11.37 Rata-rata 3.11 -6.46 1.36 16.92 1.52 32.49 Implikasi Kebijakan : Sebuah Sintesa

203 Tabel 40 Tingkat Tarif Impor Antar Negara ASEAN-5 dan China serta dengan Mitra Dagang Lainnya, Tahun 2007 Persen. Negara Mitra Tarif Impor CHN IDN MYS PHL SGP THA ASEAN-5 ROSEA ROEA USA EU25 MEAST ROW Rat- rata CHN 0.00 3.38 8.42 7.10 0.00 10.93 5.97 8.36 55.73 1.85 11.87 8.92 6.44

13.50 IDN

11.19 0.00 10.26 3.99 0.00 19.95

6.84 2.64

31.01 6.41 3.69 6.22 12.82 10.85 MYS 5.05 2.85 0.00 2.89 0.00 20.19 5.18 2.52 1.53 1.25 4.65 4.73 6.61

5.72 PHL

6.57 1.54 38.74 0.00 0.00 19.10

11.87 5.85

6.85 10.44 4.29 10.42 4.65 9.69 SGP 15.80 5.71 12.20 6.91 0.00 15.48 8.06 9.02 2.11 4.56 0.00 8.14 6.30

8.62 THA

13.97 5.13 21.75 7.88 0.00 0.00 6.95 4.10 9.21 5.63 7.10 9.92 8.60

8.87 ASEAN-5

10.52 3.05

16.59 4.33

0.00 14.94

7.78 4.83

10.14 5.66

3.95 7.89

7.80 8.75

ROSEA 29.21 1.13 8.29 8.42 0.00 16.31 6.83 5.16 13.24 1.50 3.40 6.27 8.66

9.76 ROEA

9.33 5.97 3.06 6.85 0.79 12.99

5.93 13.52

25.38 2.60 12.21 8.65 5.52 9.73 USA 28.50 5.17 31.60 6.22 0.00 17.25 12.05 13.76 30.70 0.00 7.03 5.38 4.93

14.77 EU25

12.65 4.57 17.77 6.89 0.60 13.97 8.76 8.63 10.83 2.17 0.02 7.39 11.36

8.50 MEAST

9.51 3.97 2.79 3.38 0.01 13.77

4.78 11.37

4.92 1.09 2.48 5.39 4.66 5.93 ROW 11.33 4.91 9.18 8.46 0.33 10.13 6.60 10.37 41.37 1.61 4.77 5.21 6.52

10.66 Rata-rata

15.08 4.14 14.24 6.45 0.34 15.22

8.08 8.13

23.20 3.15 5.58 7.08 7.30 9.89 Sumber : Diolah dari GTAP Data base Versi 8, 2012 203 4 204 Tabel 41 Tingkat Tarif Impor dan Pajak Ekspor Berbagai Komoditi di Masing-Masing Negara ASEAN-5 dan China, Tahun 2007 dalam persentase . Komoditi China ASEAN-5 Indonesia Malaysia Philipina Singapura Thailand Trif Impor Pajak Ekspor Trif Impor Pajak Ekspor Trif Impor Pajak Ekspor Trif Impor Pajak Ekspor Trif Impor Pajak Ekspor Trif Impor Pajak Ekspor PDR a 28.15 0.00 6.42 0.00 36.78 0.00 19.79 0.00 0.00 0.00 4.75 0.00 WHT b 51.44 0.00 2.47 0.00 0.00 0.00 3.90 0.00 0.00 0.00 0.74 0.00 GRO c 2.70 0.00 3.41 0.00 0.00 0.00 15.44 0.00 0.00 0.00 20.26 0.00 V_F d 3.47 0.00 1.34 0.00 1.06 0.00 7.88 0.00 0.00 0.00 15.09 0.00 OSD e 2.51 0.00 4.89 0.00 0.22 0.00 6.55 0.00 0.00 0.00 20.87 0.00 C_B f 1.38 0.00 0.00 0.00 0.36 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 PFB g 39.24 0.00 0.21 0.00 0.00 0.00 1.52 0.00 0.00 0.00 0.13 0.00 OCR h 8.01 0.00 4.12 0.00 24.44 0.00 5.87 0.00 0.00 0.00 25.81 0.00 OAGR i I 8.59 0.00 2.76 0.00 0.21 0.00 4.02 0.00 0.00 0.00 5.10 0.00 FOOD j 11.10 0.00 9.03 0.00 10.81 0.00 12.89 0.00 0.27 0.00 13.96 0.00 OTHIND k 9.45 5.04 3.68 1.00 3.64 0.60 2.96 1.09 0.00 0.00 5.91 1.11 SERV l 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Sumber : Diolah dari GTAP 8, 2012 Keterangan : a PDR = Padi-Beras Paddy Rice b WHT = Gandum Wheat c GRO = Serealia lainnya cereal grain nec d V_F = Sayuran, buah-buahan dan kacang kacangan Vegetable furit nuts e OSD = Biji berminyak Oil seeds f C_B = Gula tebu dan Gula beet sugar cane and sugar beet g PFB = Tanaman berserat Plant-based fibers h OCR = Tanaman perkebunan dan tanaman lainnya Crops nec i OAGRI = Pertanian lainnya non tanaman j FOOD = Hasil pertanian olahan dalam bentuk makanan Food k OTHIND = Industri manufaktur dan pertambangan Manufacturing and Mininng l SERV = Sektor jasa-jasa dan lainnya 204 205 Secara terperinci tingkat tarif impor dan pajak ekspor menurut jenis komoditi yang diterapkan oleh masing-masing negara di ASEAN-5 dan China ditunjukkan pada Tabel 41. Terlihat bahwa, baik di China maupun di negara- negara ASEAN-5 pajak ekspor untuk komoditi pertanian primer maupun produk pertanian olahan food sudah diminimalkan oleh masing-masing negara. Akan tetapi dari sisi tarif impor, masing-masing negara menerapkan tingkat tarif yang beragam. Kesenjangan tingkat tarif impor dan pajak ekspor yang diberlakukan oleh masing-masing negara mengisyaratkan bahwa masing-masing negara di ASEAN-5 dan China cenderung mendorong ekspor produk pertaniannya, dan disisi lain juga berusaha untuk melindungi produk pertanian domestiknya dari produk pertanian kompetitornya. Berdasarkan Data GTAP8, menunjukkan bahwa secara umum tingkat tarif impor untuk komoditi-komoditi pertanian China relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat tarif impor pertanian di negara-negara ASEAN-5. Jenis komoditi pertanian yang memiliki tarif impor tertinggi di China adalah komoditi gandum wheat dengan tarif impor sekitar 51,44 persen, tanaman berserat plant-based fibers dengan taif impor sebesar 39,24 persen dan padi-beras paddy-rice sekitar 28,15 persen. Sementara di Indonesia komoditi pertanian yang memiliki tarif impor paling tinggi adalah komoditi pertanian olahan dalam bentuk makanan food dengan tingkat tarif impor sekitar 9,03 persen, kemudian disusul oleh komoditi beras dengan tarif impor sekitar 6,42 persen. Meskipun tarif impor komoditi padi-beras di Indonesia termasuk tinggi dibandingkan tarif impor pertanian lainnya di Indonesia, namun jika dibandingkan tarif impor padi-beras di China maupun di negara-negara ASEAN-5 lainnya, maka tarif impor padi-beras di Indonesia termasuk rendah. Malaysia adalah negara di ASEAN-5 yang memiliki tarif impor padi-beras yang paling tinggi, yakni sekitar 36,78 persen dan terendah, selain Singapura adalah Thailand dengan tarif impor padi-beras sebesar 4,75 persen. 206

6.3.2. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Makroekonomi Masing-masing

