersebut menunjukkan pembelajaran dilaksanakan dengan metode diskusi dan praktikum. Diskusi yang dilakukan untuk melibatkan peserta didik secara aktif adalah dengan presentasi. Metode diskusi dan praktikum yang sering digunakan adalah model discovery.9 Namun, penilaian yang dilakukan di SMAN 32 Jakarta Selatan hanya sekedar pemahaman konsep (kognitif) dan keterampilan (praktik). Padahal kurikulum yang diterapkan di sekolah tersebut adalah kurikulum 2013 yang menuntut penilaian secara autentik berupa sikap, pengetahuan, dan keterampilan.10 Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa dimensi sikap merupakan tujuan dari pendidikan nasional yang terpenting untuk diperhatikan salah satunya adalah sikap ilmiah.
Konsep Fungi ini merupakan konsep yang sangat konkret, yang mana dalam kompetensi dasarnya menekankan peserta didik untuk mendeskripsikan ciri-ciri, jenis-jenis jamur, reproduksi jamur berdasarkan hasil pengamatan, percobaan dan kajian literature serta peranannya bagi kehidupan. Tetapi, berdasarkan hasil
9
Lampiran 21
10
Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan RI, 2013), h. 3
(19)
wawancara kegiatan belajar mengajar di SMAN 32 Jakarta Selatan, konsep Fungi hanya diajarkan dengan metode presentasi dan diskusi saja untuk mengejar ketuntasan materi dan mengukur kognitif peserta didik. Sejauh ini belum banyak penelitian membedakan sikap ilmiah antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan Group Investigation (GI) yang disertai dengan pembagian instrumen pada ranah sikap. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Perbedaan Sikap Ilmiah Siswa antara yang menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Group Investigation (GI) pada Konsep Fungi"
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang terdapat pada SMAN 32 Jakarta Selatan sebagai berikut:
1. Penilaian setelah proses belajar umumnya lebih kepada penilaian kognitif dan keterampilan yang meniadakan pengukuran sikap, khususnya sikap ilmiah
2. Konsep Fungi sebagian besar diajarkan dengan cara presentasi dan diskusi kelompok
3. Proses pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik sebagian besar dilakukan dengan presentasi dan model discovery.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian yang dilakukan mengarah pada tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, peneliti membatasi penelitian sebagai beriku:
1. Langkah-langkah model pembelajaran Inkuiri terbimbing yang digunakan mengacu pada teori yang dicetuskan oleh Wina Sanjaya. Sedangkan model pembelajaran Group Investigation (GI) yang digunakan mengacu pada teori yang dicetuskan oleh Robert E Slavin.
(20)
2. Dimensi dan Indikator sikap ilmiah yang digunakan mengacu pada Herson Anwar yang meliputi aspek rasa ingin tahu, berpikir terbuka dan kerjasama, respek terhadap data dan fakta, berpikir kritis, ketekunan, dan peka terhadap lingkungan sekitar.
3. Media pendukung dalam proses pembelajaran menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikaitkan dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Group Investigation (GI). Pada LKS Inkuiri Terbimbing dan GI memuat artikel sebagai sumber informasi siswa.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah sikap ilmiah peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing lebih tinggi dari peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Group Investigation (GI)?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan sikap ilmiah peserta didik antara penggunaan model pembelajaran Inkuiri terbimbing dengan Group Investigation (GI).
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Peneliti, sebagai khasanah pengetahuan dalam mengembangkan pemanfaatan model pembelajaran Inkuiri terbimbing dengan Group Investigasi (GI) dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik pada konsep Fungi.
b. Dunia pendidikan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran alternatif yang
(21)
tepat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga mencapai tujuan Kegiatan Belajar Mengajar dan Standar Kelulusan yang diharapkan.
(22)
A. Kajian Teoretis
Setiap guru dapat menggunakan model pembelajaran yang berbeda, model pembelajaran yang dipilih tentunya harus sesuai dengan tujuan kelas, dan karakteristik peserta didik. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation. Dengan kedua model pembelajaran tersebut diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik.
Dalam kajian teoretis ini akan dipaparkan mengenai model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation serta sikap ilmiah.
1. Model Pembelajaran Inkuiri a. Pengertian inkuiri
Kata inkuiri berasal dari bahasa Inggris, Inquiry yang berarti penyelidikan, pertanyaan, pemeriksaan, permintaan keterangan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari dan memahami informasi. Inkuiri mempresentasikan sebuah proses yang rutin peneliti dilakukan dalam melakukan penelitian. Inkuiri sebagai metode bagi para peserta didik untuk mempelajari materi dan keterampilan dalam ilmu ilmu alam (science). Strategi ini merupakan aplikasi pembelajaran konstruktivisme yang didasarkan pada observasi dan studi ilmiah.1
Salah satu prinsip utama inkuiri, yaitu peserta didik dapat mengkonstruk pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Dalam
1
Nuryana Purwaning Rahayu, Pengaruh Strategi Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Keterampilan Observasi Siswa Kelas X SMA Negeri Kebakkramat, Jurnal Skripsi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012, h.2
(23)
proses belajar mengajar, inkuiri digunakan sebagai metode pengajaran yang memungkinkan peserta didik berperan dalam suatu penyelidikan (investigasi) yang dilakukan saat pembelajaran.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Ketiga, mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.2
Menurut Hosnan, "pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan, pembelajaran inkuiri juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein, yang berarti saya menemukan."3 Sedangkan Ridwan Abdullah Sani menjelaskan bahwa, "pembelajaran berbasis inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru."4
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri adalah suatu strategi yang membutuhkan peserta didik menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah. Serta melibatkan peserta didik dalam merumuskan
2
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media,2006), h. 196-197
3
M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), h. 341
4
Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2014), h. 88
(24)
pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru.
