Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pertemuan pertama siklus I, perolehan rata-rata hasil LKS hanya mencapai 61. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar
secara berkelompok. Beberapa siswa merasa tidak nyaman dengan kelompoknya, siswa masih kesulitan dalam mengerjakan LKS karena belum terbiasa
memecahkan permasalahan dalam kelompok, masih terlihat beberapa anggota yang pasif dan menunggu hasil jawaban dari kelompoknya. Setelah berdiskusi
guru meminta siswa mempresentasikan hasil diskusinya kepada teman sekelas. Pada awalnya siswa tidak berani menyampaikan hasil diskusinya. Nilai rata-rata
hasil LKS pada pertemuan kedua mengalami peningkatan menjadi 69, karena siswa mulai terbiasa mengerjakan LKS saat proses pembelajaran. Namun
demikian peningkatan tersebut masih tergolong rendah. Pada siklus II, perolehan rata-rata dari nilai LKS mengalami peningkatan
dibandingkan dengan siklus I. Pada pertemuan ketiga rata-rata perolehan LKS yang berhasil dicapai adalah 80, sedangkan hasil perolehan nilai LKS pertemuan
keempat mendapatkan nilai rata-rata 88. Proses diskusi kelompok selama mengerjakan LKS berlangsung lebih aktif, masing-masing anggota kelompok
bekerjasama menyelesaikan LKS. Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru ketika mengalami kesulitan atau kebingungan dalam mengerjakan LKS. Keadaan
rata-rata aktivitas siswa pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 77,11, dibandingkan dengan siklus I.
Selain peningkatan hasil LKS, setelah menerapkan pembelajaran kooperatif TTW juga diperoleh data pretest dan posttest pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Data Rata-rata Pretest dan Posttest
50 100
Siklus I Siklus II
Pretest Posttest
Pada Gambar 4.1 menunjukkan diagram peningkatan hasil pretest dan posttest pada siklus I dan II yaitu untuk siklus I nilai pretest dan posttest sebesar
47,81 dan 64,06 sedangkan pada siklus II nilai pretest dan posttest sebesar 47,38 dan 79,69. Dari data hasil pretest dan posttest tersebut maka dapat diperoleh nilai
N-gain pada siklus I dan siklus II pada Gambar 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.2 Peningkatan Nilai N-Gain
Nilai N-gain pada siklus II mengalami peningkatan dari pada siklus I. pada siklus II tidak terdapat nilai N-gain dengan kategori rendah. Sedangkan nilai N-
gain dengan kategori sedang dan tinggi mengalami peningkatan. Berdasarkan nilai yang diperoleh pada siklus I dan siklus II, maka
peningkatan hasil indikator ketercapaian pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.2 Ketuntasan Belajar dan Aktivitas Siswa
20 40
60 80
Siklus I Siklus II
Tinggi Sedang
Rendah
20 40
60 80
100
Siklus I Siklus II
Tingkat Ketuntasan
Belajar Keadaan rata-rata
aktivitas siswa
Pada Gambar 4.3 menunjukkan persentase peningkatan ketercapaian KKM pada siklus I sebesar 56,25 sedangkan pada siklus II 81,25. Keadaan rata-rata
aktivitas siswa pada siklus I sebesar 66,23 sedangkan pada siklus II sebesar 77,11.
Pada siklus I hasil belajar belum mengalami peningkatan. Nilai rata-rata pretest adalah 47,81 dan nilai posttest adalah 64,06. Jumlah siswa yang mencapai
KKM 70 adalah 56,25. Siswa yang belum mencapai KKM disebabkan karena kurangnya pemahaman dalam mengerjakan LKS. Hal ini juga didukung oleh data
hasil observasi keaktifan siswa selama proses pembelajaran kooperatif Think Talk Write berlangsung. Rata-rata keaktifan siswa pada siklus I adalah 66.23. data
tersebut masih tergolong rendah, sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa pada siklus I ini.