Negara ASEAN-5 dan China Pada dasarnya pembentukan kawasan perdagangan bebas regional, seperti halnya ASEAN-China Free Trade Area ACFTA, tidak lain merupakan bentuk pendeskriminasian akses perdagangan antara negara-negara anggota dengan negara mitra dagang lainnya. Penurunan atau penghapusan berbagai hambatan perdagangan tarif dan non tarif diantara negara-negara anggota FTA akan meningkatkan interaksi ekonomi diantara mereka, baik dari sisi ekspor maupun impor, serta berdampak pada berbagai variabel makroekonomi lainnya. Dengan liberalisasi, maka komoditi yang dapat diproduksi secara efisien pada setiap negara dapat meningkat volume ekspornya serta memperoleh harga yang lebih tinggi dari negara mitranya, sebaliknya setiap negara juga akan memperoleh harga yang lebih murah dari barang-barang impor yang tidak dapat diproduksi secara efisien secara domestik. Selain itu, liberalisasi perdagangan ini juga akan berdampak pada berbagai variabel makroekonomi lainnya, seperti perubahan konsumsi masyarakat, pengeluran pemerintah, investasi, dan berbagai variabel makroekonomi lainnya. Pada bagian ini akan di uraikan dampak penghapusan tarif impor secara timbal balik antara negara-negara ASEAN-5 dan China terhadap berbagai variabel makroekonomi masing-masing. Hasil simulasi penghapusan tarif impor tersebut terhadap berbagai variabel makroekonomi di masing-masing negara disajikan pada Tabel 42-Tabel 45. Tabel 42 menunjukkan dampak penghapusan tarif impor secara timbal balik antara ASEAN-5 dan China terhadap kinerja ekspor masing-masing negara. Pada tabel tersebut terlihat bahwa, meskipun secara absolut peningkatan volume ekspor total China lebih tinggi dibandingkan ekspor total negara-negara ASEAN- 5, namun secara relatif, persentase peningkatan voleme ekspor negara ASEAN-5 lebih tinggi dari China. Dengan skema penghapusan tarif impor tersebut, volume ekspor China meningkat sekitar 0,35 persen dari nilai basenya, sementara persentase peningkatan volume ekspor negara-negara ASEAN-5 berkisar antara 0,69 – 1,22 persen dari nilai basenya. Terlihat bahwa, dalam skema ini Indonesia menempati urutan teratas dalam persentase peningkatan volume ekspor yakni 207 sekitar 1,22 persen, kemudian diikuti oleh Thailand dengan peningkatan ekspor sekitar 1,12 persen. Tabel 42, juga menunjukkan bahwa penghapusan tarif impor secara timbal balik antara negara-negara ASEAN-5 dan China akan berdampak pada perubahan nilai ekspor masing-masing negara mitra China untuk mengakses pasar domestik China. Skenario ini menyebabkan peningkatan nilai ekspor negara-negara ASEAN-5 ke pasar domestik China yang cukup signifikan, sementara ekspor mitra dagang China lainnya ke pasar domestik China mengalami penurunan. Diantara negara-negara ASEAN-5, Indonesia menempati urutan teratas dalam persentase peningkatan ekspor ke pasar domestik China, yakni meningkat sekitar 12,57 persen, kemudian diikuti oleh Thailand dengan persentase peningkatan sekitar 9,82 persen. Sedangkan persentase peningkatan ekspor ke pasar domestik China paling rendah ditempati oleh Philipina dan Singapura. Dengan liberalisasi ini, ekspor Philipina ke China hanya meningkat sekitar 1,86 persen dan Singapura sekitar 3,84 persen. Perubahan ekspor masing-masing negara ASEAN-5 ke China menyebabkan adanya perubahan pangsa pasar ekspor di pasar domestik China. Pada kondisi awal sebelum FTA, ekspor masing-masing negara ASEAN-5 ke China, urutan teratas ditempati oleh Malaysia kemudian diikuti oleh Philipina dan Thailand. Namun setelah FTA, posisi Philipina digeser oleh Thailand diurutan ke dua, sedangkan Indonesia, meskipun persentase peningkatan ekspornya ke pasar domestik China paling tinggi, namun kondisi tersebut belum menggeser posisi Indonesia sebagai juru kunci diantara negara-negara ASEAN-5 dalam nilai ekspor ke pasar domestik China. Selanjutnya, pada tabel 42 juga terlihat bahwa skenario penghapusan tarif impor secara timbal balik antara ASEAN-5 dan China, menyebabkan menurunnya ekspor negara-negara mitra dagang China lainnya ke pasar domestik China. Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa skenario penghapusan tarif impor ini, menyebabkan dayasaing komoditi negara-negara ASEAN-5 di pasar domestik China mengalami peningkatan, sehingga pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN-5 di pasar domestik China mengalami peningkatan, dan menurunkan pangsa pasar ekspor mitra dagang China lainnya 208 Tabel 42 Dampak Liberalisasi ACFTA Terhadap Ekspor Negara-Negara ASEAN-5 dan China. No Negara Nilai Ekspor Sebelum FTA US Juta Nilai Ekspor Setelah FTA US Juta Perubahan Nilai US Juta Persentase 1 Ekspor Total CHN 1,167,182 1,171,272 4,090.5 0.3505 IDN 127,674 129,229 1,555.8 1.2186 MYS 194,569 195,875 1,306.3 0.6714 PHL 72,258 72,755 497.4 0.6883 SGP 205,352 206,874 1,522.2 0.7413 THA 175,057 177,012 1,955.2 1.1169 ROSEA 72,543 72,506 -37.3 -0.0514 ROEA 1,589,710 1,588,665 -1,045.5 -0.0658 USA 1,363,366 1,363,123 -243.8 -0.0179 EU25 5,599,035 5,598,185 -849.9 -0.0152 MEAST 666,863 666,783 -79.9 -0.0120 ROW 3,393,389 3,392,807 -581.8 -0.0171 2 Ekspor Ke China CHN IDN 11,082 12,475 1,393.3 12.5729 MYS 28,375 29,962 1,587.1 5.5934 PHL 22,709 23,131 421.7 1.8571 SGP 20,634 21,427 792.8 3.8421 THA 22,489 24,696 2,207.6 9.8165 ROSEA 3,919 3,910 -9.7 -0.2481 ROEA 382,586 381,600 -986.2 -0.2578 USA 78,548 78,283 -265.1 -0.3375 EU25 132,108 131,661 -447.2 -0.3385 MEAST 50,625 50,472 -152.6 -0.3014 ROW 182,675 181,962 -712.9 -0.3902 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Selanjutnya dari sisi impor, penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China juga meningkat impor di masing-masing negara. Dengan skenario ini, total impor China meningkat US 935,8 Millair menjadi US 939,6 Milliar atau meningkat sekitar 0,41 persen dari nilai basenya. Sedangkan negara- negara ASEAN-5 memiliki persentase peningkatan impor berkisar antara 0,94 persen hingga 1,57 persen. Tercatat bahwa Thailand menempati urutan teratas dalam peningkatan nilai impor, yakni sekitar 1,57 persen, sedangkan peningkatan terendah ditempati oleh Phililipina yakni sekiar 0,94 persen. Perbandingan nilai absolut peningkatan ekspor dan impor di masing-masing negara ASEAN-5 dan China, menunjukkan bahwa hanya China dan Indonesia yang memiliki peningkatan nilai ekspor total yang lebih besar dari impor totalnya, sedangkan negara-negara ASEAN-5 lainnya terjadi sebaliknya. Gambaran tersebut 209 menjelaskan bahwa skenario penghapusan tarif impor ini akan memperbaiki posisi neraca perdagangan China dan Indonesia, tetapi memperburuk neraca perdagangan negara-negara ASEAN-5 lainnya. Tabel 43 Dampak Liberalisasi ACFTA terhadap Impor Negara-Negara ASEAN-5 dan China. No Negara Nilai Impor Sebelum FTA US Juta Nilai Impor Setelah FTA US Juta Perubahan Nilai US Juta Persentase 1 Impor Total CHN 935,751 939,580 3,828.9 0.4092 IDN 101,353 102,898 1,545.3 1.5247 MYS 141,982 143,577 1,595.4 1.1237 PHL 62,416 63,000 584.2 0.9360 SGP 177,939 180,345 2,405.6 1.3519 THA 142,041 144,265 2,224.3 1.5659 ROSEA 74,667 74,536 -131.5 -0.1762 ROEA 1,409,256 1,407,680 -1,576.5 -0.1119 USA 2,111,315 2,110,826 -489.5 -0.0232 EU25 5,720,981 5,720,340 -640.9 -0.0112 MEAST 472,686 472,457 -228.8 -0.0484 ROW 3,276,610 3,275,583 -1,027.3 -0.0314 2 Impor Dari China CHN IDN 13,049 13,998 948.8 7.2712 MYS 17,158 18,301 1,143.6 6.6652 PHL 6,840 7,326 486.3 7.1098 SGP 15,153 15,372 218.2 1.4400 THA 13,533 14,918 1,385.0 10.2346 ROSEA 14,137 14,143 6.3 0.0445 ROEA 236,112 235,992 -120.1 -0.0509 USA 281,152 281,169 17.9 0.0063 EU25 274,488 274,512 23.7 0.0086 MEAST 41,365 41,354 -10.6 -0.0257 ROW 254,195 254,187 -8.5 -0.0034 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Tabel 43 juga menunjukkan pengaruh skenario penghapusan tarif impor antar ASEAN-5 dan China terhadap impor masing-masing negara atas produk- produk yang berasal dari China. Terlihat bahwa Thailand merupakan negara di ASEAN-5 mengalami peningkatan impor produk China paling besar yakni meningkat sekitar 10,23 persen, sedangkan yang terendah adalah Singapura dengan peningkatan impor produk China sekitar 1,44 persen. Selanjutnya dengan mencermati perbandingan antara ekspor negara-negara ASEAN-5 ke China dengan impor negara tersebut atas produk China, menunjukkan bahwa, kecuali 210 Philipina, negara-negara ASEAN-5 lainnya memiliki peningkatan nilai ekspor ke China yang lebih besar dibandingkan nilai impor negara tersebut atas produk China. Dengan kata lain bahwa skenario penghapusan tarif impor secara timbal balik antara ASEAN-5 dan China, menyebabkan neraca perdagangan negara- negara ASEAN-5, kecuali Philipina, semakin membaik. Peningkatan nilai impor di masing-masing negara membawa pengaruh pada perubahan harga penjualan barang komposit di masing-masing negara, demikian pula terhadap peningkatan harga upah tenaga kerja dan sewa modal . Perbandingan peningkatan harga penjualan barang komposit diantara negara- negara ASEAN-5 dan China, menunjukkan bahwa peningkatan harga penjualan barang komposit tertinggi di Singapura dan Thailand, yakni masing-masing meningkat sekitar 0,95 persen dan 0,73 persen, sedangkan peningkatan harga penjualan barang komposit paling rendah terjadi di China. Selain itu skenario penghapusan tarif impor antar ASEAN-5 dan China juga berdampak pada peningkatan upah tenaga kerja dan sewa modal di masing-masing negara. Terlihat pada Tabel 44 bahwa peningkatan upah tenaga kerja paling besar terjadi di Singapura yakni meningkat sekitar 1,36 persen, sedangkan peningkatan upah terkecil di China dan Indonesia, yakni masing-masing hanya meningkat sebesar 0,08 persen untuk China dan 0,307 persen untuk Indonesia. Sementara peningkatan sewa modal tertinggi terjadi di Malaysia dan terendah di China dan Philipina. Tabel 44 Dampak Liberalisasi ACFTA terhadap Harga-harga di Masing- masing Negara ASEAN-5 dan China. Negara Dampak ACFTA Terhadap Harga-Harga Harga Penjualan Barang Komposit Upah TK Komposit Sewa Modal Komposit IHK CHN 0.005 0.082 0.170 -0.041 IDN 0.319 0.307 0.450 -0.017 MYS 0.333 1.242 10.512 0.130 PHL 0.259 0.850 0.405 0.258 SGP 0.950 1.363 5.719 0.920 THA 0.731 1.328 1.914 0.184 ROSEA 0.011 -0.170 0.022 -0.021 ROEA 0.014 -0.062 0.047 -0.041 USA 0.015 0.000 0.021 0.003 EU25 0.035 0.007 0.038 0.010 MEAST 0.006 -0.020 0.017 -0.008 ROW 0.002 -0.004 0.000 0.001 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. 211 Peningkatan upah tenaga kerja serta tingkat sewa modal berimplikasi tidak hanya pada perubahan pendapatan rumah tangga di masing-masing negara tetapi juga akan mempengaruhi tingkat permintaan terhadap barang dan jasa di masing- masing negara, termasuk pengaruhnya terhadap kegiatan investasi. Berdasarkan hasil simulasi penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China menunjukkan bahwa meskipun harga jual barang komposit meningkat, konsumsi masyarakat akan barang dan jasa di masing-masing negara juga meningkat. Peningkatan konsumsi masyarakat ini terutama didorong oleh peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan rumah tangga tersebut, juga diiringi peningkatan aggaran konsumsi rumah tangga sehingga konsumsi rumah tangga atas berbagai barang meningkat di masing-masing negara. Terlihat pada Tabel 41, bahwa konsumsi masyarakat setelah FTA mengalami peningkatan, dimana peningkatan tertinggi terjadi di Malaysia, sedangkan peningkatan terendah terjadi di China dan Indonesia. Akan tetapi dari sisi pengeluaran pemerintah, tampaknya hanya China yang mengalami peningkatan, sementara pengeluaran pemerintah di ASEAN-5 mengalami penurunan. Turunnya permintaan pemerintah terhadap berbagai barang dan dan jasa, selain disebabkan oleh berkurangnya penerimaan pemerintah sebagai dampak dari penghapusan pajak impor, juga disebabkan oleh meningkatnya harga penjualan barang komposit. Terbatasnya anggaran pemerintah yang dibarengi dengan peningkatan harga memberi konsekuensi terhadap berkurangnya konsumsi pemerintah terhadap berbagai barang dan jasa. Selanjutnya, dampak penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China juga memberikan pengaruh buruk terhadap investasi di masing-masing negara. Terlihat pada Tabel 45, bahwa dengan skenario ini investasi di masing-masing negara ASEAN-5 dan China mengalami penurunan, hanya Singapura yang mengalami peningkatan investasi. Penurunan investasi di negara-negara ASEAN-5 dan China, disebabkan oleh dua hal utama, yakni selain terkait dengan berkurangnya tabungan pemerintah sebagai konsekuensi dari menurunnya penerimaan pemerintah dari pajak impor, juga disebabkan dari meningkatnya resiko investasi seiring dengan meningkatnya biaya modal. Terlihat pada tabel 45, bahwa penurunan investasi paling besar terjadi di Malaysia, yakni 212 turun sekitar 2,67 persen, sedangkan penurunan investasi paling kecil ditempati oleh China dan Indonesia, yakni masing-masing turun sekitar -0,29 persen untuk China dan sekitar -1,13 persen untuk Indonesia. Tabel 45 Dampak Liberalisasi ACFTA terhadap Variabel Makroekonomi di Masing-masing Negara ASEAN-5 dan China. Negara Dampak ACFTA Terhadap Makroekonomi Masing-Masing Negara Konsumsi RT Pengel Pemerintah Investasi GDP FD GDP Deflator Pendapatan RT Penerimaan Pemerintah CHN 0.254 0.009 -0.292 -0.039 0.086688 0.086 -0.993 IDN 0.491 -0.043 -1.132 0.018 0.390148 0.385 -2.927 MYS 2.108 -0.647 -2.670 0.410 1.385332 1.372 -5.788 PHL 0.646 -0.500 -1.771 0.375 0.877784 0.875 -3.555 SGP 1.165 -1.000 3.016 1.510 1.559548 1.528 1.110 THA 1.725 -0.515 -2.517 0.344 1.489243 1.472 -6.487 ROSEA -0.130 0.087 -0.133 -0.142 -0.156511 -0.158 -0.099 ROEA -0.020 0.053 -0.107 -0.060 -0.060857 -0.061 -0.058 USA -0.002 -0.001 -0.001 0.000 0.000000 0.000 0.000 EU25 -0.002 -0.009 0.011 0.007 0.007629 0.008 0.006 MEAS T -0.030 0.014 -0.042 -0.027 -0.026024 -0.026 -0.029 ROW -0.007 0.002 -0.010 -0.006 -0.005645 -0.006 -0.006 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Tabel 45 juga memperlihatkan pengaruh penghapusan tarif impor terhadap GDP masing-masing negara. Tampak bahwa GDP dari perspektif final demand masing-masing negara ASEAN-5 meningkat, sedangkan GDP China mengalami penurunan. Dengan skenario ini GDP China menurun sekitar -0,039 persen. Untuk ASEAN-5, peningkatan GDP tertinggi ditempati oleh Singapura yakni sekitar 1,51 persen, sedangkan posisi terendah ditempati oleh Indonesia dengan peningkatan sekitar 0,18 persen. Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa, meskipun secara umum liberalisasi perdagangan antara ASEAN-5 dan China dapat meningkatkan GDP masig-masing negara ASEAN-5, namun peningkatan tersebut berbasiskan pada peningkatan konsumsi masyarakat dan tidak berbasis pada peningkatan investasi yang dapat meningkatkan kapasitas produksi dan perluasan kesempatan kerja.