b. Fungsi Metode Inkuiri
Inkuiri memiliki beberapa fungsi. Fungsi metode inkuiri, yaitu membangun komitmen (commitment bulding) peserta didik untuk belajar yang dilakukan dengan keterlibatan, kesungguhan, dan loyalitas terhadap mencari dan menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran. Membangun sikap aktif, kreatif, dan inofatif dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Membangun sikap percaya diri (self confidence) dan terbuka (openess) terhadap hasil temuan.5
c. Macam-macam Inkuiri
Pendekatan inkuiri dapat dibedakan menjadi inkuiri terbimbing (guided inquiri), inkuiri terbuka (open ended inquiry), inkuiri gabungan, dan inkuiri terstruktur.6 Inkuiri terbuka dapat didefinisikan sebagai sebuah pendekatan berbasis student-centered yang dimulai dengan pertanyaan yang diajukan peserta didik kemudian diikuti oleh perancangan yang dilakukan oleh peserta didik, selanjutnya mengadakan sebuah investigasi atau eksperimen dan berakhir dengan mengkomunikasikan hasilnya.
Pada pembelajaran inkuiri terbimbing, guru membantu peserta didik mengembangkan penyelidikan investigasi di ruang kelas. Biasanya, guru memilih pertanyaan untuk investigasi. Ketika peserta didik harus mempelajari tentang fenomena yang lebih kompleks yang tidak dapat diinvestigasi secara langsung di ruang kelas, guru dapat menyediakan data ilmiah dari berbagai sumber untuk digunakan dalam investigasi.
5
Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 78
6
Lisa Martin-Hansen. ”Defining Inquiry” dalam The Science Teacher diambil dari http://people.uncw.edu/kubaskod/SEC_406_506/Classes/Class_3_Inquiry/DefiningInquiry.pdf diakses tanggal 18 Maret 2015 pukul 21:03:23, h. 35
(25)
Inkuiri gabungan merupakan kombinasi dari investigasi inkuiri terbimbing dengan inkuiri terbuka. Pada pembelajaran inkuiri terstruktur, biasanya hasil pembelajaran peserta didik dimana peserta didik hanya mengikuti arahan atau petunjuk dari guru. Terkadang pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam kelas, namun keterlibatan peserta didik dalam mengerjakan tugas menjadi terbatas karena harus mengikuti instruksi dari guru.
d. Pengertian Model Pembelajaran Guided Inquiry
Model pembelajaran guided inquiry adalah model pembelajaran inkuiri dimana guru menyampaikan permasalahan dan prosedur penyelidikan, sedangkan peserta didik menentukan proses dan menyimpulkan hasil penyelidikan. Qurrota menjelaskan bahwa "model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah salah satu jenis inkuiri dimana menyelidiki pertanyaan atau rumusan masalah yang disajikan guru dengan menggunakan prosedur yang dirancang peserta didik sendiri."7 Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang menekankan dalam proses penemuan konsep dan mengembangkan cara metode ilmiah serta menempatkan peserta didik lebih banyak belajar sendiri atau kelompok untuk memecahkan masalah.8 Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model yang tepat digunakan karena model pembelajaran ini peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran baik dengan observasi lingkungan maupun eksperimen.9 Pada pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik.
7 Qurrota A'yun, Novi Ratna Dewi, Sudarmin. Efektivitas Model Think Pair Square (TPS) Berbasis Inquiry pada Tema Sistem Transportasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Sikap Ilmiah Peserta didik, Jurnal Pendidikan IPA, Vol. 4, 2015, h. 974
8
Juli Sukimarwati, Widha Sunarno, Sugiyarto. Pembelajaran Biologi dengan Guided Inquiry Model Menggunakan LKS Terbimbing dan LKS Bebas Termodifikasi Ditinjau Dari Kreativitas dan Motivasi Berprestasi Peserta didik. Jurnal BIOEDUKASI, Vol. 6, 2013, h. 4
9
Siska Nugraheni Margiastuti, Parmin, Stephani Diah Pamelasari, Penerapan Model Guided Inquiry Terhadap Sikap Ilmiah dan Pemahaman Konsep Peserta didik pada Tema Ekosistem, Jurnal Pendidikan IPA Unnes, Vol. 4, 2015, h. 1042
(26)
Dari ketiga pendapat yang telah dipaparkan maka inkuiri terbimbing dapat diartikan sebagai salah satu model pembelajaran berbasis inkuiri yang penyajian masalah, pertanyaan dan materi atau bahan penunjang ditentukan oleh guru. Masalah dan pertanyaan ini yang mendorong peserta didik melakukan penyelidikan untuk menentukan jawaban. Kegiatan peserta didik dalam pembelajaran ini adalah mengumpulkan data dari masalah yang ditentukan guru, membuat hipotesis, melakukan penyelidikan, menganalisis hasil, membuat kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan.
e. Tahapan Pelaksanaan Inkuiri Terbimbing
Trianto mengungkapkan secara ringkas kegiatan guru dan peserta didik selama proses pembelajaran inkuiri dapat dijabarkan sebagai berikut.10
Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Inkuiri
Fase Perilaku Guru
Menyajikan pertanyaan atau masalah Guru membimbing peserta didik mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi peserta didik dalam kelompok.
Membuat hipotesis Guru memberikan percobaan kepada peserta didik untuk memberikan pendapat dalam bentuk hipotesis. Guru membimbing peserta didik dalam menentukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan
memproiritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing peserta didik menyususn langkah-langkah percobaan.
