pengelolaan ekowisata bahari yeng berkelanjutan sebagaimana disampaikan oleh META 2002 adalah sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat lokal: ekowisata harusnya memberikan manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial secara langsung kepada masyarakat.
2. Proteksi lingkungan: ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu.
3. Pendekatan keseimbangan: prinsipnya meliputi maksimum profit, bagaimana ekowisata memberikan manfaat, komitmen industri pariwisata dan lain
sebagainya. 4. Pendidikan dan pengalaman: ekowisata seharusnya dapat memberikan
pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.
5. Pendekatan kolaboratif: ekowisata dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka
panjang. 6. Tanggungjawab: pasar diperlukan interdependent kegiatan, demand-suplay
side. 7. Kontinuitas manajemen: ekowisata harusnya dikelola secara baik dan
menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan bagi peningkatan kesejahteraan generasi saat ini maupun generasi yang akan
datang.
2.8 Kesesuaian Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil
Pembangunan yang berkelanjutan sustainable development dan kesejahteraan masyarakat akan sangat bergantung pada kondisi lingkungan,
sistem sosial dan ekonomi yang sehat, produktif dan aman. Oleh karena itu perlu selalu dipertimbangkan sifat khas pulau kecil yang rentan dampak aktivitas
manusia. Dahuri et al. 1996 menyampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan suatu wilayah kepulauan secara ekologis memerlukan empat
syarat yaitu 1 setiap kegiatan pembangunan seperti tambak, pertanian, perkebunan, pariwisata dan perkebunan harusnya ditempatkan pada lokasi-
lokasi yang secara biofisik “sesuai” untuk itu. Persyaratan ini dapat dipenuhi dengan cara membuat peta kesesuaian lahan, termasuk perairan coastal
suitability. 2 apabila kita memanfaatkan sumberdaya dapat pulih, misalnya penangkapan ikan di laut, maka tingkat penangkapannya tidak boleh melebihi
potensi lestari dari stok ikan tersebut. Demikian pula apabila kita menggunakan
air tawar biasanya merupakan faktor pembatas terpenting dalam ekosistem pulau kecil, maka laju penggunaannya tidak boleh melebihi kemampuan pulau
tersebut untuk menghasilkan air tawar dalam waktu tertentu. 3 apabila kita membuang limbah ke lingkungan pulau, maka jumlah limbah bukan limbah B3,
namun limbah yang biodegradable tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan pulau tersebut. 4 apabila kita memodifikasi bentang alam landscape suatu
pulau misalnya penambangan pasir dan reklamasi ataupun melakukan kegiatan konstruksi di lingkungan pulau, khususnya di tepi pantai, seperti membangun
dermaga jetty serta hotel, maka harus sesuai dengan pola hidrodinamika daerah setempat maupun proses-proses alami design with nature.
Bengen 2002 menyampaikan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari dapat terwujud jika memenuhi syarat-syarat berikut; 1
keharmonisan spasial, 2 kapasitas asimilasi dan daya dukung lingkungan, 3 pemanfaatan potensi sesuai daya dukung. Keharmonisan spasial berhubungan
dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi peruntukan pembangunan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesesuaian suitability
lahan pesisir dan laut serta keharmonisan antara pemanfaatan. Keharmonisan spasial masyarakat suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya
diperuntukan bagi zona pemanfaatan namun harus juga dialokasikan bagi zona preservasi maupun konservasi. Keharmonisan spasial, juga menentukan
pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfaatan agar dapat dilakukan secara bijaksana. Artinya kegiatan pembangunan ditempatkan pada kawasan-
kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang dimaksud Bengen 2002.
2.9 Daya Dukung Lingkungan