6.3.3. Dampak ACFTA terhadap Kinerja Sektor Ekonomi di Indonesia

Pada bagian ini, diuraikan mengenai dampak penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China secara timbal balik terhadap kinerja sektor ekonomi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara agregat, 213 komoditi pertanian memiliki persentase peningkatan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan ekspor kelompok komoditi non pertanian. Berdasakarkan skenario penghapusan tarif impor ini, maka ekspor total pertanian Indonesia meningkat dari US 15,49 Milliar menjadi US 15,78 Milliar atau meningkat sekitar 1,82 persen, sementara ekspor total sektor non pertanian meningkat dari US 112,18 Milliar menjadi US 113,45 Milliar atau meningkat sekitar 1,14 persen. Ekspor komoditi-komoditi pertanian Indoneia ke China juga memiliki peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan ekspor non pertanian. Ekspor pertanian Indonesia ke China meningkat sekitar 19,34 persen sementara komoditi non pertanian hanya meningkat sekitar 11,36 persen. Secara total ekspor pertanian Indonesia meningkat, namun terdapat beberapa komoditi yang memiliki peningkatan negatif, yakni komoditi padi pdr, gandum wht dan gula tebu-gula beet c_b. Menurunya ekspor Indonesia ke China pada ketiga komoditi tersebut mengisyaratkan bahwa Indonesia kalah bersaing dari China dalam memproduksi ketiga komoditi tersebut. Pada Tabel 46 terlihat bahwa komoditi pertanian Indonesia yang memiliki persentase peningkatan ekspor paling besar untuk menembus pasar domestik China ditempati oleh kelompok komoditi tanaman berserat pfb dengan persentase peningkatan ekspor mencapai 55,21 persen, kemudian diikuti oleh komoditi dari kelompok tanaman biji-biji berminyak osd dengan persentase peningkatan ekspornya sekitar 20,60 persen. Akan tetapi jika dilihat dari volume perdagangannya, maka komoditi Indonesia yang memiliki nilai perdagangan paling besar untuk menembus pasar domestik China ditempati oleh komoditi dari kelompok pertanian olahan food, dengan nilai ekspor ke China sebesar US 1,54 Milliar, kemudian diikuti oleh kelompok pertanian non tanaman oagri dengan nilai ekspor US 59,5 juta dan dari kelompok tanaman pertanian lainnya ocr dengan nilai ekspor US 50 juta. Selanjutnya dilihat dari kinerja impor berbagai komoditi Indonesia, menunjukkan bahwa, penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China juga meningkatkan impor berbagai komoditi pertanian di Indonesia. Secara total, impor pertanian Indonesia meningkat sekitar 3,11 persen, sedangkan komoditi non pertanian meningkat sekitar 1,36 persen. Dengan skenario 214 penghapusan tarif impor ini, impor berbagai komoditi pertanian Indonesia yang berasal dari China mengalami peningkatan, bahkan peningkatannya lebih tinggi dari peningkatan impor total Indonesia. Impor pertanian Indonesia yang berasal dari China meningkat 4,87 persen sedangkan non pertanian meningkat 7,45 persen. Jenis komoditi pertanian China yang memiliki peningkatan tertiggi yang diimpor Indonesia adalah komoditi komoditi padi pdr dengan peningkatan sekitar 13,58 persen, kemudian diikuti oleh komoditi biji-biji berminyak osd dan pertanian olahan food. Tetapi dari segi nilai, maka komoditi pertanian China yang paling banyak diimpor Indonesia adalah komoditi dari kelompok sayur- sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan v_f dengan nilai base impor sekitar US 384,13 juta, kemudian diikuti oleh kelompok komoditi pertanian olahan food dan gandum wht. Nilai persentase perubahan impor Indonesia setelah simulasi penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China disajikan pada Tabel 46 berikut. Tabel 46 Dampak Liberalisasi ACFTA Terhadap Kinerja Sektor Ekonomi Indonesia. Sektor Dampak Liberalisasi Terhadap Kinerja Sektoral Ekspor Impor Perub. Neraca Total US Juta Perub. Neraca Dengan China US Juta Ouput Harga di Pasar Lokal Permintaan TK Ekspor Total Ekspor Ke China Impor Total Impor Dari China TK Terdidi k TK Tidak Terdidi k TK Total Pertanian 1.82

19.34 3.11

4.87 -6.46

280.99 0.12

0.36 0.24

0.24 pdr 10.45 -11.23 11.14 13.58 -0.29 -0.43 0.14 1.01 0.36 0.34 0.34 wht -0.24 -0.50 0.16 4.77 -1.75 -5.78 -0.34 -0.01 -0.80 -0.81 -0.81 gro 2.17 5.92 2.05 6.83 -2.37 -3.61 0.05 0.54 0.14 0.13 0.13 v_f 1.40 19.86 0.52 0.56 2.61 4.35 0.07 0.61 0.17 0.16 0.16 osd 2.34 20.60 0.85 10.80 -3.42 -0.20 0.08 0.59 0.20 0.19 0.19 c_b -0.52 -1.45 1.22 1.08 0.00 0.00 0.15 0.86 0.38 0.36 0.36 pfb 5.68 55.21 0.12 0.61 -0.78 0.47 0.08 0.33 0.20 0.18 0.18 ocr 0.58 16.26 2.57 9.36 -0.94 -2.27 0.08 0.50 0.20 0.18 0.18 oagri 1.07 19.11 0.70 1.73 6.29 11.16 0.07 0.56 0.21 0.19 0.19 food 2.07 19.42 5.10 9.74 -5.80 277.30 0.15 0.18 0.36 0.29 0.30 Non Pert 1.14

11.36 1.36

7.45 16.92

163.50 -0.01 -0.02 -0.08 -0.06 othind 1.23 11.63 1.68 7.84 15.67 163.81 0.08 -0.28 0.32 0.25 0.27 serv -0.08 -0.13 -0.05 0.00 1.25 -0.31 -0.09 0.04 -0.14 -0.22 -0.20 Total 1.22

12.57 1.52

7.27 10.46

444.49 0.01 0.00 0.00 0.00 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Persentase peningkatan ekspor Indonesia ke China yang lebih besar dibandingkan persentase impor Indonesia dari China menyebabkan adanya perbaikan terhadap neraca perdagangan Indonesia dengan China, termasuk neraca perdagangan pertanian. Namun secara total, arus impor pertanian Indonesia lebih 215 tinggi dibandingkan ekspor pertaniannya, menyebabkan neraca perdagangan komoditi pertanian Indonesia memburuk dengan adanya liberalisasi ini. Selain kinerja perdagangan ekspor dan impor, pada tabel diatas juga terlihat bahwa penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China juga mempengaruhi output masing-masing sektor produksi di Indonesia. Terlihat bahwa, kecuali komoditi gandum, output seluruh komoditi pertanian Indonesia mengalami peningkatan setelah liberalisasi. Secara total output pertanian Indonesia mengalami peningkatan sekitar 0,12 persen, sementara komoditi non pertanian menurun sekitar 0,01 persen. Komoditi pertanian yang memiliki peningkatan output paling besar adalah komoditi pertanian olahan food, Gula tebu-Gula beet c_b dan padi pdr. Selain peningkatan output, liberalisasi perdagangan antar negara-negara ASEAN-5 dan China juga berdampak pada meningkatnya harga penjualan komoditi domestik di pasar domestik PD. Terlihat pada Tabel 46 bahwa dengan liberalisasi ini, hanya komoditi gandum Indonesia yang mengalami penurunan harga, sedangkan komoditi pertanian lainnya mengalami peningkatan. Terlihat bahwa komoditi pertanian padi yang memiliki peningkatan harga penjualan paling tinggi di pasar domestik, yakni meningkat sekitar 1,01persen, kemudian diikuti oleh komoditi gula tebu-gula beet c_b dengan peningkatan harga jual sekitar 0,86 persen. Peningkatan harga jual berbagai barang di pasar domestik, biasanya dilihat secara berbeda antara konsumen dan produsen. Bagi konsumen, peningkatan harga tersebut akan membebani konsumsinya, tetapi dari sisi produsen, peningkatan harga tersebut merupakan sinyaal positif dan dapat merangsang produsen untuk meningkatkan skala produksinya, sehingga pada gilirannya dapat berdampak pada meningkatnya permintaan input produksi termasuk permintaan tenaga kerja. Tabel 46 yang disajikan diatas menunjukkan bahwa sejalan dengan meningkatnya harga-harga komoditi pertanian Indonesia sebagai dampak dari liberalisasi, permintaan tenaga kerja di sektor ini juga mengalami peningkatan. Secara total permintaan tenaga kerja di sektor pertanian meningkat sekitar 0,24 persen. Permintaan tenaga kerja berdasarkan tipe tenaga kerja pertanian menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja terdidik lebih tinggi 0,36 persen dibandingkan permintaan tenaga kerja tidak terdidik. Selain permintaan tenaga 216 kerja pertanian, tabel 44 juga menunjukkan bahwa dengan skenario liberalisasi ini permintaan tenaga kerja di sektor industri manufaktur dan pertambangan othind juga mengalami peningkatan sekitar 0,27 persen, sementara sektor jasa-jasa mengalami penurunan sekitar -0,20 persen.