10
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 172
(27)
Fase Perilaku Guru
Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
Guru membimbing peserta didik mendapatkan informasi melalui percobaan
Mengumpulkan dan menganalisis data Guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul Membuat kesimpulan Guru membimbing peserta didik dalam
membuat kesimpulan
Menurut David M. Hanson dan Richard S. Moog langkah kegiatan inkuiri terbimbing terdiri dari beberapa tahapan.11 Tahap pertama adalah orientasi, yaitu menyiapkan peserta didik untuk belajar. Orientasi memberikan motivasi untuk beraktivitas, menciptakan minat, membangkitkan keingintahuan, dan membuat hubungan dengan pengetahuan sebelumnya. Pengenalan terhadap tujuan pembelajaran dan kriteria keberhasilan memfokuskan peserta didik untuk menghadapi persoalan penting dan menentukan tingkat penguasaan yang diharapkan. Tahap kedua adalah eksplorasi, pada tahap eksplorasi peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengadakan observasi, mendesain, eksperimen, mengumpulkan, menguji, dan menganalisis data, menyelidiki hubungan serta mengemukakan pertanyaan dan menguji hipotesis. Tahap ketiga adalah pembentukan konsep. Sebagai hasil eksplorasi, konsep ditemukan, dikenalkan, dan dibentuk. Pemahaman konseptual dikembangkan oleh keterlibatan peserta didik dalam penemuan, bukan penyampaian informasi melalui naskah atau ceramah.
Tahap keempat adalah aplikasi, aplikasi melibatkan penggunaan pengetahuan baru dalam latihan, masalah, dan situasi penelitian lain. Latihan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk membentuk kepercayaan diri pada situasi yang sederhana dan konteks yang akrab. Pemahaman dan pembelajaran yang sebenarnya
11
Richard S. Moog dan David M. Hanson. Process Oriented Guided Inquiry Learning: POGIL and the POGIL Project. diambil dari https://journals.iupui.edu/index.php/muj/article/viewFile /20287/1988 diakses pada tanggal 22 Maret 2016 pukul 15:33, h. 44
(28)
diperlihatkan pada permasalahan yang mengharuskan peserta didik untuk mentransfer pengetahuan baru kedalam konteks yang tidak akrab, memadukannya pada cara yang baru dan berbeda untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dunia. Tahap kelima adalah penutup, setiap kegiatan diakhiri dengan membuat validasi terhadap hasil yang mereka dapatkan, refleksi terhadap apa yang telah mereka pelajari dan menilai penampilan mereka.
Menurut Made Wena, model pembelajaran inkuiri biologi terdiri atas empat tahap.12 Tahap Pertama investigasi, peserta didik diharapkan pada permasalahan yang perlu dikaji dan guru merancang bahan ajar yang mampu mendorong peserta didik untuk mengkaji lebih lanjut. Tahap kedua penentuan masalah, peserta didik didorong untuk mampu memetakan permasalahan yang ada. Ketiga identifikasi masalah, peserta didik melakukan identifikasi dan memverifikasi permasalahan, mengembangkan hipotesis, mencari alternatif pemecahan masalah, dan mengembangkan kesimpulan sementara. Keempat penyimpulan/penyelesaian masalah, peserta didik harus mampu menyimpulkan pemecahan masalah yang paling tepat untuk menyelesaikan soal yang ada.
Tahapan pembelajaran inkuiri lainnya juga diungkapkan oleh Wina Sanjaya. Wina Sanjaya menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti 6 tahapan.13 Tahap pertama adalah orientasi. Pada tahap ini guru merangsang dan mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan
12
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h, 68
13
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 201
(29)
merumuskan kesimpulan. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
Tahap kedua adalah merumuskan masalah. Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang peserta didik untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabanya, dan peserta didik didorong untuk mencari jawaban yang tepat.
Tahap ketiga adalah merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
Tahap keempat adalah mengumpulkan data. Menggumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
Tahap kelima menguji hipotesis. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argument, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tahap keenam adalah merumuskan kesimpulan. Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian
(30)
hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan.
Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dipaparkan, peneliti menggunakan sintaks inkuiri menurut Wina Sanjaya yang lebih kompleks dan sesuai dengan indikator yang digunakan untuk menilai sikap ilmiah peserta didik. Pada tahapan orientasi, sikap ilmiah peserta didik yang muncul seperti berpikir terbuka dan kerja sama. Pada saat merumuskan masalah peserta didik dibawa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang peserta didik untuk memecahkan teka-teki itu yang akan menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik. Pada tahap merumuskan hipotesis sikap imiah yang dapat dinilai adalah berpikir kritis, dan rasa ingin tahu. Pada tahap mengumpulkan data membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya jadi sikap ilmiah yang akan muncul pada tahapan ini seperti tekun dan respek terhadap data dan fakta. Sedangkan pada tahapan menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan sikap ilmiah yang diharapkan muncul yaitu berpikir kritis dan respek terhadap data. Hal ini karena pada tahapan menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan dapat mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argument, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Setiap model pembelajaran yang digunakan pasti mempunyai keunggulan serta kelemahan masing-masing. Dalam hal ini Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) memiliki beberapa keunggulan.14 Pertama, membantu peserta didik untuk mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif. Kedua, peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya. Ketiga, dapat membangkitkan
14
Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: Refika Aditama, 2012), h.79
(31)
motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk belajar lebih giat lagi. Keempat, memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing. Kelima, memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan peran guru yang sangat terbatas.
Selain memiliki kelebihan, Inkuiri juga mempunyai beberapa kekurangan.15 Pertama, inkuiri memerlukan jumlah jam pelajaran kelas yang banyak dan juga waktu di luar kelas dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya. Kedua, inkuiri memerlukan proses mental yang berbeda, seperti perangkat analitik dan kognitik. Hal ini mungkin kurang berguna untuk semua bidang pembelajaran. Ketiga, inkuiri dapat berbahaya bila dikaitkan dengan beberapa problema inkuiri terutama isu-isu controversial. Keempat, Peserta didik lebih menyukai pendekatan bab per bab yang tradisional. Kelima, inkuiri sulit untuk dievaluasi dengan menggunakan tes prestasi tradisional, misalnya, bagaimana anda mengevaluasi proses pemikiran yang digunakan oleh peserta didik ketika mereka sedang mengerjakan program-program inkuiri?.