10
Hasil belajar dari siklus I menunjukkan jumlah siswa yang mencapai KKM belum memenuhi indikator keberhasilan yaitu 75 dari jumlah siswa
mencapai nilai KKM 70. Dan keadaan rata-rata aktivitas siswa juga belum mencapai 75. Maka penelitian tindakan ini dilanjutkan pada siklus II.
Setelah dilakukan tindakan perbaikan pada siklus II ternyata hasil belajar mengalami peningkatan. Nilai rata-rata pretest 47,38 dan nilai rata-rata posttest
79,69. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus II adalah 81,25. Selama proses pembelajaran kooperati Think Talk Write guru memiliki peranan yang
sangat penting. Peranan dan tugas guru dalam mengefektifkan penggunaan strategi Think Talk Write ini sebagaimana yang dikemukakan Silver Smith
dalam Yamin dan Ansari adalah:
11
mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan, dan menantang setiap siswa berpikir, mendengar
secara hati-hati ide siswa, menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan, memutuskan apa yang digali dan apa yang dibawa siswa dalam diskusi,
memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasikan persoalan-persoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan
10
Lampiran 31
11
Martimis Yamin dan Bonsu I Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009, cet. 2, h. 90.
kesulitan, memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi.
Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif Think Talk Write selama pembelajaran IPA dilakukan dengan lebih bermakna dengan melibatkan keaktifan
siswa dalam berpikir secara mandiri sebelum membuat catatan kecil. Selain itu siswa dapat mengungkapkan pengetahuan, ide, maupun pendapat yang dimiliki
dan bertanya jawab dengan guru dan teman sekelompoknya melalui diskusi. Pembelajaran dilakukan dengan kelompok yang heterogen sehingga siswa bisa
saling membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Selain itu, dengan menuliskan hasil diskusi dapat membantu siswa membuat hubungan dan juga
memungkinkan guru melihat pengembangan siswa. Dengan ini melatih siswa dalam berfikir, berbicara dan menyimpulkan
pemikirannya dalam bentuk tulisan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Seperti pernyataan Widya, berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
bahwa pembelajaran IPA melalui model kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan, kemampuan guru, aktifitas komunikasi siswa, dan hasil belajar
siswa kelas IV SDN Bulu Lor Semarang.
12
Melalui model kooperatif tipe Think Talk Write terbukti hasil belajar siswa meningkat. Begitu pula menurut hasil
penelitian Indrayani, Arini, dan Rati menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write TTW yang berorientasi pada kearifan lokal Tri Kaya
Parisudha menyajikan sebuah proses pembelajaran yang dapat sangat membantu dalam memfasilitasi siswa untuk selalu berpikir yang baik, berkata yang baik, dan
berbuat yang baik pula dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran.
13
Penelitian ini menunjukkan hasil belajar yang lebih baik dari pada model konvensional.
12 Widya Nurhayati, Sutji Wardayani, Isa Ansori,Peningkatan Komunikasi Ilmiah
Pembelajaran IPA Melalui Model Kooperatif Tipe Think Talk Write,Joyful Learning Journal, 2012, h. 12.
13 Putu Susma Indrayani, Ni Wayan Arini, Ni Wayan Rati, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperati Tipe TTW Berbasis Kearifan Lokal Tri Kaya Parisudha Terhadap Hasil
Belajar IPA pada Siswa Kelas V SD, Jurnal Mimbar Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol:2 No: 1, Tahun 2014.
Peningakatan ketuntasan belajar siswa pada penelitian ini di dukung pula berdasarkan data hasil observasi aktivitas siswa pada setiap tahapan selama
pembelajaran berlangsung. Dapat dikatakan bahwa ketercapaian aktivitas siswa mencapai rata-rata 77,11, memiliki kategori baik dan telah memenuhi indikator
keberhasilan yaitu 75. Pada siklus II jumlah siswa yang mencapai nilai diatas KKM sebesar 81,25. Persentase tersebut telah memenuhi indikator keberhasilan
yaitu 75. Hal ini terbukti dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write TTW dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
Sifat-Sifat Bunyi dan Indra Pendengar Telinga.
80