6.3.4. Dampak Simulasi Peningkatan Total Factor Productivity TFP

Pertanian dan Peningkatan Transmisi Harga terhadap Makroekonomi dan Kinerja Sektoral di Indonesia Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa, liberalisasi akan memberikan dampak yang berbeda-beda pada masing-masing wilayah, karena selain disebabkan oleh prebedaan produktivitas faktor, juga karena adanya perbedaan transmisi harga. Perbedaan produktivitas terjadi karena adanya perbedaan limpahan faktor produksi yang dimiliki masing-masing wilayah, seperti limpahan tenaga kerja, modal dan teknologi. Sedangkan perbedaan transmisi harga terkait perbedaan infrastruktur, struktur pasar, perbedaan kebijakan domestik, serta berbagai hambatan-hambatan dalam pemasaran komoditi. Rendahnya transmisi harga internasional ke pasar domestik, sekaligus menjadi sinyal sistem pemasaran tidak efisien. Oleh karena itu, untuk meningkatkan transmisi harga internasional, maka salah satu yang bisa dilakukan adalah meningkatkan efisiensi sistem pemasaran. Penngkatan efisiensi pemasaran ini dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya perbaikan infrastruktur, penghapusan hambatan perdagangan baik dalam bentuk tarif maupun non tarif dan ain sebagainya Total factor productivity TFP merupakan salah satu ukuran produktivitas penggunaan input dalam menghasilkan output tertentu. Wilayah yang memiliki TFP yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya dalam menghasilkan komoditi tertentu, mengisyaratkan bahwa wilayah tersebut mampu menghasilkan komoditi secara lebih efisien dan lebih produktif dibandingkan wiilayah lainnya. Karena itu, dengan meningkatkan TFP pertanian Indonesia, maka produk-produk pertanian Indonesia diharapkan memiliki dayasaing yang lebih tinggi menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas ASEAN-China. Untuk menganalisis dampak peningkatan TFP pertanian terhadap perekonomian, maka simulasi yang 217 dilakukan dalam model CGE ACFTA yang dibangun dalam studi ini, dikaitkan pada persamaan nilai tambah 4D.3, yang direpresentasikan ulang sebagai berikut   VA z j VA z j VA z j z j VA z j z j VA z j VA z j z j LDC LDC B VA , , , 1 , , , , , , 1         Dimana VA z j B , merepresentasikan total factor productivity TFP komodit ke j di wilayah z. Simulasi peningkatan TFP pertanian dalam studi ini di fokuskan pada sembilan 9 komoditi primer pertanian, dalam hal ini komoditi pertanian olahan food tidak disimulasi. Selain itu, simulasi TFP pertanian yang selanjutnya disebut “Simulasi 2” merupakan simulasi ganda dengan “Simulasi 1” yakni simulasi penghapusan tarif impor secara timbal balik antar negara- negara ASEAN-5 dan China. Singkatnya , “Simulasi 2” adalah simulasi peningkatan TFP pertanian plus “Simulasi 1”. Selanjutnya, dari sisi transmisi harga, seperti yang telah disebutkan bahwa ketidak sempurnaan transmisi harga internasional merupakan pertanda terjadinya distorsi dalam pemasaran. Kondisi tersebut dapat terjadi karena adanya berbagai faktor, diantaranya adanya hambatan tarif atau non tarif, biaya transportasi yang tinggi, adanya mekanisme non pasar yang mempengaruhi harga domestik, serta faktor lainnya. Karena itu dalam rangka meningkatkan transmisi harga maka salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan meminimalkan biaya-biaya dalam rantai pemasaran komoditi, seperti biaya transportasi dan biaya-biaya lainnya. Dalam studi ini simulasi peningkatan transmisi harga internasional ke pasar domestik dilakukan dengan cara meminimalkan biaya transportasi dalam perdagangan internasional. Dalam model CGE ACFTA yang dibangun, simulasi peningkatan transmisi harga dikaitkan dengan variabel “tmrg” yang merupakan variabel tingkat margin komoditi yang diperdagangankan secara internasional, variabel „tmrg’ dalam persamaan harga dapat dilihat pada persamaan 4D67 yang direpresentasi ulang sebagai berikut.            i z zj m i i z zj m z z zj m z m z zj m tmrg PWMG PWM e ttim ttic PM , , , , , , , , , , 1 1 Untuk barang-barang ekspor, variabel yang merepresentasikan margin perdagangan untuk barang ekspor dinotasikan sebagai “MRGN”, Dalam kondisi keseimbangan dimana permintaan ekspor sama dengan permintaan impor, maka 218 nilai margin ekspor sama dengan nilai margin impor atau dalam bentuk persamaan direpresentasikan sebagai berikut. z zj ij ij zj z z zj ij i z z i IM tmrg MRGN , , , , , , , ,    Kedua persamaan tersebut mengisyaratkan bahwa pengurangan tingkat margin barang impor tmrg akan meningkatkan transmisi harga internasional ke pasar domestik, baik untuk barang impor maupun barang-barang ekspor. Karena itu dalam studi ini, simulasi peningkatan transmisi harga internasional ke pasar domestik di lakukan dengan memberikan shok pada variabel “tmrg”. Simulasi peningkatan transmisi harga ini direpresentasikan pada “Simulasi 3”, yang merupakan kombinasi “Simulasi 2” dengan penurunan “tmrg” Dampak dari ke tiga simulasi terhadap makroekonomi Indonesia diperlihatkan pada Tabel 47, terlihat bahwa dengan mengkombinasikan liberalisasi perdagangan Simulasi 1 dengan peningkatan TFP pertanian Indonesia sebesar 25 persen, maka akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap volume ekspor maupun impor. Dengan kondisi seperti pada Simulasi 2, maka ekspor total Indonesia akan meningkat sebesar 3,07 persen, bahkan ekspor Indonesia ke China akan meningkat sekitar 15,20 persen. Namun disisi lain, dampak dari simulasi ini juga akan meningkat volume impor yang lebih besar lagi. Volume impor total Indonesia akan meningkat sekitar 2,54 persen dan impor Indonesia dari China akan meningkat sekitar 8,21 persen. Peningkatan nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan impor Indonesia mengisyaratkan semakin membaiknya neraca perdagangan Indonesia. Skenario penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China secara timbal balik yang dibarengi peningkatan TFP pertanian di Indonesia juga memberikan peningkatan yang lebih besar terhadap variabel konsumsi masyarakat, pendapatan rumah tangga dan GDP Indonesia. Bahkan skenario ini juga berdampak penurunan indeks harga konsumen yang lebih besar dibandingkan kondisi Simulasi 1. Namun skenario pada Simulasi 2 juga memberikan dampak buruk yang lebih besar terhadap konsumsi pemerintah dan iklim investasi. Terlihat pada Tabel 47, bahwa dengan skenario pada Simulasi 2, maka konsumsi masyrakat meningkat cukup tinggi yakni sekitar 6,05 persen, sementara kondisi pada Simulasi 1 peningkatan konsumsi masyarakat hanya 219 meningkat sekitar 0,49 persen. Skenario ini juga memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkata GDP dari persfektif final Demand yakni meningkat sekitar 0,84 persen, dan indeks harga konsumen menurun sekitar 2,97 persen. Namun skenario pada simulasi 2 ini juga berpengaruh terhadap menurunnya investasi di Indonesia sekitar -2,65 persen. Untuk lebih jelasnya pengaruh peningkatan TFP pertanian Indonesia yang dikombinasikan dengan penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China terhadap berbagai variabel makroekonomi Indonesia dapat terlihat pada tabel berikut. Tabel 47 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga di Indonsia terhadap Makroekonomi dan Kinerja Sektor Ekonomi Indonesia. No Negara BASE US Juta Dampak Simulasi TFP dan Transmisi Harga Terhadap Makroekonomi Indonesia Nilai Setelah Simulasi US Juta Persentase Perubahan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 1 Ekspor a. Ekspor Total 127,674 129,229 131,590 132,047 1.22 3.07 3.43 b. Ekspor Ke China 11,082 12,475 12,766 12,812 12.57 15.20 15.61 2 Impor a. Impor total 101,353 102,898 103,925 105,122 1.52 2.54 3.72 b. Impor dari China 13,049 13,998 14,121 14,337 7.27 8.21 9.87 3 Konsumsi Masyarakat 261,733 263,018 277,579 278,387 0.49 6.05 6.36 4 Konsumsi Pemerintah 35,389 35,374 34,616 34,628 -0.04 -2.18 -2.15 5 Investasi 105,773 104,575 102,971 102,886 -1.13 -2.65 -2.73 6 GDP Final Demand 432,103 432,183 435,739 435,932 0.02 0.84 0.89 7 Pendapatan RT 374,143 375,582 379,429 379,618 0.38 1.41 1.46 8 Penerimaan Pem. 48,521 47,101 47,502 47,516 -2.93 -2.10 -2.07 9 IHK 1.0 1.000 0.970 0.968 -0.02 -2.97 -3.16 10 Harga penj Kom.Komp 1.0 1.034 0.844 0.839 0.32 -18.11 -18.58 11 Upah TK 1.0 1.020 1.057 1.058 0.31 3.95 4.05 12 Sewa Modal 1.0 1.008 1.039 1.034 0.45 3.55 3.04 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Keterangan : Simulasi 1 = Penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China Simulasi 2 = Simulasi 1 + Peningkatan TFP Pertanian Indonesia 25 Simulasi 3 = Simulasi 2 + Penurunan tingkat margin perdagangan Indonesia 25 Pada tabel 47 juga terlihat dampak skenario penurunan transmisi harga yang dikombinasikan dengan skenario penghapusan tarif impor dan peningkatan TFP pertanian Indonesia, yang direpresentasikan pada hasil Simulasi 3. Terlihat bahwa, dengan Simulasi 3, maka seluruh variabel makroekonomi Indonesia secara konsisten mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan kondisi pada 220 Simulasi 2, kecuali pada variabel konsumsi pemerintah, dimana tingkat penurunan konsumsi pemerintah pada Simulasi 3 lebih rendah dibandingkan kondisi pada Simulasi 2. Gambaran di atas mengisyaratkan bahwa skenario penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China aka memberikan dampak positif terhadap berbagai variabel makroekonomi Indonesia, seperti pada peningkatan volume ekspor yang lebih tinggi dibandingkan volume impor, peningkatan konsumsi masyarakat dan pendapatan rumah tangga serta berdampak positif terhadap GDP Indonesia. Hasil simulasi 2 dan Simulasi 3, juga menunjukkan bahwa dampak positif liberalisasi terhadap variabel makroekonomi Indonesia akan semakin besar jika dibarengi dengan peningkatan TFP dan peningkatan transmisi harga. Selanjutnya dampak simulasi peningkatan TFP pertanian dan peningkatan transmisi harga terhadap kinerja sektoral Indonesia di perlihatkan Tabel 48 -Tabel 50. Dampak dari skenario peningkatan TFP Simulasi 2 dan peningkatan transmisi harga Simulasi 3 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 48, menunjukkan bahwa meski secara total ekspor Indonesia maupun ekspor Indonesia ke China mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil Simulasi 1, namun peningkatan TFP pertanian maupun pada peningkatan transmisi harga memberi dampak pada penurunan ekspor total sektor non pertanian, meski ekspor sektor tersebut ke China tetap mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sementara ekspor komoditi pertanian secara keseluruhan mengalami peningkatan yang cukup tinggi, termasuk untuk komoditi-komoditi pertanian utama Indonesia yang selama ini memberi devisa bagi negara yang cukup besar seperti komoditi pertanian olahan food, komoditi perkebunan dan tanaman lainnya ocr, dan pertanian non tanaman oagri. Dengan Simulasi 2 ekspor total komoditi pertanian olahan akan meningkat sekitar 24,11 persen dan pada Simulasi 3 ekspor komoditi tersebut akan meningkat sekitar 24,35 persen. Peningkatan ekspor komoditi Indonesia ini ke China memiliki peningkatan yang lebih besar lagi yakni diatas 45 persen baik untuk Simulasi 2 maupun pada Simulasi 3. Secara terperinci dampak penghapusan tarif impor yang dibarengi dengan peningkatan TFP pertanian Indonesia Simulasi 2, maupun kombinasi 221 Simulasi 2 dengan peningkatan transmisi harga Simulasi 3 disajikan pada tabel berikut. Tabel 48 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga di Indonsia Terhadap Ekspor Sektoral Indonesia. Sektor Dampak Simulasi TFP dan Transmisi Harga Terhadap Ekspor Sektoral Indonesia Ekspor Total Ekspor Ke China Nilai Base US Juta Simulasi 2 Simulasi 3 Nilai Base US Juta Simulasi 2 Simulasi 3 Pertanian 15,493.8

32.25 32.49

1,680.5 49.46 49.74 Pdr 1.4 202.72 203.11 5.1E-07 154.42 154.58 Wht 4.6 37.41 38.31 2.8E-07 38.16 39.04 Gro 22.9 69.38 69.55 0.13 82.81 82.95 v_f 407.0 65.20 65.38 32.8 88.21 88.51 osd 57.0 83.66 85.25 0.8 126.07 128.02 c_b 0.0 108.70 109.05 0.0003 110.38 110.69 pfb 5.9 43.96 46.35 0.9 112.09 115.61 ocr 1,907.6 57.62 57.85 50.0 83.80 84.12 oagri 820.8 73.58 73.64 59.5 111.48 111.55 food 12,266.7 24.11 24.35 1,536.4 45.03 45.32 Non Pert 112,180 -0.96 -0.59 9,401 9.07 9.51 othind 104,151 -0.82 -0.43 9,187 9.35 9.79 serv 8,029 -2.78 -2.68 215 -2.81 -2.71 Total 127,674