2. Pembelajaran Kooperatif
a. Definisi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ngalimun dalam bukunya mengatakan bahwa, "pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen."16 Heterogen maksudnya adalah peserta didik berada dalam kelompok kecil dengan peserta didik yang memiliki tingkat keahlian berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan
15
Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), h. 41
16
(32)
pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).17 Selain itu, pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.18 Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan.19
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran di dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang, dengan tingkat keahlian yang berbeda serta memiliki keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya demi mencapai tujuan pembelajaran.
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu peserta didik berkelompok untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas dalam proses pembelajaran, peserta didik saling bergantung secara positif, peserta didik belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 peserta didik, peserta didik menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial, setiap peserta didik secara mandiri bertanggungjawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka.20
Untuk itu dibutuhkan niat para peserta didik dan para anggota kelompoknya untuk bekerja sama yang saling menguntungkan dan saling menguasai materi pembelajaran dan menyadari peran masing-masing serta setiap anggota kelompoknya berhak memberi pandangan atau bertukar ide dalam penyelesaian masalah agar dapat diterima dan dipahami oleh semua peserta didik. Tujuan pembelajaran tidak akan tercapai jika penyelesaiannya hanya dilakukan oleh seorang peserta didik saja.
17
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),h. 130
18
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), h. 204
19
Ibid, h. 205
20
(33)
c. Tujuan dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tujuan, diantaranya meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik, dapat menciptakan kerjasama yang baik dengan kelompoknya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang sehingga dapat menghargai pendapat orang, berbagi tugas dan kerjasama dalam kelompok. selain itu pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, memancing rasa ingin tahu peserta didik, memotivasi peserta didik menjelaskan ide atau pendapat.21
Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.22
Jadi, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, perbedaan terhadap individu, dan pengembangan keterampilan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas akademis penting lainnya. Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk menerima secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
d. Keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi peserta didik juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja
21
Abdul Majid, op.cit., h. 175
22
(34)
dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut meliputi keterampilan tingkat awal, keterampilan tingkat menengah dan keterampilan tingkat mahir.23
Keterampilan tingkat awal, pada keterampilan tingkat awal meliputi menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagai tugas, berada dalam kelompok, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, mengundang orang lain, menyelesaikan tugas pada waktunya, menghormati perbedaan individu. Keterampilan tingkat menengah, meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan. Keterampilan tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi
e. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif memiliki 6 fase atau langkah utama. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi peserta didik untuk belajar. Fase ini diikuti peserta didik dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat peserta didik bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran koperatif dirangkum pada Tabel 2.2 berikut ini.24
23
Trianto, Mendesain Model Pembealjaran Inovatif –Progresif, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 64
24
(35)
Tabel 2.2 Fase Pembelajaran Koperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi peserta didik belajar
Fase 2:
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3:
Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5: Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara yang baik untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
3. Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation
a. Definisi Pembelajaran Group Investigation (GI)
Strategi Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. secara umum Group Investigation merupakan kelompok yang dibentuk oleh peserta didik itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang dan tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit yang diajarkan kemudian menghasilkan laporan kelompok.25 Group Investigation (GI) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang melibatkan peserta didik sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Pada pembelajaran Group Investigation peserta
25
(36)
didik berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan membangun pengetahuan sendiri dan bertanggungjawab atas hasil pembelajarannya.26
Model pembelajaran Group Investigation merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif, yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang ditugaskan guru.27 Pembelajaran Group Investigation mendorong peserta didik dalam keterlibatan belajar untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan proses kelompok.28
Jadi, Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, contohnya dari buku pelajaran. Pembelajaran ini melibatkan peserta didik sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut para peserta didik untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Model Group Investigation (GI) dapat melatih peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
b. Tahapan Pembelajaran Group Investigation (GI)
Dalam Group investigation para murid bekerja melalui enam tahapan.29 Tahap pertama mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok. Para peserta didik meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. Para peserta didik bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari
26
Brian Aziz Suryadana, Tjiptaning Suprihati, Sri Astutik, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI) Disertai Media Kartu Masalah pada Pembelajaran Fisika di SMA, Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol. 1, 2012, h. 269
27
M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Ghalia Indonesia: Bogor, 2014), h. 258
28
Imas kurniasih, Berlin Sani., Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013 Mamahami Aspek Dalam Kurikulum 2013, (Yogyajarta: Kata Pena, 2014), h. 93
29
Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 218
(37)
topik yang telah mereka pilih. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan peserta didik dan harus bersifat heterogen. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
Tahap kedua merencanakan tugas yang akan dipelajari. Para peserta didik merencanakan bersama mengenai apa yang dipelajari, bagaimana proses mempelajarinya, siapa yang melakukan. Untuk tujuan atau kepentingan apa menginvestigasi topik.
Tahap ketiga melaksanakan investigasi. Para peserta didik mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya. Para peserta didik saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan.
Tahap keempat menyiapkan laporan akhir. Setiap anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
Tahap kelima mempresentasikan laporan akhir. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarannya secara aktif. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.