3.07 3.43

11,082 15.20 15.61 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa skenario penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China secara timbal balik Simulasi 1 akan meningkatkan impor berbagai komoditi pertanian Indonesia, termasuk impor pertanian yang berasal dari China. Namun jika Simulasi 1 dikombinasikan dengan peningkatan TFP pertanian Indonesia Simulasi 2, maupun pada sumulasi kombinasi antara Simulasi 2 dengan peningkatan transmisi harga Simulasi 3 memberi pengaruh pada menurunnya impor pertanian Indonesia, termasuk impor pertanian yang berasal dari China, kecuali komoditi gandum dimana impor Indonesia masih tetap mengalami peningkatan baik pada Simulasi 2 maupun pada Simulasi 3. Secara agregat peningkatan TFP pertanian Indonesia yang dikombinasikan penghapusan tarif impor mampu menurunkan impor pertanian Indonesia sekitar -7,07 persen, sedangkan pada Simulasi 3 penurunan impor pertanian Indonesia sekitar -4,70 persen. Bahkan impor pertanian Indonesia dari China akan menurun sekitar -11,01 persen untuk Simulasi 2 dan sekitar -8,15 persen untuk Simulasi 3. Hasil tersebut menjelaskan bahwa dengan peningkatan TFP maupun perbaikan tansmisi harga akan meningkatkan dayasaing produk-produk pertanian tidak hanya di pasar global dan 222 pasar China, tetapi juga di pasar domestik. Dengan kata lain bahwa peningkatan TFP pertanian Indonesia dan perbaikan transmisi harga menyebabkan produk- produk pertanian Indonesia dapat mensubstitusi sebagian produk-produk pertanian yang selama ini diimpor Indonesia dari berbagai negara, termasuk impor pertanian yang berasal dari China. Tabel 49 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga di Indonsia Terhadap Impor Sektor Indonesia. Sektor Dampak Simulasi TFP dan Transmisi Harga Terhadap Impor Sektoral Indonesia Impor Total Impor Dari China Nilai Base US Juta Simulasi 2 Simulasi 3 Nilai Base US Juta Simulasi 2 Simulasi 3 Pertanian 9.254,0 -7,07 -4,70 904,41 -11,01 -8,15 pdr 3,9 -62,64 -60,36 3,13 -61,96 -59,56 wht 1.115,3 11,73 11,70 121,30 16,24 16,12 gro 139,8 -19,83 -18,02 52,98 -16,63 -14,69 v_f 590,4 -21,34 -16,86 384,13 -21,15 -17,08 osd 562,2 -34,80 -31,06 3,41 -27,53 -26,05 c_b 0,3 -44,25 -44,35 1,7E-05 -44,42 -44,52 pfb 924,9 -2,13 -2,21 0,08 -2,07 6,66 ocr 468,7 -27,67 -26,03 111,14 -21,67 -20,08 oagri 352,6 -31,75 -29,73 11,85 -30,42 -30,01 food 5.095,8 -3,36 -0,32 216,40 0,63 4,02 Non Pertanian 92.099 3,50 4,57 12144,74 9,64 11,21 othind 75.478 3,67 4,96 11.537 10,00 11,65 serv 16.621 2,76 2,76 608 2,81 2,80 Total 101.353 2,54 3,72 13.049 8,21 9,87 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah Selanjutnya, dampak berbagai simulasi terhadap output dan kesempatan kerja sektoral di Indonesia menunjukkan bahwa skenario peningkatan TFP pertanian Indonesia maupun memberikan peningkatan output berbagai sektor pertanian Indonesia secara signifikant, sebaliknya output komoditi non pertanian mengalami penurunan. Terlihat bahwa dengan Simulasi 2, output pertanian agregat Indonesia meningkat sekitar 14,99 persen, sementara output non pertanian menurun sekitar -0,27 persen. Sedangkan simulasi peningkatan transmisi harga tampaknya tidak berpengaruh banyak terhadap output sektoral Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Simulasi 3 dimana peningkatan outpur pertanian sedikit lebih kecil dibandingkan hasil Simulasi 2. Terlihat bahwa dengan Simulasi 3, output pertanian Indonesia secara agregat meningkat sekitar 14,95 persen, 223 peningkatan tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan output pertanian Indonesia pada kondisi Simulasi 2. Lebih lanjut, terlihat pada tabel 50, bahwa meskipun simulasi peningkatan TFP pertanian dapat mendorong peningkatan output pertanian secara signifikan. Namun skenarion ini tampaknya berpengaruh pada penyempitan kesempatan kerja pertanian. Hal ini terlihat dari hasil Simulasi 2 dimana sebagian besar sektor- sektor pertanian mengalami penurunan kesempatan kerja. Simulasi peningkatan TFP pertanian ini juga mereduksi kesempatan kerja disektor non pertanian, khususnya sektor industri manufaktur dan pertambangan, tetapi meningkatkan kesempatan kerja pada sektor pertanian olahan food dan sektor jasa, termasuk pada sektor-sektor pertanian primer yang bukan unggulan Indonesia seperti sektor gandum dan tanaman berserat. Tabel 50 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga di Indonsia Terhadap Output dan Kesempatan Kerja Sektor Indonesia. Sektor Dampak Simulasi TFP dan Transmisi Harga Terhadap Output dan Kesempatan Kerja Sektoral Output Sektoral Kesempatan Kerja Total Nilai Base US Juta Simulasi 2 Simulasi 3 Nilai Base Ribu TK Simulasi 2 Simulasi 3 Pertanian 146.800 14,99 14,95 33.432 2,04 1,96 pdr 10.969,7 12,08 12,04 3.789 -19,57 -19,61 wht 6,2 38,60 38,51 0,37 39,92 39,46 gro 3.565,0 18,62 18,57 1.253 -10,73 -10,79 v_f 12.136,4 22,02 21,98 4.586 -5,33 -5,40 osd 8.471,9 17,96 17,66 2.720 -11,69 -12,12 c_b 955,2 11,90 11,87 297 -19,79 -19,83 pfb 63,1 26,78 26,47 23 3,54 2,90 ocr 8.926,6 23,35 23,31 2.851 -3,04 -3,10 oagri 24.593,4 18,44 18,47 5.480 -12,53 -12,48 food 77.112,4 11,76 11,73 12.431 23,73 23,66 Non Pertanian 694.136 -0,27 -0,27 132.969 -0,51 -0,49 othind 315.410 -0,74 -0,83 39.345 -2,36 -2,67 serv 378.726 0,12 0,19 93.623 0,27 0,42 Total 840.936 2,40 2,38 166.400 0,00 0,00 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Gambaran tentang hasil simulasi yang mengkombinasikan penghapusan tarif impor dan peningkatan TFP pertanian, serta peningkatan transmisi harga, menjelaskan bahwa peningkatan TFP pertanian memang memberi pengaruh yang cukup besar dalam mendorong ekspor dan peningkatan output pertanian, serta 224 meningkatkan kemampuan sektor pertanian Indonesia untuk mensubstitusi komoditi pertanian impor di pasar domestik, sehingga mampu menekan impor pertanian. Namun skenario tersebut sekaligus dapat berdampak pada menurunnya kesempatan kerja di sektor pertanian primer. Efisiensi tenaga kerja yang menyertai peningkatan TFP ini mendesak terjadinya pergeseran tenaga kerja ke sektor pertanian olahan dan sektor-sektor jasa. Berdasarkan hasil perhitungan nilai RCA dan pangsa pasar ekpor komoditi pertanian dan non peranian Indonesia, baik di pasar global maupun di pasar domestic China, menunjukkan bahwa dengan menghapus tarif impor secara timbal balik antarnegara-negara ASEAN-5 dan China menyebabkan nilai RCA komoditi pertanian agregat di pasar global meningkat, sedangkan komoditi non pertanian sedikit terkoreksi. Posisi dayasaing komoditi unggulan Indonesia di pasar global juga terkoreksi dengan adanya liberalisasi tersebut. Seperti yang dijelaskn sebelumnya bahwa di pasar global, terdapat tiga komoditi pertanian Indonesia yang memiliki dayasaing tinggi sebelum FTA, yakni masing-masing komoditi perkebunan dan pertanian lainnya ocr dan pertanian non tanaman oagri, dan pertanian olahan food. Posisi dayasaing ketiga komoditi unggulan tersebut setelah penghapusan tarif impor dimana nilai RCA komoditi perkebunan dan pertanian lainnya ocr dan pertanian non tanaman oagri sedikit menurun, sedangkan komoditi pertanian olahan food meningkat tipis. Meskipun demikian pangsa pasar ekspor ketiga komoditias unggulan tersebut tetap mengalami peningkatan setelah FTA. Pada Tabel 51 memperlihatkan bahwa jika liberalisasi dibarengi dengan peningkatan TFP pertanian di Indonesia, menyebabkan nilai RCA seluruh komoditi pertanian Indonesia di pasar global mengalami peningkatan, termasuk ketiga komoditi petanian unggulan Indonesia sepertiyang tela disebutkan. Kondisi serupa juga terjadi jika liberalisasi dibarengi dengan perbaikan transmisi harga. Gambaran tersebut menjelaskan bahwa perbaikan teknologi pertanian serta perbaikan efisiensi pemasaran di Indonesia akan mendorong peningkatan dayasaing komoditi pertanian Indonesia di pasar global. Selengkapnya perubahan nilai RCA dan pangsa pasar ekspor komoditi pertanian dan non pertanian Indonesia di pasar global dan pasar domestik China sebelum dan setelah FTA diperlihatkan pada Tabel 51. 