Tahap keenam evaluasi. Para peserta didik saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka. Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran peserta didik. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
Menurut Ngalimun model pembelajaran tipe group investigation memiliki 9 tahapan, yaitu pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu,
(38)
pengolahan data penyajian hasil investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkembangan peserta didik, umumkan hasil kuis dan berikan reward.30
Sedangkan menurut Imas tahapan pembelajaran pada model pembelajaran group investigation terdiri dari 8 tahapan. Tahapan pertama guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen. Tahapan kedua guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan. Tahapan ketiga guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya. Tahapan keempat masing-masing kelompok membahas matri tugas secara kooperatif dalam kelompoknya. Tahapan kelima masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasan. Tahapan keenam kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya. Tahapan ketujuh guru memberikan penejalasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan, dan tahapan terakhir yaitu evaluasi.31
Ketiga sintaks yang telah dijelaskan, penelitian yang dilakukan menggunakan sintaks dari Robert E. Slavin yang lebih singkat. Hal ini didasarkan atas pertimbangan waktu jam pelajaran biologi dikelas yang tidak terlalu lama (45 menit untuk satu jam pelajaran) dan sesuai dengan indikator sikap ilmiah yang digunakan.
c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Group Investigation (GI)
Model Group investigation memanglah suatu rancangan mengenai pola pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir dengan baik. Namun, metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan model Group investigation yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri kompleks, kegiatan belajar berfokus pada peserta didik sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik,
30
Ngalimun, Muhammad Fauzani, Ahmad Salabi, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016), Edisi Revisi, h. 237
31
(39)
meningkatkan keterampilan sosial dimana peserta didik dilatih untuk bekerja sama dengan peserta didik lain, meningkatkan pengembangan soft skills (kritis, komunikasi, kreatif) dan group process skill (managemen kelompok), menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah, mengembangkan pemahaman peserta didik melalui berbagai kegiatan, mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh sikap untuk lebih mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggungjawab dan merasa berguna untuk orang lain.32
Selain memiliki kelebihan model pembelajaran Group investigation juga memiliki kelemahan , yaitu group investigation tidak ditunjang oleh adanya hasil penelitian yang khusus, proyek-proyek kelompok sering melibatkan siswa-siswa yang mampu, group investigation terkadang memerlukan pengaturan situasi dan kondisi yang berbeda, jenis meteri yang berbeda dan gaya mengajar yang berbeda pula. Kelemahan lainnya adalah keadaan kelas tidak selalu memberikan lingkungan fisik yang baik bagi kelompok dan keberhasilan model Group Investigation bergantung pada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja mandiri.33
Pembelajaran group investigation mendorong peserta didik untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, sebab peserta didik akan banyak melalui proses belajar melalui pembentukan dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Hal yang perlu diperhatikan sebelum memulai kegiatan belajar mengajar menggunakan metode group investigation adalah peranan guru yang ekstra bisa membuat kelas sebaik mungkin. Untuk itu sebelumnya haruslah sudah ada persiapan yang sangat matang agar proses kegiatan belajar-mengajar dengan model Group investigation ini berjalan baik. Group investigation dalam pembelajaran
32
Robert E Slavin, Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice, (USA: Allyn & Bacon, 1995), h. 111
33
Wahyu Wijayanti, Sudarno Herlambang, Mahadi Slamet K, Pengaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mejayan Kabupaten Madiun, diakses dari http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2405E92B2C97 1A74C4C2BDB5B724F6E4.pdf, 2014, h. 2
(40)
kelompok ini dapat membantu peserta didik memenuhi kebutuhan dasar untuk tampak pintar dan kompeten serta kebutuhan merasa terhubung dengan orang lain didalam lingkungan sosial.
4. Sikap Ilmiah
Pendidikan untuk pembelajaran biologi perlu dan dapat dimuati unsur pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah. Sikap yang dikembangkan dalam sains adalah sikap ilmiah. Sikap ilmiah mengandung dua makna, yaitu attitude to scince dan attitude of science. Pertama, mengacu pada sikap terhadap sains, sedangkan yang kedua, mengacu pada sikap yang melekat setelah mempelajari sains.
a. Pengertian Sikap
Istilah sikap (attitude) pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun 1862. Pada saat itu, Herbert mengartikan sikap sebagai status mental seseorang. Tokoh-tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap antara lain Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Mereka mengartikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi dari sebuah perasaan. Menurut Muhibbin Syah, "sikap adalah gejala internal yang berdimensi aktif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan sebagianya baik secara positif maupun negatif."34 Sedangkan Slameto menjelaskan bahwa, "sikap merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan."35 Peserta didik tidak akan berusaha untuk memahami suatu konsep jika dia tidak memiliki kemauan untuk memahami konsep tersebut. Sehingga sikap
34
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 135
35
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 188
(41)
ketertarik peserta didik pada pembelajaran akan menuntun ia untuk mencari tahu lebih banyak mengenai hal yang akan ia pelajari.
Sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, yaitu melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam, melalui imitasi, peniruan dapat terjadi tanpa disengaja, dapat pula dengan sengaja, melalui sugesti, disini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, melalui identifikasi, disini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi/badan tertentu didasari suatu ketertarikan emosional sifatnya.36
b. Pengertian Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah peserta didik adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Sikap ilmiah peserta didik dapat ditingkatkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menggali dan meningkatkan sikap ilmiahnya.37 Sikap ilmiah merupakan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah, menilai ide dan informasi untuk membuat keputusan. Pengambilan keputusan berdasarkan bukti yang telah dikumpulkan dan dievaluasi secara objektif.38
Secara umum, sikap ilmiah dapat diartikan sebagai suatu kesiapan yang kompeks dari seorang individu untuk memperlukan suatu objek (orang, benda, lingkungan, sekolah, dan lain-lain) dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu. Sikap ilmiah diartikan sebagai suatu kecenderungan, kesiapan, kesediaan, seseorang untuk memberikan respon/tanggapan/tingkah laku secara ilmu pengetahuan dan
36
Ibid., h. 189
37
Rina Astuti, Widha Sunarno, Suciati Sudarisman, “Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Menggunakan Metode Eksperimen Bebas Termodifikasi dan Eksperimen Terbimbing Ditinjau dari Sikap Ilmiah dan Motivasi Belajar Peserta Didik”, Jurnal Inkuiri, Vol. 1, 2012, h. 57
38
Dede Persaoran Damanik dan Nurdin Bukit, “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah pada Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training (IT)dan Direct Instruction (DI)”, Jurnal Online Pendidikan Fisika, Vol. 2, 2013, h. 19
(42)
memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan yang telah diakui kebenarannya. Sikap ilmiah merupakan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah, menilai ide dan informasi untuk membuat keputusan. Pengambilan keputusan berdasarkan bukti yang telah dikumpulkan dan dievaluasi secara objektif. Diperlukan juga sikap kritis berdasarkan bukti yang relevan. Orang yang melakukan prosedur ini dikatakan memiliki sikap ilmiah.