225 Tabel 51 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga di Indonsia terhadap Indikator Dayasaing Komoditi Pertanian dan Non Pertanian Indonesia di Pasar Global dan Pasar Domestik China. Komoditi RCA Komoditi Pertanian dan Non Pertanian Indonesia Pangsa Pasar Ekspor Sebelum FTA Sim-1 Sim-2 Sim-3 Sebelum FTA Sim-1 Sim-2 Sim-3 Pasar Global Pertanian 1,8796 1,8888 2,4038 2,3994 1,6407 1,6678 2,1609 2,1641 pdr 0,1011 0,1104 0,2974 0,2968 0,0882 0,0975 0,2674 0,2677 wht 0,0176 0,0173 0,0234 0,0234 0,0153 0,0153 0,0210 0,0211 gro 0,0898 0,0907 0,1479 0,1475 0,0784 0,0801 0,1329 0,1330 v_f 0,5225 0,5235 0,8373 0,8352 0,4561 0,4623 0,7527 0,7533 osd 0,2036 0,2059 0,3644 0,3661 0,1777 0,1818 0,3276 0,3302 c_b 0,0205 0,0202 0,0416 0,0416 0,0179 0,0178 0,0374 0,0375 pfb 0,0550 0,0575 0,0770 0,0780 0,0480 0,0507 0,0692 0,0703 ocr 4,0982 4,0711 6,1938 6,1809 3,5771 3,5948 5,5679 5,5748 oagri 1,3021 1,3006 2,1851 2,1783 1,1365 1,1485 1,9643 1,9647 food 2,2501 2,2652 2,6991 2,6946 1,9640 2,0002 2,4264 2,4304 Non Pert 0,9393 0,9386 0,9028 0,9031 0,8199 0,8288 0,8115 0,8145 othind 1,0855 1,0856 1,0446 1,0452 0,9475 0,9586 0,9391 0,9427 serv 0,3419 0,3377 0,3227 0,3220 0,2984 0,2982 0,2901 0,2904 Total 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 0,8729 0,8830 0,8990 0,9019 Pasar Domestik China Pertanian 3,3029 3,4518 4,1849 4,1780 3,9115 4,5830 5,6843 5,6943 pdr 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 wht 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 gro 0,0420 0,0397 0,0670 0,0668 0,0498 0,0527 0,0910 0,0910 v_f 1,9488 2,0822 3,1534 3,1480 2,3079 2,7646 4,2832 4,2905 osd 0,0064 0,0069 0,0127 0,0128 0,0076 0,0092 0,0172 0,0174 c_b 0,0122 0,0108 0,0225 0,0224 0,0145 0,0143 0,0306 0,0306 pfb 0,0219 0,0303 0,0404 0,0410 0,0259 0,0402 0,0549 0,0558 ocr 5,2214 5,3537 8,1782 8,1617 6,1835 7,1083 11,1083 11,1237 oagri 0,5520 0,5859 1,0099 1,0067 0,6538 0,7779 1,3717 1,3720 food 7,4496 7,5942 8,8591 8,8443 8,8224 10,0831 12,0331 12,0541 Non Perta 0,8892 0,8802 0,8429 0,8432 1,0530 1,1687 1,1449 1,1493 othind 0,9794 0,9714 0,9303 0,9307 1,1599 1,2897 1,2636 1,2685 serv 0,1801 0,1605 0,1527 0,1523 0,2133 0,2131 0,2074 0,2076 Total 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,1843 1,3277 1,3583 1,3629 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Selanjutnya pada Tabel 51 juga terlihat bahwa, sebelum FTA komoditi pertanian Indonesia yang memiliki dayasaing untuk mengakses pasar pertanian China terdiri dari komoditi buah-buahan, sayur-sayuran dan kacang-kacangan v_f, komoditi perkebunan dan tanaman lainnya ocr dan serta komoditi pertanian olahan food. Semakin terbukanya akses ke pasar domestik China, setelah liberalisasi menyebabkan posisi dayasaing komoditi pertanian Indonesia di pasar domestik China semakin kuat. Hal ini diindikasikan oleh semakin meningkatnya nilai RCA sebagian besar komoditi pertanian Indonesia di pasar China. Bahkan jika liberaliasi dibarengi dengan peningkatan TFP pertanian dan 226 perbaikan transmisi harga menyebabkan komoditi non tanaman oagri juga dapat menjadi unggulan Indonesia dalam mengakses pasar domestik China yang besar. Selanjutnyaberdasakan hasil perhitungan indeks spesialisasi perdagangan komoditi Indonesia di pasar global, menunjukkan bahwa penghapusan tarif impor perdagangan secar timbal balik antar negara ASEAN-5 dan China simulasi 1 memberikan dampak panuruna indeks spesialisasi secara keluruhankomoditi di Indonesia. Penurunan indeks spesialisasi tersebut disebabkan karena peningkatan impor lebih besar dibadingkan peningkatan ekspor Indonesia baik untuk komoditi pertanian maupun komoditi non pertanian. Pada Tabel 52 terlihat bahwa indeks spesialisasi pertanian sebelum FTA sebesar 0,2521 menurun menjadi 0,2462, demikian pula untuk komoditi non pertanian yang sebelum FTA bernilai 0,0983 menurun menjadi 0,0972. Tabel 52 Indeks Spesialisasi Perdagangan Indonesia di Pasar Global Sebelum dan Setelah FTA. Komoditi Indeks Spesialisasi Perdagangan Indonesia di pasar Global Sebelum FTA Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Pertanian 0,2521 0,2462 0,4087 0,3990 pdr -0,4791 -0,4815 0,4809 0,4583 wht -0,9918 -0,9919 -0,9900 -0,9899 gro -0,7186 -0,7184 -0,4860 -0,4941 v_f -0,1839 -0,1797 0,1829 0,1565 osd -0,8159 -0,8134 -0,5557 -0,5717 c_b -0,8638 -0,8660 -0,5704 -0,5692 pfb -0,9874 -0,9867 -0,9815 -0,9812 ocr 0,6055 0,5993 0,7973 0,7935 oagri 0,3989 0,4005 0,7110 0,7038 food 0,4130 0,4008 0,5112 0,5004 Non Pertanian 0,0983 0,0972 0,0764 0,0732 othind 0,1596 0,1575 0,1380 0,1338 serv -0,3486 -0,3487 -0,3727 -0,3723 Total 0,1149 0,1134 0,1175 0,1135 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. Selanjutnya pada Tabel 52 diatas juga menunjukkan bahwa simulasi penghapusan tarif impor yang dibarengi dengan peningkatan TFP pertanian maupun dengan peningkatan transmisi harga komoditi pertanian berdampak pada peningkatan nilai indeks spesialisasi komoditi-komoditi pertanian, tetapi menurunkan indeks spesialisasi komoditi non pertanian. Peningkatan TFP menyebabkan nilai indeks spesialisasi pertanian meningkat dari 0,2521 sebelum 227 FTA menjadi 0,4087 setelah FTA simulasi 2. Sedangkan pada kondisi simulasi 3 nilai indeks spesialisasi pertanian sebesar 0,3990. Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa peningkatan TFP dan perbaikan transmisi harga semakin meningkatkan kecenderungan ekspor komoditi pertanian Indonesia. Bahkan dengansimulasi ini, komoditi padi-beras pdr dan komidi sayur-buah dan kacang- kacangan v_f yang sebelum FTA cenderung diimpor berubah menjadi komoditi yang cenderung diekspor. Selain itu, liberalisasi antar negara-negara ASEAN-5 dan China juga berdampak pada semakin meningkatnya komplementaritas perdagangan komoditi pertanian antara Indonesia dengan China. Hal ini ditunjukkan oleh nilai indeks komplemeter komoditi pertanian Indonesia dengan China meningkat dari 0,5093 sebelum FTA mejadi 0,5192 setelah penghapusan tarif impor simulasi 1. Bahkan jika skenario penghapusan tarif impor tersebut dibarengi dengan peningkatan TFP pertanian dan peningkatan transmisi harga akan meningkatkan nilai indeks komplementer komoditi pertanian yang lebih tinggi yakni sebesar 0,5478. Hal ini menunjukkan bahwa liberalisasi yang dibarengi dengan peningkatan TFP dan perbaikan transmisi harga menyebabkan struktur kebutuhan impor pertanian China semakin cocok dengan struktur ekspor pertanian Indonesia. Dengan demikian prospek pertanian Indonesia untuk mengakses pasar pertanian China semakin baik jika liberalisasi dibarengi dengan dengan peningkatan TFP pertanian dan perbaikan transmisi harga. Tabel 53 Indeks Komplementer Perdagangan Komoditi Pertanian Indonesia dengan China Sebelum dan Setelah FTA. Komoditi Indeks Komplementer Perdagangan Indonesia dengan China Sebelum FTA Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 pdr 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 wht 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 gro 0,0024 0,0024 0,0021 0,0021 v_f 0,0034 0,0032 0,0001 0,0001 osd 0,1216 0,1193 0,1176 0,1175 c_b 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 pfb 0,0383 0,0376 0,0373 0,0373 ocr 0,0521 0,0515 0,0640 0,0640 oagri 0,0794 0,0777 0,0690 0,0690 food 0,1932 0,1889 0,1620 0,1620 Total 0,4907 0,4808 0,4522 0,4522 Indeks Komplementer 0,5093 0,5192 0,5478 0,5478 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah. 228