Pengukuran sikap ilmiah peserta didik dapat didasarkan pada pengelompokkan sikap sebagai dimensi sikap, selanjutnya dikembangkan indikator-indikator sikap untuk setiap dimensi sehingga memudahkan menyusun butir instrument sikap ilmiah. Dimensi sikap ilmiah dikelompokkan dalam tabel berikut.39
Tabel 2.3 Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah
Dimensi Indikator
Sikap Ingin Tahu Antusias mencari jawaban
Perhatian pada objek yang diamati Antusias pada proses sains
Menanyakan setiap langkah kegiatan Sikap respek terhadap data/
fakta
Objektif/ jujur
Tidak memanipulasi data Tidak berburuksangka
Mengambil keputusan sesuai fakta Tidak mencampur fakta dengan pendapat Sikap berpikir kritis Meragukan temuan teman
Menanyakan setiap perubahan/ hal baru Mengulangi kegiatan yang dilakukan Tidak mengabaikan data meskipun kecil Sikap penemuan dan
kreativitas
Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi Menunjukkan laporan berbeda dengan teman sekelas
Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta Menggunakan alat tidak seperti biasa
Menyarankan percobaan-percobaan baru Menguraikan konklusi baru hasil pengamatan Sikap berpikir terbuka dan
kerja sama
Menghargai pendapat/ temuan orang lain Mau merubah pendapat jika data kurang
39
Herson Anwar, “Penilaian Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains”, Jurnal Pelangi Ilmu, Vol. 2, 2009. h. 108
(43)
Dimensi Indikator
Menerima saran dari teman Tidak merasa selalu benar
Menganggap setiap kesimpulan adalah tentative Berpartisipasi akif dalam kelompok
Sikap ketekunan Melanjutkan meneliti setelah penemuannya hilang Mengulangi percobaan meskipun berakibat
kegagalan
Melengkapi satu kegiatan meskipun teman sekelasnya selesai lebih awal
Sikap peka terhadap lingkungan sekitar
Perhatian terhadap peristiwa sekitar Partisipasi pada kegiatan sosial
Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
Aplikasi pembentukan sikap ilmiah dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran, baik dalam menyampaikan materi, melaksanakan percobaan, dalam menilai hasil percobaan dan prestasi belajar peserta didik. Peneliti menggunakan indikator dan dimensi sikap dari Harson Anwar sebagai acuan dalam penelitian.
5. Tinjauan Konsep Fungi
Konsep Fungi yang dipelajari ditingkat SMA/MA memiliki kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) sebagai berikut:40
Tabel 2.4 KI dan KD Konsep Fungi Kompetensi Inti
KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleransi, damai), santun, responsif, dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
40
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan2013, Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA), tersedia melalui http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/drs-sudarmji-mpd/03-kompetensi-dasar-sma-2013.pdf diunduh pada tanggal 21 maret 2016.
(44)
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural.
KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar
3.6 : Mengelompokkan jenis-jenis jamur berdasarkan ciri-ciri dan peranannya bagi kehidupan melalui percobaan
4.7 : Mengamati berbagai jenis jamur melalui pengamatan langsung atau gambar dan mengelompokkannya berdasarkan ciri atau peranannya bagi kehidupan
Kajian konsep Fungi ditinjau dari tiga buku. Buku kesatu yaitu buku biologi untuk mahasiswa dan peserta didik, buku kedua dan ketiga adalah buku biologi SMA berdasarkan kurikulum 2013. Buku kesatu karangan Campbell, Reece dan Mitchell, dan buku kedua karangan Irnaningtyas, dan buku ketiga karangan Yusa.
Fungi memiliki beberapa definisi ditinjau dari ketiga buku tersebut. Pertama, fungi adalah organisme unik yang umumnya berbeda dari organisme eukariotik lainnya ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi struktural, serta pertumbuhan dan reproduksinya.41 Jamur merupakan organisasi eukariotik, memiliki inti sel, memiliki dinding sel dari kitin, heterotrof, dan berukuran mikroskopis atau makroskopis.42 Jamur merupakan organisme eukariotik berdinding sel, tetapi tidak memiliki pigmen untuk fotosintesis.43
Campbel, Reece dan Mitchell membagi materi Fungi ke dalam empat bahasan. Keempat bahasan itu adalah pengantar fungi, keanekaragaman fungi, dampak ekologis fungi, dan hubungan filogenetik fungi.44 Pengantar fungi menjelaskan pengertian, cara hidup, struktur tubuh dan reproduksi fungi. Keanekaragaman fungi berisi tentang divisi-divisi fungi. Dampak ekologis fungi
41
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mtchell, Biologi, Jilid II, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 185
42
Irnaningtyas, Biologi untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 251
43
Yusa, Manickam Bala Subra Maniam, Aktif dan Kreatif Belajar Biologi 1 untuk kelas X SMA/MA Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam Kurikulum 2013 , (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2013), h. 129
44
(45)
menjelaskan tentang peranan fungi dalam ekosistem sebagai pengurai, simbion, dan patogen serta fungi yang dijadikan sumber makanan oleh banyak hewan. Hubungan filogenetik fungi menjelaskan tentang evolusi fungi dari protista.
Irnaningtyas membagi materi Fungi ke dalam tujuh bahasan. Tujuh bahasan itu adalah ciri-ciri tubuh jamur, cara hidup dan habitat jamur, reproduksi jamur, klasifikasi jamur, simbiosis jamur dengan organisme lainnya, peranan jamur dalam kehidupan manusia, dan pembiakan jamur.45
Sementara itu, Yusa membagi konsep Fungi ke dalam tiga bahasan. Tiga bahasan tersebut antara lain ciri-ciri jamur, klasifikasi jamur, Liken, dan Peranan liken.46
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Siska Nugraheni Margiastuti, Parmin, Stephani Diah Pamelasari dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri peserta didik hal ini dikarenakan dalam pembelajaran guided inquiry peserta didik diberikan kesempatan untuk aktif dalam setiap proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sedangkan guru membantu membimbing proses pembelajaran. Penerapan model guided inquiry berpengaruh pula terhadap hasil belajar peserta didik. Tumbuhnya sikap ilmiah dengan penerapan model guided inquiry dapat memudahkan peserta didik untuk memahami materi pelajaran sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat.47
Mariani Natalina, Yustini Yusuf dan Ermadianti dalam penelitiannya disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan sikap ilmiah. Hal ini terbukti dari hasil analisi pada siklus I ke siklus II
45
Irnaningtyas, op.cit., h.226-250
46
Yusa, op. cit., h.129-147
47
Siska Nugraheni Margiastuti, Parmin, Stephani Diah Pamelasari, " Penerapan Model Guided Inquiry terhadap Sikap Ilmiah dan Pemahaman Konsep Peserta Didik pada Tema Ekosistem", Jurna Pendidikan Indonesia, Vol. 4, 2015
(46)
mengalami peningkatan, dimana rata-rata persentase sikap ilmiah peserta didik pada siklus I 77,87% (cukup) kemudian meningkat pada siklus II menjadi 86,99% (baik).48
Istikomah, S. Hendratto, S. Bambang dalam penelitiannya disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation lebih efektif menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik dan disarankan untuk penggunaan model pembelajaran Group Investigation agar sikap ilmiah peserta didik dapat ditumbuhkan. Hal ini terbukti dari analisis dengan menggunakan uji t. Hasil data sikap ilmiah antara kelompok eksperimen dan kontrol dihasilkan t hitung = 1,994 dan t tabel = 1,99 berarti t hitung > t tabel sehingga dapat dinyatakan sikap ilmiah kelompok investigasi lebih baik dari pada kelompok jigsaw secara signifikan. Hal ini didukung oleh data observasi sikap ilmiah kelompok investigasi yakni 4,87% (sedang), 58,53% (tinggi), dan 36,59% (sangat tinggi), sedangkan kelompok jigsaw 17,5% (sedang), 60% (tinggi), dan 22,5% (sangat tinggi).49
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yasar dan Anagun, menyatakan bahwa sikap ilmiah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Sikap ilmiah memiliki peran penting dalam mengembangkan kecakapan ilmiah. Setiap individu yang memiliki sikap ilmiah, memiliki kualitas seperti realistis memiliki perhatian terhadap lingkungan sekitar, menghindari generalisasi yang di dasarkan pada fenomena dan tidak mempercayai keyakinan dogmatis.50
Baris Ozden dan Nilgun Yenice dalam penelitiannya disimpulkan bahwa siswa memiliki sikap ilmiah yang positif. Sikap ilmiah dari para peserta bervariasi
48
Mariani Natalina, Yustini Yusuf dan Ermadianti, "Penerapan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Biologi Peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 14 Pekanbaru Tahun Ajaran 2012/2013", Jurnal Biogenesis, Vol. 9, 2013
49
Istikomah, Hendratto, dan Bambang, "Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk Menumbuhkan Sikap Ilmiah Peserta didik", Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol.6, 2010
50
Yasar, S. and Anagun, S. S., Reliability and Validity Studiesof the Science and Technology Course Scientific Attitude Scale, Journal of Turkish ScienceEducation, Vol 6, 2009.
(47)
berdasarkan gender, tingkat kelas dan pendapatan keluarga. Selain itu, sikap ilmiah dan prestasi akademik siswa berkorelasi positif pada level rata-rata.51
C. Kerangka Berpikir
Strategi pembelajaran yang cocok untuk materi tertentu yang dalam teknik pelaksanaannya dilakukan melalui model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembelajaran. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran telah tercapai.
Tujuan pembelajaran dibedakan menjadi tiga ranah: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagian besar guru menekankan pada penilaian kognitif dan mengesampingkan penilaian afektif (sikap). Tujuan pendidikan IPA yaitu memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah. Seseorang yang memiliki sikap ilmiah tinggi dimungkinkan seseorang tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk menggali informasi yang lebih dalam mengenali suatu hal, dengan begitu pengetahuan seseorang juga akan bertambah.
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik sehingga dapat membangun pemahamannya sendiri. Kedua model pembelajaran ini dan sikap ilmiah memiliki hubungan yang erat dimana pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation dapat mengembangkan sikap ilmiah dan sikap ilmiah dapat dikembangkan dengan cara pemberian pengalaman belajar langsung kepada peserta didik yang merupakan salah satu ciri pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation. Jadi, dengan penggunaan kedua model tersebut diharapkan dapat membentuk sikap ilmiah peserta didik yang
51
Baris Ozden dan Nilgun Yenice, An Analysis of Secondary Education Students' Scientific Attitudes. International Journal of Contemporary Educational Research, Vol. 1, 2014
(48)
lebih baik. Selain terbentuknya sikap ilmiah peserta didik yang lebih baik, diharapkan juga peserta didik dapat menggali pengetahuannya dengan mencari informasi dari pengalaman langsung yang peserta didik rencanakan dengan melakukan kerja ilmiah.