6.3.5. Dampak Liberalisasi, Peningkatan Total Factor Productivity TFP

Pertanian dan Peningkatan Transmisi Harga Terhadap Perekonomian Pedesaan di Indonesia Pada bagian ini, analisa dampak liberalisasi serta peningkatan TFP pertanian dan transmisi harga dianalisis berdasarkan Model CGE Indonesia. Model ini dibangun dari SAM Indonesia versi GTAP 8, dengan mengagregasi kelompok rumah tangga menjadi lima kelompok yakni masing-masing : rumah tangga pertanian HA; rumah tangga bukan pertanian golongan bawah pedesaan HRP; rumah tangga bukan pertanian golongan atas pedesaan HRR; rumah tangga bukan pertanian golongan bawah perkotaan HUP dan rumah tangga bukan pertanian golongan atas perkotaan HUR. Komposisi pendapatan berdasarkan kelompok rumah tangga dalam SAM Indonesia versi GTAP8 ini disesuaikan dari komposisi pendapatan rumah tangga dari SAM Indonesia 2008 versi BPS. Sistem agregasi sektor dalam CGE model Indonesia ini adalah identik dengan sistem agregasi sektor pada model CGE global untuk ACFTA, demikian pula tarif impor menurut negara mitra mengikuti klasifikasi negara pada model CGE Global. Karena model CGE Indonesia ini hanya model satu negara, maka penghapusan tarif impor secara timbal balik antar negara-negara ASEAN-5 dan China tidak bisa dilakukan. Karena itu dalam simulasi liberalisasi Simulasi 1 Indonesia diasumsikan menghapus tarif impor dengan mitra dagangnya dari ASEAN-5 dan China, selain itu Indonesia juga diasumsikan menghapus tarif ekspornya ke masing-masing negara mitra. Sedangkan untuk Simulasi 2 dan Simulasi 3 asumsi yang digunakan adalah sama dengan asumsi pada simulasi serupa pada model CGE global, yaitu Simulasi 2 merupakan kombinasi penghapusan tarif impor dengan peningkatan TFP pertanian Indonesia dan untuk Simulasi 3 merupakan kombinasi Simulasi 2 dengan peningkatan transmisi harga. Hasil analisis menunjukkan bahwa, jika Indonesia menghapus tarif impor dari mitra dagangnya dari negara-negara ASEAN-5 dan China serta menghapus tarif pajak ekspornya, memberikan pengaruh berbeda menurut kelompok rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Terlihat pada Tabel 50, bahwa dengan skenario pada simulasi 1, seluruh rumah tangga di Indonesia akan meningkat pendapatannya. Dengan liberalisasi maka kelompok rumah tangga 229 bukan pertanian golongan atas pedesaan HRR yang mengalami peningkatan pendapatan paling besar, kemudian diikuti oleh kelompok rumah tangga bukan pertanian golongan atas perkotaan HUR sedangkan peningkatan pendapatan paling rendah dialami oleh rumah tangga bukan pertanian golongan bawah pedesaan HRP. Selanjutnya dengan mengkombinasikan Simulasi 1 dengan peningkatan TFP pertanian Simulasi 2, maupun kombinasi Simulasi 2 dengan peningkatan transmisi harga melalui penurunan margin barang impor dan margin barang ekspor, maka kelompok rumah tangga golongan atas di perkotaan dan golongan atas di pedesaan yang mengalami peningkatan pendapatan paling besar, sedangkan peningatan pendapatan paling kecil dialami oleh kelompok rumah tangga pertanian HA dan kelompok rumah tangga bukan pertanian golongan rendah pedesaan HRP. Tabel. 54 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga di Indonsia Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan dan Perkotaan di Indonesia Rumah Tangga BASE US Juta Dampak Simulasi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia Nilai Setelah Simulasi US Juta Persentase Perubahan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 HA 73,586 73,947 74,303 74,404 0.4905 0.9737 1.1108 HRP 54,081 54,345 54,608 54,682 0.4882 0.9745 1.1106 HRR 37,964 38,152 38,508 38,558 0.4953 1.4330 1.5668 HUP 77,349 77,727 78,173 78,277 0.4888 1.0655 1.2007 HUR 67,111 67,441 67,958 68,047 0.4927 1.2627 1.3948 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah Keterangan : Simulasi 1 = Indonesia menghapus tarif impor denga mitra dagang dari negara- negara ASEAN-5 dan China, serta menghapus pajak ekspor Simulasi 2 = Simulasi 1 + Peningkatan TFP Pertanian Indonesia 25 Simulasi 3 = Simulasi 2 + Penurunan tingkat margin perdagangan Indonesia 25 Gambaran pada Tabel 54, menunjukkan bahwa meskipun peningkatan TFP pertanian dan peningkatan transmisi harga mampu memberikan peingkatan pendapatan yang cukup signifikan terhadap rumah tangga pertanian yang umumnya bermukim di pedesaan, namun peningkatan pendapatannya lebih rendah dari peningkatan pendapatan golongan berpendapatan atas di perkotaan dan golongan atas pedesaan. Tingginya peningkatan pendapatan golongan elit perkotaan dan pedesaan dari peningkatan TFP pertanian terkait dengan meningkatnya sewa modal dimana modal memang lebih banyak dikuasai oleh 230 golongan berpendapatan atas di perkotaan maupun di pedesaan, sementara pendapatan modal kelompok rumah tangga pertanian maupun rumah tangga golongan rendah pedesaan dan perkotaan cenderung menurun. Dampak berbagai skenario terhadap sumber-sumber pendapatan rumah tangga di Indonesia disajikan terperinci pada Tabel 55. Terlihat bahwa pada Simulasi 1, peningkatan pendapatan modal rumah tangga golongan atas pedesaan dan perkotaan mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan peningkatan pendapatan modal rumah tangga lainnya, dan rumah tangga pertanian mengalami peningkatan pendapatan modal paling rendah. Pada Simulasi 2 dan Simulasi 3, secara konsisten peningkatan pendapatan modal pada rumah tangga golongan atas pedesaan dan perkotaan mengalami peningkatan sementara pendapatan modal golongan rendah pedesaan dan perkotaan serta rumah tangga pertanian mengami penurunan. Hasil tersebut menjelaskan bahwa dengan keterbatasan modal dimiliki kelompok rumah tangga pertanian maupun kelompok rumah tangga golongan rendah pedesaan dan perkotaan pedesaan, berimplikasi terhadap permintaan modal yang dimiliki oleh kelompok rumah tangga elit di pedesaan dan di perkotaan, sehingga pendapatan mereka dari faktor prouksi modal mereka juga ikut meningkat. Meskipun pendapatan modal dari kelompok rumah tangga pertanian dan rumah tangga golongan bawah di pedesaan dan di perkotaan cenderung mnurun dengan peningkatan TFP, namun pendapatan tenaga kerjanya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, sehingga sehingga secara total pendapatan rumah tangga tersebut tetap mengalami peningkatan. Selengkapnya perubahan pendapatan menurut sumber pendapatan rumah tangga di Indonesia disajikan pada tabel berikut. 231 Tabel 55 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga Terhadap Pendapatan Modal dan Tenaga Kerja Pedesaan dan Perkotaan di Indonesia Rumah Tangga BASE US Juta Dampak Simulasi Terhadap Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia Nilai Setelah Simulasi US Juta Persentase Perubahan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Pendapatan Modal HA 31,187.11 31,343.86 31,002.33 31,066.33 0.5026 -0.5925 -0.3873 HRP 19,804.90 19,904.49 19,707.64 19,747.81 0.5029 -0.4911 -0.2882 HRR 20,922.30 21,028.33 21,114.16 21,149.75 0.5068 0.9170 1.0871 HUP 29,427.13 29,575.46 29,407.24 29,464.03 0.5041 -0.0676 0.1254 HUR 31,324.84 31,482.93 31,375.20 31,433.99 0.5047 0.1608 0.3484 Pendapatan TK HA 42,399.26 42,603.44 43,300.56 43,337.44 0.4816 2.1257 2.2127 HRP 34,276.14 34,440.57 34,900.41 34,933.87 0.4797 1.8213 1.9189 HRR 17,041.31 17,123.31 17,393.48 17,408.66 0.4812 2.0666 2.1556 HUP 47,921.43 48,151.15 48,765.46 48,813.24 0.4794 1.7613 1.8610 HUR 35,785.83 35,958.37 36,582.85 36,612.72 0.4822 2.2272 2.3107 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah Selain berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga pedesaan dan perkotaan, penghapusan tarif impor dari barang-barang yang berasal dari negara- negara ASEAN-5 dan China di Indonesia serta peningkatan TFP pertanian dan peningkatan transmisi harga juga memberi pengaruh yang cukup signifikan pada konsumsi rumah tangga pedesaan dan perkotaan. Dampak dari berbagai skenario terhadap konsumsi berbagai kelompok rumah tangga di Indonesia disajikan pada Tabel 52 dan Tabel 53. Pada Tabel 56 terlihat bahwa dengan penghapusan tarif impor yang berasal dari ASEAN-5 dan China akan meningkatkan konsumsi seluruh kelompok rumah tangga, dimana kelompok rumah tangga golongan atas pedesaan HRR memiliki peningkatan konsumsi paling besar yakni meningkat sekitar 0,1506 persen sedangkan peningkatan paling rendah ditempati oleh rumah tangga pertanian HA. Akan tetapi dengan mengkombinasikan Simulasi 1 dengan peningkatan TFP pertanian, maka lonjakan konsumsi rumah tangga pertanian HA menempati urutan teratas yakni meningkat sekitar 4,63 persen kemudian disusul oleh kelompok rumah tangga golongan rendah pedesaan HRP dengan peningkatan konsumsi sekitar 3,76 persen. Selengkapnya dampak berbagai skenario terhadap total konsumsi rumah tangga di Indonesia disajikan pada tabel berikut. 232 Tabel 56 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga Terhadap Total Konsumsi Rumah Tangga Pedesaan dan Perkotaan di Indonesia. Rumah Tangga BASE US Juta Dampak Simulasi Terhadap Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia Nilai Setelah Simulasi US Juta Persentase Perubahan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 HA 56,882 56,958 59,518 59,710 0.1337 4.6333 4.9712 HRP 44,990 45,051 46,680 46,831 0.1363 3.7567 4.0915 HRR 29,093 29,137 30,085 30,184 0.1506 3.4102 3.7507 HUP 64,613 64,702 66,681 66,897 0.1374 3.2012 3.5347 HUR 52,747 52,824 54,160 54,337 0.1473 2.6800 3.0154 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah Dampak liberalisasi, peningkatan TFP pertanian dan peningkatan transmisi harga terhadap konsumsi rumah tanggga pedesaan dan perkotaan menurut jenis barang yang dikonsumsi disajikan pada Tabel 57. Terlihat pada tabel tersebut bahwa skenario penghapusan tarif impor dari negara-negara ASEAN-5 dan China Simulasi 1 memberi dampak konsumsi komoditi non pertanian yang sedikit lebih tinggi dibandingkan konsumsi rumah tangga terhadap komoditi pertanian. Kecenderungan tersebut terjadi tidak hanya di rumah tangga pedesaan tetapi juga pada rumah tangga perkotaan. Akan tetapi dengan skenario peningkatan TFP pertanian dan peningkatan transmisi harga, memberi dampak yang kontras dengan kondisi pada Simulasi 1. Hasil Simulasi 2 dan Simulasi 3 menunjukkan bahwa peningkatan konsusmsi rumah tangga terhadap komoditi pertanian memiliki peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan konsumsi rumah tangga terhadap komoditi non pertanian. Peningkatan permintaan barang-barang non pertanian untuk konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi pada kondisi Simulasi 1 disebabkan karena harga-harga pertanian pada kondisi tersebut relatif lebih mahal dibandingkan barang-barang non pertanian. Sementara pada Simulasi 2 dan Simulasi 3, justru sebaliknya yang terjadi dimana harga-harga barang pertanian pada umumnya mengalami penurunan sebagai dampak peningkatan supply barang pertanian sebagai imbas dari peningkatan teknologi. Penurunan harga tersebut kemudian berdampak pada meningkatnya permintaan barang- barang pertanian yang lebih tinggi dibandingkan barang non pertanian. Selengkapnya dampak dari berbagai simulasi terhdap permintaan konsumsi rumah tangga yang dirinci menurut komoditi dapat dilihat pada Tabel 57. 233 Tabel. 57 Dampak Simulasi Liberalisasi, Peningkatan TFP Pertanian dan Transmisi Harga terhadap Konsumsi RT Pedesaan dan RT Perkotaan Menurut Jenis Komoditi di Indonesia Sektor RT Pedesaan RT Perkotaan Base US Juta Dampak Simulasi Base US Juta Dampak Simulasi Sim01 Sim02 Sim03 sim01 Sim02 Sim03 Pertanian 40,005.30 0.095 10.061 10.382 28,081.96 0.098 9.220 9.543 PDR 0.01 0.066 18.079 18.093 0.01 0.066 17.480 17.495 WHT 0.33 0.243 1.641 2.817 0.18 0.241 1.330 2.486 GRO 661.03 0.071 15.303 15.439 354.49 0.071 14.754 14.889 V_F 6,702.07 0.053 14.394 14.643 3,594.25 0.054 13.862 14.107 OSD 759.69 0.089 13.572 13.890 508.50 0.089 13.084 13.397 C_B 1.19 0.076 14.639 14.712 0.80 0.076 14.132 14.205 PFB 0.03 0.241 2.059 2.990 0.02 0.240 1.761 2.677 OCR 1,020.75 0.078 13.751 13.922 683.25 0.079 13.259 13.428 OAGRI 6,167.15 0.064 14.109 14.258 4,405.15 0.064 13.612 13.760 FOOD 24,693.05 0.116 7.473 7.868 18,535.32 0.117 6.915 7.305 Non Pertanian 90,959.91 0.157 1.421 1.766 89,277.69 0.156 1.000 1.338 OTHIND 25,699.60 0.271 1.949 2.468 24,396.66 0.270 1.507 2.018 SERV 65,260.31 0.112 1.213 1.490 64,881.03 0.113 0.810 1.082 Total 130,965.21 0.138 4.060 4.398 117,359.65 0.142 2.967 3.301 Sumber : GTAP 8, 2012, Diolah Keterangan : RT Pedesaan = HA + HRP + HRR RT pertanian, RT golongan bawah dan RT Golongan atas pedesaan RT Perkotaan = HUP + HUR RT golongan bawah dan RT Golongan atas Perkotaan