Melalui pembelajaran inkuiri dan group investigation diduga dapat berpengaruh terhadap sikap ilmiah peserta didik tetapi secara spesifik kedua model tersebut memiliki perbedaan, yaitu pada tingkat kemandiriannya. Dalam pembelajaran inkuiri, guru hanya terlibat dalam mengajukan permasalahan, peserta didik menentukan proses dan menyelesaikan masalah. Sedangkan dalam pembelajaran group investigation, guru hanya memaparkan permasalahan utama, peserta didik memilih topik, menentukan proses, penyelesaian, dan mempresentasikan hasil. Dengan demikian diduga bahwa sikap ilmiah peserta didik yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan peserta didik yang menggunakan model pembelajaran group investigation.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sikap ilmiah peserta didik dengan penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan peserta didik yang menggunaan model pembelajaran group investigation.
(49)
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 32 Jakarta Jalan Panjang Cidodol Komplek Sekneg, Kelurahan Cipulir, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tanggal 7 Januari sampai 22 Januari 2016 pada materi Fungi.
Pemilihan sekolah ini didasarkan atas hasil wawancara dengan guru bidang studi Biologi disekolah SMAN 32 Jakarta Selatan, serta berdasarkan pengalaman peneliti selama menjadi peserta didik di sekolah tersebut dan melakukan Praktek Profesi Keguruan Terpadu (PPKT). Bahwa guru biologi di SMAN 32 Jakarta tidak pernah melakukan penilaian sikap ilmiah dan melakukan proses pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan group investigation, guru bidang studi biologi di SMAN 32 Jakarta sering menggunakan model pembelajaran discovery.
B. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen (Quasi-Eksperimental). Eksperimen ini disebut kuasi, karena bukan eksperimen murni tetapi seperti murni, seolah-olah murni.1 Penelitian kuasi eksperimen merupakan metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap sampel penelitian.
Desain penelitian yang digunakan yaitu dua kelompok eksperimen yaitu, kelas ekspeimen I diberikan perlakuan dengan menggunakan model Inkuiri Terbimbing dan kelas eksperimen II diberikan perlakuan dengan model Group investigation. Rancangan tersebut berbentuk tabel berikut:
1
Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Resta Karya, 2005), h.207
(50)
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Penilaian Akhir
Eksperimen I X1 O1
Eksperimen II X2 O2
Keterangan :
X1 : Proses belajar Mengajar dengan Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing
X2 : Proses belajar Mengajar dengan Menggunakan Model Group Investigation
O1 : Penilaian setelah X1
O2 : Penilaian setelah X2
Pada akhir penelitian setelah dilakukannya perlakuan maka peserta didik diberikan angket sikap ilmiah sebagai bahan penelitian. Hasil angket sikap ilmiah tersebut kemudian digunakan sebagai data penelitian dan diolah serta dibedakan hasilnya menggunakan analisis statistik.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Pada penelitian ini populasi terdiri dari populasi target dan populasi terjangkau, kemudian dari populasi terjangkau tersebut dipilih sampel yang digunakan untuk penelitian, berikut akan dijelaskan mengenai populasi dan sampel yang akan digunakan.
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.2 Populasi target adalah sasaran pengamatan dan merupakan pilihan ideal yang akan digeneralisasi oleh peneliti.3 Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik SMA Negeri 32 Jakarta. Populasi terjangkau adalah
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.117.
3
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 149-150
(51)
populasi pilihan yang realistis yang dapat digeneralisasi oleh peneliti.4 Sedangkan populasi terjangkaunya adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 32 Jakarta. Pengambilan populasi terjangkau ini karena berkaitan dengan materi biologi hanya diberikan pada kelas MIA yang berjumlah 4 kelas.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.5 Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah simple random sampling, karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Berdasarkan teknik simple random sampling, maka sampel yang digunakan adalah kelas X MIA 2 dengan jumlah siswa 34 orang sebagai kelas eksperimen I dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas X MIA 3 dengan jumlah siswa 35 orang sebagai kelas eksperimen II dengan model pembelajaran group investigation.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes dan nontes. Tes yang diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda untuk penilaian hasil belajar (kognitif), dan nontes berupa angket sikap ilmiah, lembar observasi sikap ilmiah, dan penilaian teman sejawat sikap ilmiah peserta didik.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang dapat menunjang sejumlah data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dan menguji hipotesis.6 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nontes.
1. Instrumen Angket Sikap Ilmiah
4
Ibid., h.150
5
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 62
6
(52)
Angket sikap ilmiah merupakan lembar yang berisi penilaian terhadap aktivitas yang menunjukkan sikap ilmiahnya. Angket yang digunakan pada penlitian ini bersifat tertutup, dimana responden tinggal memilih alternative jawaban yang telah disediakan dari pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dalam angket. Pada angket ini seseorang memberikan respon terhadap pernyataan-pernyataan respon dengan memilih, SS jika sangat setuju, S jika setuju, TS jika tidak setuju, dan STS jika sangat tidak setuju.7 Angket ini diberikan setelah dilaksanakannya pembelajaran. Kisi-kisi instrumen sikap ilmiah dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Sikap Ilmiah No Aspek Sikap
Ilmiah Indikator Sikap Jumlah
1 Rasa ingin tahu Perhatian pada objek yang diamati 2
Antusias mencari jawaban 1
2 Respek terhadap data/fakta
Objektif/jujur 2
Tidak memanipulasi data 2
3 Berpikir kritis Meragukan temuan teman 1
Mengulangi kegiatan yang dilakukan 2 Tidak mengabaikan data meskipun kecil 2 4 Berpikir terbuka
dan kerja sama
Berpartisipasi aktif dalam kelompok 1 Menghargai pendapat/temuan orang lain 2
Menerima saran dari teman 3
5 Ketekunan Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan
2 Menyelesaikan pekerjaan hingga tuntas 3 Melengkapi satu kegiatan meskipun teman
sekelasnya selesai lebih awal
1 6 Peka terhadap
lingkungan sekitar
Perhatian terhadap peristiwa sekitar 2 Menjaga kebersihan lingkungan sekitar 4
Jumlah 30
7
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 170
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)