6.4. Implikasi Kebijakan : Sebuah Sintesa

Dalam teori-teori perdagangan internasional diisyaratkan bahwa setiap negara hendaknya berspesialisasi pada komoditi-komoditi yang sesuai dengan limpahan sumberdaya yang dimilikinya. Negara yang mampu mengoptimalkan limpahan sumberdayanya dalam meghasilkan ouput memungkinkan negara tersebut dapat lebih efisien dan lebih produktif dibandingkan negara lainnya. Berdasarkan dari hasil analisis dalam studi ini ditemukan bahwa keragaman sumberdaya dan potensi pertanian yang dimiliki masing-masing negara ASEAN-5 dan China berdampak pada keragaman produktivitas faktor yang dimiliki masing- masing negara serta keragaman pertumbuhan output pertaniannya. Selama empat dekade terakhir 1961-2010, sektor pertanian China tumbuh sekitar 3,82 persen per tahun dan ASEAN-5 secara rata-rata tumbuh sekitar 3,44 persen per tahun. Pertumbuhan output pertanian China dan negara-negara di ASEAN-5, paling besar bersumber dari kemajuan tehnis TFP dan pertumbuhan tenaga kerja, kecuali Singapura yang pertumbuhan pertaniannya paling besar berasal dari pertumbuhan modal. Pertumbuhan TFP pertanian China selama periode 1961- 2010 sebesar 1,97 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan TFP pertanian Indonesia 234 1,83 persen, akan tetapi lebih rendah dari pertumbuhan TFP Malaysia 3,40 persen dan Thailand 2,37 persen. Rendahnya kemajuan tehnis sektor pertanian Indonesia dibandingkan China, Malaysia dan Thailand, selain terkait kesenjangan penguasaan teknologi produksi, dan manajemen produksi, juga terkait lemahnya dukungan prasarana penunjang terutama prasarana irigasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh fakta bahwa penggunaan berbagai input modern di Indonesia, seperti pupuk, mekanisasi pertanian lebih rendah dibandingkan ketiga negara tersebut, demikian pula infrastruktur irigasinya masih terbatas. Selama periode 2001-2010, porsi lahan pertanian beririgasi di China mencapai 48,43 persen, ASEAN-5 secara rata-rata sekitar 19,190 persen, sementara Indonesia hanya sekitar 16,53 persen. Implikasi dari temuan tersebut mengisyarakan bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha-usaha pertaniannya maka Indonesia perlu memacu kemajuan tehnis pertaniannya. Berbagai upaya yang perlu diupayakan untuk meningkatkan kemajuan tehnis pertanian Indonesia diantaranya : a. Pemerintah hendaknya memfasilitasi petani untuk meningkatkan akses terhadap berbagai sarana produksi yang diperlukan. Peningkatan aksesibilitas tersebut tidak hanya terkait ketersediaanya, tetapi juga menyangkut harga yang mampu dijangkau oleh petani. Sarana produksi yang dimaksud terutama mengenai sarana produksi pupuk, bibit unggul dan saprodi lainnya yang mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahatani. Bahkan jika memungkinkan kebijakan subsidi pupuk dapat menjadi alternatif kebijakan yang perlu dipetimbangkan. b. Selain itu, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani, pemerintah juga perlu terus mengembangan dan memperbaiki sarana dan prasarana pengairan pertanian. c. Pemerintah perlu meningkatkan informasi teknologi pertanian ke tingkat petani, disamping bimbingan teknis mengenai manajemen usahatani yang baik. d. Riset-riset pengembangan teknologi pertanian perlu terus dikembangkan dengan melibatkan institusi yang kompeten, seperti perguruan tinggi dan institusi lainnya. 235 Nilai RCA komoditi pertanian total Indonesia di pasar global sebesar 1,8796, yang berarti sektor pertanian merupakan tumpuan utama Indonesia dalam meningkatkan devisa negara dari ekspor komoditi. Terdapat tiga komoditi pertanian Indonesia yang memiliki kemampuan kompetitif cukup tinggi di pasar global, masing-masing komoditi perkebunan dan tanaman lainnya ocr, komoditi pertanian non tanaman oagri dan komoditi olahan food. Sedangkan di pasar domestik China, selain komoditi perkebunan ocr dan komoditi olahan food, komoditi buah dan sayuran v_f juga memiliki kemampuan cukup baik mengakses pasar domestik China. Secara relatif sekitar 10,85 persen dari total ekspor pertanian Indonesia disalurkan ke pasar domestik China. Dengan liberalisasi ekspor pertanian Indonesia ke China meningkat sekitar 19,34 persen, tetapi menyebabkan menurunnya ekspor pertanian Indonesia ke mitra dagang utama lainnya seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara Asia Timur lainnya terutama Jepang dan Korea. Implikasi kebijakan yang dapat dipetik dari temuan ini, bahwa dalam rangka mendorong dayasaing komoditi pertanian mengakses pasar domestik China, maka sebaiknya Indonesia fokus pada tiga komoditi yang telah disebutkan ocr, food dan v_f yang memang telah memiliki dayasaing mengakses pasar domestik China. Demikian juga untuk mitra dagang lainnya, dimana Indonesia harus selektif membangun dayasaing komoditi sesuai karakteristik permintaan daerah tujuan. Indeks komplementer perdagangan antara Indonesia dengan China yang relatif tinggi 0,9068 mengiyaratkan bahwa Indonesia berprospek untuk meningkatkan nilai perdagangannya di pasar domestik China, baik komoditi pertanian maupun komoditi non pertanian. Tiga komoditi pertanian Indonesia yang memiliki prospek paling besar mengakses pasar domestik China yakni komoditi perkebunan ocr, komoditi pertanian tanaman oagri dan komoditi pertanian olahan, terutama dalam bentuk minyak sawit food. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks spesialisasi perdagangan yang bernilai positif, sementara komoditi-komoditi pertanian lainnya bernilai negatif. Indonesia sesungguhnya memiliki prospek yang cerah untuk berperan banyak pada perdagangan ekspor untuk komoditi perkebunan dan pertanian non tanaman, terutama perikanan, karena Indonesia dengan wilayah yang luas, sesuai untuk 236 pengembangan perkebunan tropis dan sebagai daerah meritim Indonesia belum banyak menggali potensi perikanan dan lautnya. Pengembangan potensi produksi tanaman perkebunan dan pertanian non tanaman, khususnya perikanan dan peternakan di Indonesia, memang menghadapi tantangan yang sangat besar, terutama karena sentra produksi dari komoditi tersebut umumnya berada di luar Jawa yang infrastrukturnya masih sangat terbatas. Karena itu, guna meningkatkan manfaat liberalsasi, maka hambatan perdagangan seperti pajak ekspor, dan hambatan lainnya terhadap ketiga komoditi tersebut harus semakin dikurangi. Selain itu, mengingat sentra produksi ketiga komoditi tersebut umumnya berada di luar Jawa yang umumnya kurang didukung oleh infrastruktur yang memadai, maka pemerintah hendaknya memberikan prioritas terhadap perbaikan infrastruktur disentra-sentra produksi ketiga komoditi tersebut. Dalam teori-teori perdagangan internaional disebutkan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan perolehan manfaat bagi seluruh pelaku perdagangan, namun pada kenyataannya implementasi liberalisasi juga dapat membawa dampak buruk terhadap pasar domestik dan kepentingan domestik lainnya. Studi ini menemukan bahwa penghapusan tarif impor antar negara-negara ASEAN-5 dan China secara timbal balik mendorong semakin intesifnya arus perdagangan lintas negara antar negara negara ASEAN-5 dan China. Dengan liberalisasi ekspor total Indonesia meningkat lebih tinggi dibadingkan peningkatan impornya. Akan tetapi, untuk komoditi pertanian, arus impor lebih besar dibandingkan arus ekspornya, kecuali untuk komoditi pertanian seperti komoditi sayuran-buah dan kacang-kacangan v_f, pertanian non tanaman oagri dan komoditi olahan food yang mengalami surplus. Kondisi ini, mengisyaratkan bahwa liberalisasi, tidak hanya meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap berbagai produk-produk pertanian impor, tetapi juga liberalisasi ini dapat menjadi ancaman bagi eksistensi pertanian domestik, khususnya pada komoditi-komoditi yang melibatkan banyak penduduk seperti halnya komoditi padi pdr, dan komoditi lainnya. Selanjutnya, sudi ini juga menemukan bahwa peningkatan kemajuan teknis pertanian dan perbaikan transmisi harga memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap peningkatan GDP Indonesia, termasuk dampaknya terhadap 237 perbaikan neraca perdagangan komoditi pertanian Indonesia. Hanya saja opsi ini selain berdampak pada penurunan investasi yang semakin besar, juga berdampak pada penurunan kesempatan kerja di sektor pertanian primer. Gambaran ini menunjukkan bahwa guna meningkatkan manfaat liberalisasi, serta mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk impor pertanian, maka Indonesia perlu terus meningkatkan kemajuan tehnis pertaniannya, hanya saja peningkatan teknologi pertanian ini perlu dilakukan secara hati-hati dan selektif karena dapat berdampak pada penyempitan kesempatan kerja di sektor pertanian. Karena itu, teknologi pertanian yang dikembangkan hendaknya bukanlah teknologi yang hemat tenaga kerja. Kebijakan ini juga perlu didukung dengan kebijakan lain seperti kebijakan yang dapat mendorong investasi, seperti halnya pemberian subsidi bunga terhadap kredit-kredit pertanian. Bisa jadi kebijakan tersebut akan lebih optimal jika dibarengi upaya untuk mendorong industrialisasi pertanian yang padat karya. Peningkatan upah, terutama upah tenaga kerja terdidik serta sewa modal yang menyertai liberalisasi di Indonesia dan peningkatan TFP dan perbaikan transmisi harga di Indonesia, menyebabkan peningkatan pendapatan seluruh rumah tangga di Indonesia, namun peningkatan pendapatan paling besar diperoleh kelompok rumah tangga golongan atas perkotaan maupun golongan atas pedesaan, sementara rumah tangga pertanian memperoleh peningkatan pendapatan paling kecil. Terbatasnya ketersediaan tenaga kerja terdidik dan persediaan modal pada rumah tangga pertanian dan rumah tangga golongan bawah pedesaan di Indonesia menyebabkan peningkatan pendapatan kelompok rumah tangga ini lebih kecil dibandingkan peningkatan pendapatan rumah tangga lainnya. Uraian tersebut mengisyaratkan bahwa dalam rangka meningkatakan pendapatan masyarakat secara keseluruhan di Indonesia, terutama kelompok rumah tangga pertanian dan rumah tangga golongan bawah pedesaan, maka pemerintah hendaknya melakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut. a. Guna menghindari terjadinya ketimpangan pendapatan upah di pedesaan, maka hendanya peraturan pemerintah mengenai upah minim juga perlu diimplementasikan bagi tenaa keja pertanian dan di sektor-sektor produktif lainnya di wilayah pedesaan. 238 b. Pemerintah diharapkan dapat memfasilitasi rumah tangga pertanian untuk mngembangan diversifikasi pendapatan diluar sektor pertanian off farm. c. Kelembagaan pedesaan, terutama kelembagaan pertanian pedesaan harus terus diperkuat. Penguatan kelembagaan pertanian ini tidak hanya terbatas pada peningkatan kerjasama dalam kegiatan produksi dan pemasaran hasil- hasil pertaniannya, tetapi juga dapat menjadi wadah pmbelajaran diantara mereka, wadah saling tukar informasi, serta wadah penyaluran aspirasi untuk dapat memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka secara politis. d. Guna memperkuat permodalan rumah tangga pertanian, maka pemerintah hendaknya terus mendorong lembaga perbankan untuk penyaluran kredit pertanian dengan bunga yang ringan, bahkan jika memungkinkan pemerintah dapat menjadi lembaga penjamin atau memberi subsidi bunga terhadap investasi pertanian skala kecil berbasis rumah tangga.

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Kesimpulan

1. Pertumbuhan output pertanian China dan negara-negara di ASEAN-5 paling besar bersumber dari kemajuan tehnis TFP dan pertumbuhan tenaga kerja. Hanya Singapura yang pertumbuhan pertaniannya dominan berasal dari pertumbuhan modal. Pertumbuhan TFP pertanian China 1,97 persen lebih tinggi dari TFP pertanian ASEAN-5 1,93 persen akan tetapi masih kalah Malaysia 3,40 persen dan Thailand 2,37 persen. Indonesia dengan pertumbuhan TFP pertanian sebesar 1,83 persen mengisyaratkan bahwa Indonesia kurang produktif dan kurang efisien dalam menghasilkan produk- produk pertanian dibandingkan China, Malaysia dan Thailand. 2. Bagi China sektor pertanian bukan unggulan dalam mengakses pasar global, sementara negara-negara ASEAN-5, khususnya Indonesia, Malaysia dan Thailand dimana sektor pertanian adalah unggulan. Akan tetapi pangsa pasar pertanian China di pasar global lebih besar dari pangsa pertanian negara- negara ASEAN-5 pada umumnya. Selain itu jumlah jensi komoditi pertanian China yang cenderung diekspor lebih banyak dibandingngkan ASEAN-5. Indonesia hanya memiliki tiga komoditi yang cenderung diekspor masing- masing komoditi perkebunan dan tanaman lainnya, komoditi pertanian non tanaman dan komoditi pertanian olahan. Ketiga komoditi tersebut juga memiliki dayasaing tinggi mengakses pasar domestik China dan pasar global. 3. Nilai koefisien transmisi harga internasional ke pasar produsen domestik masing-masing negara umumnya kecil, yang berarti bahwa hanya sebagian kecil perubahan harga komoditi pertanian ditingkat internasional yang dapat ditransmisikan ke tingkat produsen di masing-masing negara. Meskipun demikian ada indikasi integrasi jangka pendek untuk sebagian besar komoditi tanaman pangan di China dan integrasi jangka panjang untuk sebagian besar komoditi perkebunan di ASEAN-5. 4. Penghapuan tarif impor secara timbal balik antar negara-negara ASEAN-5 dan China memberikan dampak positif pada peningkatan GDP di masing